Hal itu mustahil, Ed terdiam karena dia tahu salah dan tak mungkin mengembalikan hal diluar kuasanya. Andai berandai pun akan percuma karena segalanya telah terjadi.
"Kenapa diam huh!! tidak bisa? Ayo katakan, kau hanya pandai berbicara omong kosong" Jane terus memukul-mukul dada Ed dengan berderai air mata.
Jane tertunduk, lalu bergumam pelan "Menjengkelkan!!"
Ed ingin memberikan pelukan tapi dia tak berani melakukannya lagi, kesalahannya begitu tak termaafkan dan dia merasa tak berhak terus menyentuh Jane dengan dalih menenangkan nya.
Andai saat itu Jane menurut untuk menjauh saat Ed meminta, mungkin semua ini tak akan terjadi. Lantas siapa yang pantas disalahkan?Tiba-tiba Jane mendongak, mengejutkan Ed yang tengah sibuk dengan pemikirannya.
Jane dengan napas yang tersengal, dia benar-benar berada di tahap menahan tangis yang begitu menyesakan, kemudian dia berkata "Ed bisakah- bisakah kau membiarkan aku- maksudku kau telah mengambil segalanya dariku, aku hanya meminta agar kau melepas ku. Kau tahu setiap melihatmu segala kejadian mengerikan itu terus terngiang. Aku amat berterimakasih dengan niat baik mu, aku juga menghargai dirimu yang berniat mempertanggung jawabkan tindakanmu, namun tidakkah kau berpikir untuk mendengar pendapat ku yang disini menjadi korban mu?! aku tau perlakuan baikmu sekarang murni terpaksa karena kejadian semalam itu"
Raut wajah Ed berubah serius, nada suaranya meninggi "Jawabanku masih sama tidak. Ya menurutmu ini jahat tapi bagiku ini lebih baik. Naiklah ke kasurmu Jane, jangan biarkan aku mengulang, sudah cukup aku lemah lembut terhadapmu. Aku memang bajingan lebih baik kau terus menganggap aku buruk, jika kau tak mendengar ku biarkan aku membuatmu mendengarkan ku-" Ed dengan paksa mengendong Jane menaruhnya pelan ke kasur, lalu menyelimutinya.
Tatapan ketakutan Jane terhadapnya kembali ditunjukan. Ed mengeratkan giginya kuat "Oh, sialan" Setelahnya dia keluar dari kamar Jane.
Setelah hari itu Ed tak menampakan diri lagi, hanya tante Weni yang terus terlihat disekitaran Jane. Jane tak menanyakan apapun tentang Ed, dia hanya terdiam sesekali mengangguk atau menggeleng jika jawabannya diperlukan.
Beberapa hari belakangan orang-orang tampak sibuk mempersiapkan acara pernikahannya. Perancang gaun, perias, lalu dekorasi seperti apa yang diinginkan. Jane memilih mengikut kemauan tante Weni, dia tak pernah mengharap lebih sekalipun tante Weni meminta pendapatnya dia hanya berkata 'apapun yang Anda suka maka aku pun akan menyukainya' tentunya tante Weni melakukan sesukanya dan yang terbaik menurutnya, apa lagi ini pernikahan putra satu-satunya. Pernikahan akan dilangsungkan satu bulan lagi, orang tua Ed berharap pernikahan diadakan secepatnya. Namun Jane mendengar Ed menolak masukan keluarganya, dia meminta agar diberikan jangka waktu untuk mempersiapkan segalanya setidaknya momen seumur hidup harus dilakukan dengan baik.
Setelah semuanya, harinya di kediaman baru cukup tenang. Hanya tenang di luar, tapi hatinya begitu kacau. Tante Weni sering mengajaknya jalan-jalan pagi, makan berbagai cemilan, lalu sorenya kembali jalan-jalan di sekitaran rumah terkadang jika bertemu orang-orang tante Weni akan memperkenalkan Jane dan dengan sombong mengatakan bahwa wanita cantik yang dia bawa adalah calon menantunya. Jane hanya mengikuti daily rutin tante Weni tanpa menolak.
Terkadang terbesit di benaknya untuk melarikan diri atau melakukan hal-hal membahayakan, tapi dia tak berdaya meninggalkan Ibunya di dunia ini sendiri. Dia masih belum dimaafkan oleh Ibunya dan banyak hal yang ingin dia jelaskan. Oh, Jane tak tau harus melakukan apa terlebih pernikahannya sudah dekat, dia tak ingin itu terjadi dan melihat wajah Ed di setiap detik. Namun Jane baru mengetahui bahwa kelurga Butler bukan orang-orang sembarangan yang mudah diusik. Joni Butler, dia seorang pengusaha tapi itu background luarnya saja, nyatanya dia seorang mantan mafia ilegal yang terkenal kejam dan membabi buta, walau katanya dia sudah pensiun tetap saja menakutkan. Weni Butler dia seorang top Model, namun setelah pensiun dia hanya fokus dengan bisnis kecantikan yang dia miliki. Lalu Ed Jayde Butler dengan nama orang tuanya dia memiliki segalanya selain dituntut menjadi penerus yang serba bisa untuk menerusi semua aset keluarganya, dia mengembangkan usaha bisnis keluarganya jauh lebih pesat diusianya yang masih muda. Tidak jauh berbeda dari Ayahnya. Ed memiliki koneksi dengan orang-orang berpengaruh dan bahkan kabarnya dia berhubungan dengan mantan-mantan kriminal untuk urusannya, singkatnya tindakan kotor yang memang perlu. Saat mengetahui kenyataan itu Jane rasanya terperangkap di sarang harimau yang kapan saja bisa menerkamnya. Dia lebih memilah sebelum berbicara, dia menjadi lebih tertekan dan lebih takut. Terkadang dimalam hari dia kesulitan tidur dan terkadang menangisi diri dalam diam.
Lalu ditengah rutinitas harian mereka jalan-jalan sore, tante Weni berkata "Jane apa ada hal yang kau inginkan, katakan saja"
Jane menggeleng.
Tante Weni menghela napas, setelah kedatangan Jane dua minggu lalu dia tak banyak berbicara, dia tau Jane tengah berada diposisi traumatik nya. Itu sangat menghawatirkan segala cara tante Weni lakukan agar Jane bisa sedikit rileks dan perlahan membaik. Hal yang membuat tante Weni resah putranya jarang terlihat atau menemui Jane, ya dia beralasan sibuk bekerja tapi tidakkah dia bisa berhenti bekerja dan menemani calon istrinya sebentar. Bahkan suaminya ikut memarahi tingkah Ed, namun dia tetap memegang teguh kalimatnya "aku tengah bekerja, jadi selama menuju pernikahan tolong temani calon istriku Ibu" Ya hanya kalimat itu yang dia lontarkan padanya, memang mengesalkan saat mendengar menjelang pernikahan mereka. Tapi, tante Weni tetap bersabar mungkin putranya memiliki alasan, namun jika dia bertingkah maka dia tak segan memukul kepala putranya itu sampai pecah.
Hari mulai petang, mereka berdua kembali ke rumah, di halaman terparkir sebuah mobil hitam, itu mobil paman Joni. Dia tengah menunggu di bangku taman dengan berbagai makanan di atas mejanya. Tangannya melambai memanggil kearah mereka.
Jane hendak masuk ke dalam rumah, tapi tante Weni langsung menarik lengannya. Tante Weni berbisik pelan "dia memanggil mu juga sayang"
Dengan begitu mereka menemui paman Joni, dia tak banyak berbicara hanya menggerakkan tangan menyuruh mereka duduk dan langsung dimengerti mereka.
"Makanlah" Suruhnya.
Jane menaikan alisnya dia hendak menolak, tapi paman Joni dan tante Weni memberikan anggukan. Mau tak mau Jane mengikuti kemauan mereka. Di meja terdapat beberapa kue-kue yang terbuat dari ubi, ya tampak cukup menarik.
Tante Weni dan paman Joni tampaknya sibuk membicarakan sejauh mana persiapan pernikahan, lalu apa ada hal yang kurang, atau sesuatu yang belum? Jane tak ingin terlibat lebih lama lagi dengan mereka, dia mengambil satu kue dan memakannya, setelahnya dia berpamitan lebih dulu untuk kembali ke kamar karena lelah.
Namun saat dia hendak bangun dari kursinya dia limbung, jatuh pingsan. Samar-samar dia melihat wajah panik dan keterkejutan paman Joni dan tante Weni.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments