Anugerah dan dia yang menganggu

Jane membuka mata dengan pelan, rupanya dia masih dikamar yang sama. Dia selalu berharap ketika membuka mata dia berada di rumah Ibunya dan segala kesedihannya hanya mimpi belaka, rupanya ini kenyataannya. 

Jane menatap seseorang yang tertidur di samping, itu Ed yang tampak lelah bahkan dia masih menggenakan jas-nya, sepertinya dia tergesa-gesa dan tak sempat menganti bajunya.

Jane hendak menarik tangannya yang digenggam Ed, namun karena hal itu menyebabkan Ed terbangun. 

Suasana menjadi hening, Jane membuang muka. Ed tak berkata apapun, hal itu lebih mengusik Jane terlebih ketika dia kembali menatap Ed matanya berkaca-kaca menimbulkan pertanyaan dalam benak Jane, ada apa dengannya?. 

"Apa kau menyesali karena terburu-buru memutuskan menikahi ku?" Jane memecahkan keheningan, dia tidak nyaman dengan kondisi ini. 

Ed menggeleng pelan. 

"Lantas kenapa kau terlihat ingin menangis, setelah lama menghilang?" tanyanya yang bingung dengan sikap Ed, harusnya dia yang menangis disini. 

"Aku akan menjadi Ayah itu membuatku bingung harus bertingkah seperti apa?!" lirihnya. 

Jane terkejut mendengarnya, kemudian dia kembali tampak tenang , dia menatap langit-langit kamar, sembari menghela napas pelan lalu berkata "oh, selamat. Jadi pernikahan kita akan batal, tenang saja aku tak akan marah jika kau menikahi wanita lain. Ya, rupanya kau memang bajingan-" 

Ed mengacak kasar rambutnya, tak habis pikir dengan Jane "bisakah kau tidak berpikiran aneh tentang ku, kau pikir aku pria yang tak bisa setia dengan satu wanita. Kau pikir aku seburuk itu, tidak!! kau yang pertama dan terakhir"

Jane dengan keterkejutan nya terdiam, dia mencerna kalimat itu "Jadi?!" 

Ed mengangguk "Dokter yang memeriksa mu berkata bahwa kau sedang hamil. Aku akan menjadi Ayah lalu kau Ibunya" 

Entah kenapa wajah Ed terlihat merona dengan ekspresi malu-malu. 

Jane tak mempercayainya, dia tertawa cukup kencang sampai-sampai air matanya hendak ikut menetes "lelucon apa lagi ini, huh? ini sungguh membuatku muak jangan bercanda!!"

Wajah Ed berubah datar, rupanya hanya dia yang bergembira disini. Ah, dia baru ingat bahwa Jane tak pernah menganggapnya dan segalanya salah dimatanya. 

Melihat wajah Ed yang serius barulah Jane mulai percaya. Rasanya aneh, ketika sesuatu yang tidak direncakan terjadi begitu mudahnya. 

"Begitu ya" Jane membelakangi Ed, jika memang benar dia tengah mengandung maka dia tak bisa lari. Rasanya sesak mengingat harapannya menciptakan keluarga cemara untuk anaknya, namun hal ini terjadi bukan keinginan. Tidak kah dia bersyukur? keluarga Butler tampak baik padanya, apakah semudah itu mempercayai orang asing. Tidak, sekalipun dia pernah saling mengenal dulunya dan sesuatu seperti perasaan tidak mudah menerima-nya. 

"Ed aku tau kau lelah istirahatlah" 

Kalimat itu berarti Jane ingin menyendiri. Ed menatap Jane dengan berusaha bersabar, sampai akhirnya dia beranjak dari duduknya kemudian menutup pintu kamar. 

Jane duduk di kasur menyender, Setelahnya barulah dia menangis. Apa yang harus dia lakukan, bagaimana bisa dia diuji seperti ini. Anak? sejauh ini dia belum siap.

Kemudian, dia menatap perutnya, dia mengelus nya pelan "Jika memang benar ada anak disini dia tak pantas kesepian ataupun disalahkan. Ya, mama akan menjagamu-" Jane mengusap-usap pelan perutnya yang masih datar.

Ed tak meninggal kan kamar, dia masih berdiri di sana menatap Jane dari celah pintu. Dia tampak resah, raut wajahnya menjelaskan betapa sedihnya dia. Tangan Ed mengepal kuat, setelah nya dia meninggalkan kamar Jane.

Esok harinya. Rumah menjadi ramai, tante Weni bergembira, dia jauh lebih ketat dari sebelumnya terlebih mengenai apa yang dikonsumsi Jane. Namun, dia tak menampakan kegembiraanya dengan gamblang karena dia tahu bahwa Jane belum bisa menerima kenyataan di tambah dia mengandung yang mungkin saja dia belum siap, bagaimana pun dia harus memperhatikan kesehatan mental menantunya itu. Bahkan rencana pernikahan akan dipercepat dari rencana sebelumnya.

Rumah menjadi hening dengan perginya orang-orang. Jane menunggu diruang tamu, berusaha merilekskan dirinya. Hari ini hanya dia di rumah, paman dan tante memiliki kesibukan lain, sama halnya dengan Ed setelah hari itu dia sama sekali tak menampakan dirinya. Khawatir dengan Jane, tante berpesan untuk menunggu seseorang yang akan datang berkunjung tentunya akan menemaninya. Padahal dia merasa baik-baik saja sendiri. Tetap saja tante Weni memiliki ketakutan, jikalau mood Jane tiba-tiba buruk bisa saja memicu depresi.

Ting tong!! 

Bel pintu berdering, Jane bangkit dari duduknya kemudian membuka pintu. Terlihat seorang wanita berambut pendek yang tampak seumuran dengannya. Wanita itu menyunggingkan senyuman kearahnya. 

"Kau pasti Jane bukan?! Aku mendengar banyak tentangmu dari tante Weni. Aku terkejut tante menghubungiku meminta agar Aku menemani seseorang dan tampaknya tante menyukai mu"

Ya, baru saja bertemu wanita itu mencecarnya dengan kalimat-kalimat memusingkan. Wanita itu sepertinya orang yang ceria dan mudah bergaul. Meski begitu pastinya dia tamu tante Weni dengan begitu Jane mempersilahkan nya masuk. 

Wanita itu dengan senang hati masuk ke rumah, kemudian dia mengamati Jane yang tengah berjalan didepannya "kau tak banyak berbicara? bukankah kita seumuran, ku pikir kita bisa menjadi teman akrab" Dia terus berbicara sesukanya, sangat berisik, dan menganggu. 

"Aku Lily Dale" Wanita itu menyentuh pundak Jane, rasanya dia memperlihatkan betapa ramah dan mudah akrab nya dia. 

"Salam kenal" Jawab singkat Jane. Dia kembali duduk di sofanya memposisikan diri dengan nyaman. 

Lalu lily ikut merebahkan diri di sofa. Kemudian mulai bercerita tentang dirinya juga hubungannya dengan  keluarga Butler. Lily rupanya sepupu dari Ed. Dia juga bercerita mengenai kekagumannya pada Ed, sosok yang mengagumkan, dan pesona Ed yang memikat banyak wanita. Lily juga menceritakan bahwa dia dan Ed cukup dekat juga pada paman dan tante. Kemudian tibalah pembicaraan yang tampaknya menjadi penasarannya, dia berkata "Jane tante Weni meminta ku menemani seorang wanita yang katanya sudah di anggap sebagai putrinya. Lalu Aku tau itu pasti kau" dia tersenyum penuh maksud kearah Jane dengan manis. 

Dia melanjutkan kalimat nya lagi "Jadi kenapa kau disini, di rumah Ed yang ku dengar baru dibelinya. Apa kau tak memiliki rumah sehingga kau menumpang disini?"

Jane mulai mengerti arah pembicaraan ini, Lily memang terkesan ramah namun itu caranya untuk mengusik lawan bicaranya.

Jane memang mendengar bahwa rumah ini baru dibeli oleh Ed saat dia sampai di kota ini. Ed tinggal di kota Bali lalu kemudian kembali ke kota kelahirannya palembang yang telah lama dia tinggal kan, alasan membeli rumah disini yang di dengar Jane adalah untuk urusan bisnisnya. 

Jane berusaha terlihat ramah, dia menjawab dengan agak terkejut "Ah, mungkinkah kau tidak mengetahuinya. Kau berkata bahwa kau amat dekat dengan keluarga Butler, tak mungkin tante Weni tak bercerita mengenai seorang wanita di rumah putranya" Balasan menohok Jane membuat Lily terdiam. Jelas mengenai kedekatannya dengan keluarga Butler hanya mengada-ada. 

Lily tampak resah "Haha, santai saja pertanyaan ku mungkin menyingung mu. Aku hanya ingin kita lebih dekat" Dalihnya berusaha kembali menghidupkan suasana dan menyembunyikan kebodohan dirinya. 

Jane membuang muka, lalu meraih buku yang ada di laci bawah meja. Oh, dia kesal harus bertemu dengan wanita semacam Lily. Jane langsung mengetahui gelagat lily, bahwasannya dia memiliki perasaan pada Ed. 

Sejujurnya dia tak ingin ikut campur mengenai kisah cinta Ed, namun bagaimana pun dia harus mematahkan kesombongan yang di tunjukan wanita itu padanya. 

Episodes
Episodes

Updated 66 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!