NovelToon NovelToon

Oh, Love?

Pria itu

Malam ini begitu sepi, tak terlihat satupun kendaraan yang berlalu lalang. Hanya rintik hujan deras yang terdengar bising, buru-buru terjatuh menyentuh tanah. Angin berhembus kian kencang, menerpa segala yang dilewatinya, tak terkecuali rambut Jane yang di terpa menjadi tak beraturan buru-buru dia mengikat rambut yang terurai, sesekali dia mengusap lengannya, hawa yang dingin membuatnya menggigil hebat. Sekarang pukul 00:00 a.m. dia tengah menunggu di halte bus. Akibat sibuk di perpustakaan kampus membuatnya pulang terlalu larut, dia sibuk mencari referensi untuk bahan skripsinya. Sekarang di jam ini dan cuaca yang seburuk ini rasanya tak akan ada kendaraan yang melaju.

Dia sibuk menekan layar ponselnya, sayang sekali signal malam ini juga buruk. Dia tidak bisa memberi kabar Ibunya jika malam ini dia akan pulang lebih larut akibat terjebak hujan, dia mengeluarkan payung dari dalam tasnya, membukanya dengan pelan. Dia memutuskan meninggalkan halte dan berjalan menuju rumahnya, melewati hujan deras malam ini. Dia mempercepat langkahnya, kakinya menginjak genangan air membuat roknya terciprat air. 

Sepanjang melangkah tak sekalipun terlihat orang-orang juga setiap rumah tertutup dengan rapat, benar-benar sunyi. Dia menghentikan langkahnya, tepat beberapa langkah didekatnya tampak segerombolan pria yang tengah duduk di teras rumah kosong. Awalnya dia berpikir untuk meminta bantuan pada mereka, setidaknya mengantar pulang. Tapi dia mengurungkan niatnya. Seorang perempuan melintas sendiri ditengah malam, di cuaca buruk dan suasana sepi. Kondisi ini buruk untuknya, hal yang tak diinginkan bisa saja terjadi. Waspada demi keselamatan jauh lebih baik, pikirnya.

Tampaknya mereka bukan pria baik-baik, jelas mereka tengah memukuli seseorang. Jantung berdetak kencang, dia benar-benar takut. Dia membeku di balik pohon besar, dia tak berani melewati rombongan pria itu, apalagi membantu pria yang di pukuli itu. Tapi kondisi dengan cepat berbalik, pria yang awalnya tampak kalah sekarang lebih unggul. Pria itu menyerang balik dan rombongan yang awalnya menyerang buru-buru melarikan diri. Itu sedikit mencengangkan bagaimana bisa dia seorang diri mampu membalikan situasi.

Langit tiba-tiba terang, hujan berhenti turun. Dia ingin cepat-cepat menjauh dari tempat itu namun pria yang unggul itu masih di sana berdiri dengan mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah kemudian dia menggunakan maskernya dan menutup dirinya dengan tudung jaketnya. Jane bergidik takut, semakin menempel pada pohon berharap dirinya tak akan di temukan.

"Sampai kapan kau bersembunyi?"

Ucap pria itu mengejutkannya, juga membuat jantungnya  kian berdegup kencang. Dia mematung, berharap orang yang dimaksud bukan dirinya.

"Kau tak pandai bersembunyi. Jika kau tak keluar aku yang akan menghampiri dan menghajar mu langsung" ancamnya.

Jane sedikitpun tak berani bergerak. Apa yang akan dilakukan pria itu jika dia muncul? Dia tak bisa membayangkan. Pikirannya menjadi kalut, harusnya dia membawa senjata tajam untuk melindungi dirinya. 

"Aku tak suka mengulang" Pria itu menarik lengan Jane membuat payung di pegangannya terjatuh. Jane membelalak, dia tak menyadari jika pria itu sudah didekatnya. 

Jane terpojok, dia mendongak menatap pria yang lebih tinggi darinya yang juga memberi tatapan tajam serasa siap menerkam. Cengkeramannya begitu kuat pada lengannya.

"anu!!" lirihnya takut, dia berniat mengatakan sesuatu tapi sekalipun kalimat pembelaan tidak keluar "itu-"

"Seorang wanita?" ucap pria itu heran, rasanya dia tak berpikir bahwa orang yang bersembunyi seorang wanita apalagi dimalam larut.

"Siapa yang menyuruhmu?" tanyanya, tangan kirinya siap mencekik leher Jane. 

Jane berusaha tampak tenang, lalu memberanikan diri dia berkata "Saya bukan bagian dari orang-orang yang ingin menyerang Anda. Saya hanya pejalan kaki yang kebetulan tak sengaja terjebak di situasi tak terduga ini" bicaranya terdengar hati-hati.

Pria itu mengamatinya dengan seksama, setelah memastikan bahwa wanita itu tak berbahaya dia tampak mengurangi kewaspadaannya, itu terlihat dari cengkeramnya yang melonggar juga tatapannya yang tak setajam sebelumnya.

"Kau akan kemana?" tanyanya.

Jane merasa lega setelah melihat pria itu tenang dan tak menganggap dirinya musuh, tampaknya pria itu tak akan menyakitinya. Perawakan pria itu agak menyeramkan dengan tubuh besar, kekar, dan tingginya. Wajahnya tak tampak jelas karena tertutup dengan masker, dia juga menggunakan topi dengan di double tudung jaketnya. Kemudian dia menjawab " Tentu saja pulang ke rumah".

"Bawa aku Bersama mu" 

"huh?" rasanya Jane salah dengar.

"Jangan menatapku seperti itu. Kau hanya perlu kembali berjalan menuju rumahmu" perintahnya yang memaksa.

Dia tampak bingung terlebih dia baru bertemu dengan pria didepannya, bagaimana bisa dia membawanya pulang bersama? apa lagi dia seorang pria "kenapa ke rumahku?"

Pria itu tiba-tiba saja limbung terjatuh tepat di pundaknya. Seketika Jane menjadi panik "Hey?! Jangan Mati. Aku tak mau terkena masalah-" dia berucap sembari mematung kebingungan.

"Aku masih hidup. Jadi bawa Aku bersama mu" Suaranya terdengar berbisik, tampaknya pria itu kelelahan. 

Awalnya Jane berpikir lebih baik meninggalkan pria menakutkan itu, namun ketika dia menatap mata pria itu seketika dia menjadi iba. Dia mengurungkan niatnya meninggalkan pria itu, bagaimanapun juga dia masih memiliki sedikit sisi kemanusiaan.

"Kamu bisa berjalan?!" tanyanya. 

"Ku rasa sulit. Jadi papah aku sampai ke rumah mu" suruhnya. 

"Tidak. Aku seorang wanita yang lebih kecil darimu. Tinggi 160 dan kau tampak lebih besar dariku" Tolak Jane. 

"Kau tau aku terluka mungkin saja akan mati dan kau orang pertama yang mungkin dicurigai-"  Sial memang, Jane berusaha menahan diri untuk tak marah atau mengomel panjang, di kondisi seperti ini pria itu masih sempat mengancamnya. Pria yang tak sopan, sesuka hati menyuruh-nyuruh bak seorang raja. Setelah mempertimbangkan banyak hal. Jane memutuskan membawanya bersama, sebenarnya dia tak enak hati meninggalkan nya. Setelahnya, dia  terus berjalan dengan memapah pria itu menuju rumahnya. Menjadi orang yang tak enakan adalah masalah besar. 

"Berat sekali!!" Gumamnya. 

Pria itu menatap Jane yang memapah nya. Sejenak kemudian dia memecah keheningan "Siapa namamu?!" 

Jane menoleh pelan, setelah nya kembali memandang lurus jalan, dia menjawab "Jane Austyn" 

Keterkejutan nya terlihat dari tatapannya. Kemudian dia tak menanyakan apapun lagi. Sekarang giliran Jane yang penasaran akan pria itu. 

"Jadi bagaimana denganmu? Mm, maksudku namamu?" tanyanya sedikit ragu. 

Hembusan napas pria itu begitu terasa dekat di telinganya  "Panggil aku Ed" 

"Ah, Ed? ya ku pikir itu nama yang bagus" lanjut Jane canggung. 

Lalu tampak alis pria itu terangkat, rasanya dari balik masker itu dia menyeringai "kau tau terlalu baik dan mudah percaya, bisa membuat masalah yang sulit diatasi"

Jane tau maksud kalimat itu, dia mempertanyakan dirinya yang mudah mempercayai pria yang baru dia temui. Tidak, sebenarnya dia tak tahu kenapa dia memilih membantu pria itu. Apa mungkin karena ketidak mampuannya untuk menolak. Jane membenahi posisi Ed dan terus berjalan, kemudian dia berucap lirih "Ya aku tau, hanya saja menjadi lebih jahat atau egois hal yang paling sulit ku lakukan"

Suasana menjadi hening. Jane kembali dengan pikirannya. Baiklah bagaimana jika dia bukan pria baik-baik? bagaimana jika dia seorang buron yang melarikan diri? "Hey, apa jaminan bahwa kau tak akan melukaiku?" Ya dia membutuhkan kepastian akan keselamatannya. 

Pria itu tak menjawab, Jane menatap pria itu rupanya dia tertidur. Beruntung dia sudah sampai di rumahnya "Hoy!!" Jane sedikit memekik, berusaha membangunkannya. Namun, dia tak kunjung bangun, seperti nya dia pingsan. 

Jane menarik napas panjang "Baiklah, mari kesampingkan pikiran negatif tentangnya" Jane berharap yang dia lakukan kali ini bukan kesalahan. 

Jeratan

Selama perjalanan bersama pria aneh. Akhirnya Jane sampai di rumahnya, itu benar-benar menguras tenaga. Bergegas dia membuka pintu dan meletakan tubuh pria itu agak kasar ke sofa, dia memang bukan wanita yang ramah terutama kepada orang asing. 

"Ups!!" Dia sadar bahwa yang dia lakukan tadi sedikit kasar padanya, beruntung pria itu masih tak sadarkan diri. 

Setelah nya, Jane mencari keberadaan Ibunya namun tak kunjung dia jumpai. Padahal dia ingin menyerahkan pria asing itu untuk di urus Ibunya dan dia bisa beristirahat sejenak. Pandangannya teralih, sebuah kertas tampak terselip di meja, dia dengan cepat meraihnya.

..."Jane ku sayang, Mama pergi ke luar kota kali ini mungkin agak lama. Kau tahu Mama rupanya tak bisa meninggalkan pasien, ya ini darurat. Aku tahu Jane ku gadis yang sudah dewasa, jadi titip salam untuk papa mu. Katakan aku mencintainya" ...

...~Mama mu tersayang. Sarah Austyn~...

Jane meremas kertas itu kesal, giginya sampai mengerat kuat. Dia tahu sebagai seorang dokter Ibunya begitu sibuk sampai-sampai tak memiliki waktu untuknya. Ibunya baru sampai seminggu yang lalu setelah sekian lama tak pulang. Rencananya esok hari mereka akan mengunjungi makam Ayahnya dan berdoa bersama untuk memperingati hari kepergiannya. Hubungan Jane dan Ibunya memang tak harmonis, Ibunya yang jarang pulang membuat Jane canggung ketika bertemu. Namun, disisi lain dia merindukan sosok kasih sayang Ibunya, memang dalam hal materi selalu cukup tapi hal yang jauh dia harapkan keberadaan Ibu disisinya. 

"Lagi-lagi seperti ini" Mata Jane berkaca-kaca, air matanya hendak menetes. Jane tenggelam dalam kesedihan, jemarinya mengepal kuat. Karena itulah Jane memilih jalan berbeda dari Ibunya, Jane terjun di dunia sastra Bahasa dia tak ingin tak memiliki waktu seperti ibunya. Awalnya memang ditentang Ibunya tapi keras kepala Jane pemenangnya. 

Kemudian suara napas berat pria itu terdengar. Cepat-cepat Jane menghapus air mata yang hendak menetes, sekarang ada seseorang pria asing dirumahnya, terlebih pria itu dalam keadaan pingsan. 

Jane menopang pinggangnya menatap pria yang tertidur, tampak tak berdaya di sofanya. Hati-hati Jane membuka masker yang menutupi mulut pria itu, dia pikir masker itu yang membuatnya tak nyaman juga topi yang melekat di kepala pria itu. 

Mata Jane membulat menatap lekat pria didepannya itu. Sejauh ini, ini yang paling jauh. Wajah yang pernah dia lihat, ya dia Ed Jayde Butler tetangganya dulu sebelum akhirnya dia pindah dan menghilang 7 tahun lalu. Walaupun ini versi dewasanya, tapi Jane dengan mudah tahu dari guratan-guratan wajahnya, dia Jay yang sama. 

"Sialan!" Umpat Jane. Jika dia tahu dari awal dia Ed Jayde Butler dia lebih memilih meninggalkannya mati di sana. Dia biasa di panggil dengan sebutan Jay oleh orang-orang disini, itu sebabnya ketika dia berkata namanya Ed dia tak mengenalinya. 

Jane Austyn sekarang akan beranjak 23 tahun, dia ingat betul Ed tetangga yang paling sering mengganggunya, bahkan pasca pindahnya Ed dia sangat gembira karena hilangnya pengacau dalam hidupnya dan sekarang dia tiba-tiba saja muncul dengan kondisi ini. 

Kemudian Jane tersenyum jahat penuh dengan ide-ide brilian, dengan bantuannya ini dia akan menggunakan nya agar Ed merasa berhutang budi padanya, anggap saja pembalasan tahun-tahun lalu saat menjadi tetangganya. Dia dan Ed hanya terpaut dua tahun, ya memang Ed lebih tua darinya karena itu Ed sangat berani mengganggunya.

"Berhenti menatap ku seperti itu. Ya aku tahu aku tampan" Ucap Ed yang tiba-tiba terbangun, namun dia terlihat masih setengah sadar. 

"Dari awal kau sudah tau aku? Ah, itu sebabnya kau memilih ikut pulang bersama. Kau juga pura-pura tak mengenal ku?! Seakan kau pria misterius" Ketus Jane, matanya menyipit kesal. 

"Mm, aku memang tak mengenal mu. Jadi jelaskan lebih jauh siapa kau?!" 

Jane meremas jemarinya "keluar kau dari rumahku!!" Pekiknya lantang. 

Ed bangun dari posisi terlentang nya, anehnya untuk berdiri saja dia kesulitan "Baiklah aku bercanda Jane. Tentu saja aku mengenal mu dari awal karena itu aku percaya kau akan membantu"

Jane menghela napas pelan, sekalipun dia melihat keanehan pada Ed dia menganggap itu bukan hal serius "Baiklah lupakan soal kebaikan tadi. Pulang lah anggap kita tak pernah bertemu" 

"Jahat sekali, setelah sekian lama kenapa mengusir? Biarkan aku disini" Ed, membuka jaketnya" Dia terlihat berkeringat. 

Lagi-lagi Jane mengabaikan keanehan, baginya Ed memang pria yang serampangan. Itu sebabnya Jane membenci Ed, dia seenaknya. Sesuka nya melakukan apapun yang dia mau sekali pun orang lain tak nyaman akan kehadirannya. 

"Seperti nya Ibu mu tak di rumah" Ed sibuk memperhatikan sekitar. 

"Jangan sentuh barang apapun. Lalu aku akan menampung mu dengan begitu kau berhutang banyak denganku" Ucapnya lugas, setelah berucap dia berbalik menuju kamarnya, setidaknya Ed tampak lebih baik dari sebelumnya. 

Jane membersihkan diri dan menganti bajunya dengan piyama. Pintu kamar dia kunci terlebih dulu, menghindari jika Ed memiliki niat jahat maka dia akan cukup aman. Setelahnya dia merebahkan tubuh ke kasur, dan dia mulai menutup matanya. 

Klontang!! 

Sesuatu terjatuh. 

"Ugh!!" Jane bangkit dari tidurnya. Dia tak nyaman dengan kehadiran seseorang dirumahnya. Jane memutuskan keluar dari kamarnya, dia ingin mengomel agar Ed tak berisik. Namun, seketika Jane menutup matanya dengan tangannya sembari mengintip sedikit. Di sana Ed tengah membuka bajunya, dada bidangnya itu sedikit menganggu kemudian dengan sikap profesional Jane tidak akan terpancing dengan hal-hal diluar norma. Rona wajah Ed merah padam dan tangannya mengepal kuat. 

Saat melihat Jane mata Ed membulat, dia berkata "pergilah dari sini"

Jane tak mengerti namun Ed tampak kesakitan, dia menjadi lebih takut bagaimana jika bagian organ vitalnya bermasalah akibat pertarungan tadi dan mati dirumahnya. Oh, itu akan merepotkan, Jane bergegas mendekati Ed hendak membantu "Apa ada bagian yang sakit?  aku akan membantu kali ini"

Tak ada jawaban dari Ed, napasnya kian terasa hangat, begitu menderu-deru. Bahkan, dia tampak menahan diri, urat tangan juga urat lehernya sampai terlihat jelas. 

"Hey, jangan bercanda kau tampak menakutkan juga kesakitan. Aku akan menelpon ambulance-"

"Jangan pedulikan pergilah kembali ke kamar mu!!" Suruh Ed memaksa. 

"Apa-apaan kau, aku tak akan menghitung ini sebagai hutang balas budimu. Tenang saja. Jika kau mati aku akan tertimpa masalah" Jane tampak panik, kemudian dia hendak masuk ke kamarnya mencari ponsel, namun tiba-tiba saja Ed memeluknya dari belakang. 

"Aku benar-benar kesulitan Jane" Ucapnya. 

Jane terkejut, tapi dia berusaha tetap tenang "Aku tau maka itu lepaskan. Aku akan mencari bantuan jadi bertahan jangan mati, oke!" Jane berusaha melepas tangan Ed yang memeluknya erat. 

"Tidak, harusnya kau pergi saat aku memintamu" Pelukannya kian erat, lalu Ed dengan berani mencumbu lehernya. Takut bukan kepalang, jantung Jane berdetak lebih cepat dari biasanya. 

Barulah Jane tersadar, tercium bau alkohol dari tubuh Ed. Tidak, jika hanya alkohol tak mungkin dia sampai bertindak seperti ini. Rasanya sesuatu yang akan membahayakan dirinya. 

Jane berusaha tak menunjukan kepanikan nya "Jangan bermain-main denganku Ed! Aku membawamu kemari karena memiliki sedikit hati nurani untuk menyelamatkan mu, jadi lepaskan aku sekarang-"

Ucapan Jane bagai angin lalu, dia bahkan mendekap mulut Jane. Saat itu lah Jane benar-benar sadar bahaya yang akan menimpanya. Ketakutan menyeruak, berusaha melepaskan diri dari dekapan Ed. Pria itu bagai orang yang berbeda, lebih agresif dan menakutkan. 

Jane membelalak, dia memberontak dan melirik kebelakang, Ed benar-benar hilang kendali. Kekuatannya yang tak seberapa tak mampu mendorong Ed yang tubuhnya jauh lebih besar, air matanya menetes dengan harapan ini hanya mimpi yang menjerat. Sialnya, lampu tiba-tiba saja padam membuat jantungnya kian berdetak kencang. Lalu hujan kembali turun kali ini jauh lebih deras dengan gunturnya yang terdengar kencang. Tangan Ed bermain-main di tubuhnya. Jane ingin berteriak namun dia tak bisa melakukannya. Hal yang tak pernah terbayangkan terjadi padanya, dirinya yang amat dijaga dan harapan masa depannya hancur seketika. 

Dalam benaknya dia menyesali kebaikan dirinya, harusnya saat itu dia menjadi orang yang tidak peduli sekalipun dicap sebagai orang yang paling jahat. Membantu Ed adalah penyesalan seumur hidup Jane. 

Kecewanya Mama

Ed terbangun dengan kepala yang terasa sakit, dia berkali-kali memukul kepalanya. Ah, dia ingat sekarang. Semalam tiba-tiba saja dia dikerubungi orang-orang tak dikenal, dicekoki minuman beralkohol dan hendak dibawa mereka. Beruntung, dia pandai berkelahi sehingga bisa meloloskan diri. Lalu, dia ingat saat kembali bertemu dengan Jane yang membantunya juga berbaik hati menampung dirumahnya, hanya sampai di sana dia tak mengingat apapun lagi. 

"Bajingan! biadab!"

Terdengar suara isak tangis yang terdengar amat menyesakan. Ed, menoleh dan mendapati Jane yang menangis tersedu-sedu dipojok jendela dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Dia begitu berantakan, sungguh membuat hati tersayat melihatnya. 

"Apa yang terjadi?" Ed bertanya-tanya dengan kebingungan teramat sangat. 

Kemudian dia menyadari dirinya yang tak mengenakan apapun ditubuhnya, lalu puing-puing ingatan semalam mulai bermunculan. Jane yang dipaksa dan tindakan kejinya pada Jane. Ed membeku dengan perasaan bersalah yang tak bisa dia jelaskan. Matanya membelalak menatap Jane di sana, karenanya dia seperti itu. 

Ed bergegas mengenakan pakaiannya, lalu mendekati Jane, dia menunduk dengan berkali-kali berucap maaf. Tapi apa daya rasa hancur telah menyelimuti diri Jane. Kebaikannya dibalas dengan hal menjijikan seperti ini. 

"Aku benar-benar minta maaf. Aku tak bermaksud-"

Plak!! 

Belum selesai dengan kalimatnya Ed diberi tamparan kuat oleh Jane. Tangan kecilnya yang bergetar karena ketakutan, apa yang harus dia lakukan untuk menebus dosanya itu. 

Kalimat maafnya tak akan mengubah apapun, Ed tak bermaksud melakukan hal itu. Tapi, orang-orang itu yang memberikan minuman aneh padanya membuat kekacauan ini. Tidak, bukan malah menyalahkan minuman harusnya dirinya lah masalah yang tak mampu menahan diri. 

Ed membawakan pakaian Jane meletakkan nya di sebelahnya. Jane bahkan memberikan tatapan waspada, jelas sekarang dia masih takut dengannya. 

"Jane ku mohon pakailah dulu-"

Jane menatapnya tajam dengan air mata yang memenuhi pelupuk matanya. Ed, tak bisa melihatnya seperti itu. 

Dengan hati-hati dia berkata "Aku akan bertanggung jawab"

Jane mengusap air matanya, menatap jijik ke arah Ed "Huh? tidak. Pergilah dari sini" Suaranya begitu lirih, jemarinya menggenggam erat kain selimut yang menutupinya. 

"Kesalahan itu harus ku pertanggung jawabkan Jane" tukas nya. 

Tatapannya menjadi sendu dengan senyum getir, sejenak kemudian Jane menangis histeris lalu berkata "Untuk apa? agar kau dengan mudah menghancurkan ku lagi? Kau memiliki dendam dengan ku? Pergilah Ed, jangan berpura-pura seakan kau peduli sekarang. Dirimu yang seperti binatang kemudian menghancurkan ku"  entahlah sekarang kepalanya terasa kacau. 

"Benar aku memang binatang disini!! mungkin lebih hina. Segala ucapanku di matamu akan selalu salah karena kau takut setelah kejadian semalam. Hal yang sama-sama tidak kita kehendaki, biarkan aku memperbaiki diri dengan mu, maka dari itu tolonglah jangan menolak  pengampunan ku"

Jane mulai tenang, setelah bergulat dengan ketakutan, air mata yang mulai berhenti menetes dan wajah datarnya. Walaupun tak menutup kemungkinan membenci kebaikannya semalam, dengan menahan kuat agar tak menangis lagi, dia menjawab"Jika hanya rasa bersalah, maka itu tak perlu, kau bisa merenungkan kesalahanmu tanpa melibatkan ku. Dan aku tak akan pernah mau terlibat dengan mu lagi terlebih menghabiskan setiap detik bersama pria seperti mu!!"

Ed menyesali tindakannya yang tak terkontrol meski Jane berkata demikian dia tak bisa melepasnya. Beruntung mereka Sama-sama singel dan tak berpengalaman. Namun, itu menjadi trauma terbesar Jane karena mungkin dia amat kasar. Ed menolak memenuhi keinginan Jane. Ed dengan tegas berkata  "Melepas Mu akan memperlihatkan betapa bajingan nya aku-"

Jane menggeleng, menatap penuh harap padanya "Tidak, selama kita memiliki kesepakatan"

Ed menyibak kasar rambutnya, jemarinya mengepal kuat. "Itu tidak akan terjadi, apa kau gila setelah semalam kau ingin melupakannya. Aku tidak bisa, aku amat bersalah padamu!!"

"Ya, kau hanya perlu setuju. Lalu kita tak perlu bertemu lagi, perlahan semuanya akan terlupakan" Tegas Jane dengan air mata kembali menetes. 

Ed menunduk, lalu memeluk Jane pelan. Walaupun Jane berontak itu tak membuat dia melepaskan nya "Aku tau kau marah maka pikirkan dulu, ini bergantung hidupmu. Seumur hidup kau akan hancur dengan kejadian ini, seakan-akan tak pernah terjadi apapun diantara kita. Aku akan berusaha membuatmu nyaman, setidaknya biarkan aku memperbaiki kesalahanku-"

Cek lek!! 

"Jane, rupanya urusan di sana tak memakan waktu lama dan ya kita bisa melakukan rencana kita sebelumnya. Mengunjungi makam Ayah. Lalu mama membawa makanan kesukaanmu-"

Jane dan Ed menoleh kearah pintu bersamaan. Terkejut bukan main. Disini Jane lebih mengharapkan Ibunya lebih lama diluar kota, semuanya menjadi kacau. 

Dahi nyonya Sarah mengkerut, semua barang bawaannya terjatuh, dengan cepat dia menyimpulkan situasi ini "Apa-apaan ini Jane-" Pekiknya lantang 

"Kau bermain seperti wanita tak terpelajar!!" Amarahnya menggebu, kemudian nyonya Sarah limbung dia menyender didekat tembok. 

Jane mendorong Ed "Mama bukan seperti itu-" Jane tersengal-sengal dengan tangis yang kian pecah. 

Dia menggeleng tak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang "Oh, kau akan berdalih apa dengan bukti yang jelas dan kau beraninya kau!!" Nyonya Sarah menatap tajam pria yang berada disebelah Jane, dia menganggap pria itu kekasih putrinya sampai melakukan hal-hal yang tak seharusnya mereka lakukan, terlebih putrinya hanya terbalut selimut semakin menghancurkan hatinya. Raut kekecewaan terlihat jelas di wajahnya anak yang dia percaya tega melukai hatinya. Nyonya Sarah mengigit bibirnya kuat, berusaha keras agar tak meneteskan air matanya. 

"Dengarkan dulu mama, dia-" Jane menunjuk Ed dengan air mata berderai deras. 

Ed tidak bisa terus berdiam diri hanya melihat permasalahan yang terjadi karenanya, dia berdiri dengan menunduk "maafkan saya tante, disini Jane tak bersalah tapi saya. Maka dari itu hukum lah saya dan saya akan mempertanggung jawabkan tindakan saya"

Nyonya Sarah terkekeh, sekarang dia berkata bertanggung jawab setelah melakukan itu di rumah nya. Dia mengepal kuat jemarinya berusaha menahan diri agar tak mengamuk, dia bergulat dengan pikirannya, sebenarnya dimana letak kesalahannya sampai-sampai putrinya menjadi liar, apakah perhatian dan cinta yang diberikannya selama ini? Tapi kemarahan dan rasa gagal pemenangnya. 

Dengan kemarahan Nyonya Sarah menyeret putrinya keluar rumah dengan hanya menggunakan selimut ditubuhnya. Sekarang dia akan bebas bersama pria itu, tak ada norma-norma yang perlu di perhatikan lagi, tak ada omelan yang perlu didengarkan darinya toh sekarang putrinya memperlihatkan betapa tak bermoral nya dirinya dan betapa gagalnya dia menjadi seorang Ibu untuknya.

"Mama maafkan aku, dengarkan dulu mama-" hanya kalimat itu yang Jane lontarkan berkali-kali, sembari menatap mamanya berharap akan mendengarkan nya, tapi sekeras apapun dia berusaha Ibunya tak mendengar keluhannya. 

Ed menghentikan tindakan itu, dia tau disini dia bersalah tapi tanpa mendengar penjelasan itu juga tindakan keliru. 

Ed dan nyonya Sarah saling menatap tajam. Kemudian tanpa mendengar pembelaan dari mereka lagi, nyonya Sarah mengusir putrinya dan pria itu. Ya, Ed tetangganya dulu yang tak dia sadari. Bahkan, dia tak memberikan waktu Jane untuk berganti pakaian lebih dulu. 

Jane terus mengetuk pintu, berharap Ibunya akan mendengarkannya.  

Setelah mengusir putrinya, nyonya Sarah menangis sejadinya di kamarnya. Dia tak tega, tapi tidak bisa menerima tingkah putrinya itu. 

"Hentikan tanganmu akan terluka" Ed  menggenggam lengan Jane kuat. Jane berusaha menepis tapi tidak bisa dia lakukan, Ed menatapnya dengan lekat berhasil membuat Jane terdiam dengan ketakutan kian memuncak. 

"Tidak, jangan melihat diriku seperti predator" lirih Ed, oh rasanya begitu hancur melihat wanita didepannya terluka sebegitu hebat karenanya. 

"Lantas? Bukankah kau sudah puas?!" 

"Kau sudah berhasil, selamat Ed dan terimakasih dengan begitu hidup ku dan kepercayaan mama telah hancur sehancurnya- Oh, bagaimana ini Papa-" Jane menangis terduduk di depan pintu dengan memeluk dirinya. 

Ed mendekap Jane dengan kuat, membelai rambutnya dengan berbisik maaf yang dia tau tak akan pernah termaafkan. Lalu karena lelah Jane terkulai lemah dalam pelukannya. 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!