Kriing!
Suara lonceng caffee menarik beberapa pegawai.
Raya dengan pakaian sekolahnya datang dengan tas yang terlampir di bahu kanannya, ia menghampiri salah satu pegawai wanita, kebetulan dia mengenal beberapa dan seluruh pegawai juga sudah tak asing dengan kehadirannya.
"widih...., lagi rame banget nih kak?"
"Iya nih"
"Bonus-bonus..."
"Hahh..., bisa aja kamu, oh iya!, meja yang biasa kamu tempatin udah di kosongin tuh, tadi pak Yohan yang suruh soalnya, katanya kamu mau dateng"
"Oh gitu, ok deh!"
Dengan segera ia menuju tempat duduknya, benar saja mejanya di kosongkan, ia mengambil papan bertuliskan booked di atas meja.
"Hahh... ada-ada aja"
Raya menyingkirkannya ke pojokan, ia ada janji dengan seseorang sekarang.
Tadi setelah ia meminta nomor ponsel milik Awan ia langsung membuat janji, itupun baru bisa di lakukan setelah Angkasa membantunya bicara.
"Menunggu adalah hal yang paling gue benci, tapi demi lo..., liat aja gue bakal minta traktir bakso besok" gumamnya lalu tertawa jahat.
Pikirannya sudah mulai di penuhi oleh potret bakso dan membayangkan rasanya.
Sekitar lima belas menit ia menunggu akhirnya yang di tunggu datang, ia melambai untuk memberi tanda.
"Nunggu lama?" Tanya Awan memilih duduk di sebrang Raya.
"Nggak"
Objeknya membenarkan posisinya, ia melirik ke kanan dan kekiri.
"Lo pesen minuman aja dulu kak, gak usah tegang"
"Boleh deh, lo mau pesen gak?"
"Nggak deh"
"Yaudah, gue pesen dulu ya"
Raya bergumam dan mengangguk sebagai jawaban, sebenarnya ia bingung ingin bicara apa, tapi sebagai teman..., ia tak bisa membiarkan Bulan seperti itu.
Tak butuh waktu lama bagi Raya menunggu karna Junghwan kembali dengan cepat.
"Oh iya, ada apa?"
"Eum... sebenarnya gue juga bingung sih, tapi_"
"Ini soal Bulankan?"
Raya menghela nafas.
"Iya, tuh lo tau"
"Lo kalo gak tau apa-apa lebih baik gak usah ikut campur"
Nadanya yang terdengar datar dan dingin membuat Raya sedikit jengkel.
"Gue emang gak tau seluruhnya, tapi jangan pikir gue gak tau kalo lo sama kak Travis suka sama satu orang yang sama"
Awan menatap Raya tajam.
"Dia itu cuma mau mainin hatinya Bulan aja Raya"
"Terus kenapa lo malah ngasih space buat Travis masuk?"
"Gue nggak kasih"
"Tapi dengan cara lo ngejauhin dia aja, lo itu udah kasih ruang kak Travis untuk ada buat Bulan kak"
Ucapan Raya seketika membuat Awan terdiam.
"Lo mikir gak sih kak, gue tau lo lagi marah dan cemburu, ngebiarin Bulan buat renungin apa salahnya dia, tapi kalau selama kemarin kak Travis hadir buat Bulan gimana?"
Raya menaikkan sebelah alisnya, ia gemas.
"Kita nggak tau seberapa cepat kak Travis bisa buat Bulan nyaman, kan lo tau sendiri kak Travis pinter dalam hal itu, emangnya lo mau hal itu terjadi?"
"Nggak lah!, gue sayang banget sama Bulan"
"Nah, makannya, Bulan nangis-nangis loh kak dari kemarin, lebih baik lo ke rumahnya deh nanti"
Awan diam sejenak, ia tak menyangka kalau kekasihnya itu akan menangis selama itu.
"Bulan nangis?"
Raya merotasikan matanya, bersedekap dan bersandar.
"Baru tau najis!"
"Serius?"
"Iya!, dari kemaren dia nangisin lo anjing!, cih!, laki apaan lo?!"
"Gue cabut deh, nanti kalo punya gue dateng buat lo aja"
"Eh tapi_"
"Tenang aja udah di bayar, makasih ya"
Raya hanya ternganga lalu mengangguk, ia sebenarnya tak berniat untuk bertanya tentang sudah di bayar atau belum.
Tapi...,
Yasudahlah, ia hanya menatap kepergian Awan tanpa bicara.
Raya menghela nafas, ia menumpukan kepalanya diatas meja beralaskan tangan, bingung ingin melakukan apa.
"Mau ke ke toko, tapi males..."
Tak lama ia merasakan seseorang duduk di hadapannya.
"Halo Aya"
Dari suaranya ia yakin kalau yang duduk di hadapannya adalah Yohan.
"Halo kak"
"Ini minumannya"
Raya membenarkan posisinya.
Yohan menyodorkan segelas vanilla latte.
"Gimana harinya?, ketosnya masih ganggu lo nggak?"
"Eum..."
Raya memainkan sedotan, tak ada niat untuk ia minum.
"Baik, lancar, masih, cuma sekarang gue udah terbiasa"
Yohan tertawa, ia memajukan tubuhnya, mengacak pucuk kepala Raya gemas.
"Ish, kebiasaan deh" Omel Raya tanpa mengelak perlakuan Yohan.
Yohan sudah menganggap Raya seperti adiknya, dalam dirinya ia selalu merasa ada tanggung jawab untuk melindungi Raya.
Rayapun merasakan hal itu, namun terkadang cara Yohan menyampaikan rasa sayangnya terlalu berlebih, hingga terkadang... ia lupa kalau Yohan hanya menganggap dirinya sebagai adik.
"Kak"
"Hm?"
"Gue gabut nih"
Yohan berpikir sejenak.
"Lo mau belajar"
Raya berdecak.
"Ini masih ngebul ya kak, abis belajar" menunjuk kepalanya.
Yohan menyeringai, ia kembali berpikir, ingin mengajak refreshing pun ia masih banyak kerjaan.
"Gimana kalau lo bantuin gue?, nanti gue gaji, lumayankan buat nambahin uang jajan, kebetulan ada satu karyawan yang lagi cuti"
Raya berpikir sejenak, sebenarnya tak ada niatan untuk bekerja, tapi...
Ia mengangguk.
Yohan menunjukan senyumannya.
"Yaudah ayok"
Mereka beranjak.
"Ayok!, eh, tapi janji ya di bayar" menunjuk Yohan dengan jari telunjuknya.
Yohan tertawa, ia menangkup jari Raya.
"Iya..." Menyingkirkan jari Raya dari hadapannya, ia bahkan merangkul Raya dan tak membiarkan Raya lepas dari kekapannya.
"Kak ih..., bener-bener lo ya!"
Yohan hanya bisa tertawa, tak membayangkan kalau Raya akan bisa lepas dan melayangkan beberapa pukulan ringan padanya.
"Hahhh..., sakit, iya maaf-maaf!"
"Ck, nyebelin"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments