Mungkin selama ini adalah suatu hal yang tidak mungkin terjadi bagi seseorang bernama Raya Amandita untuk bangun di pagi hari.
Bahkan si pemilik tubuh saja tak percaya.
Namun...
Ntah ada kejadian apa yang membuatnya terbangun dan sudah mengenakan seragam sekolahnya saat waktu masih menunjukkan pukul setengah enam pagi.
Si pemilik tubuh hanya bisa tertawa sambil memuji dirinya di depan cermin.
Raya tersenyum puas.
"Widiih!, keren banget lo ya, hahhh...., bocah gila kali ya bangun pagi-pagi"
Berbicara pada diri sendiri bak orang yang mengalami trauma berat.
Saking senangnya Raya menampilkan beberapa pose genit di kaca.
"Incess mau berangkat dulu ya bye... muach!"
Berjalan bak artis di atas red carpen.
Namun...
Wueek!
Raya mulai ingin memuntahkan isi perutnya, merinding jika mengingat dirinyya di pantulan kaca.
Dia tertawa lalu bersiap ingin pergi kesekolah.
"Makan dulu kak"
"Nanti aja di sekolah mah"
"Makan dulu... nanti kalau sakit dikiranya mamah gak ngasih makan kamu lagi, hahahhh... Ya nggak dek?!, padahal mamah udah masak"
Raya mulai menghela nafas, padahal baru saja hari di mulai moodnya sudah rusak saja pagi ini.
'Kalau gini mendingan gue berangkat siangan kayak biasa aja tadi' batinnya.
"Nggaklah, masa kayak gitu"
"Hahh..., kali aja kan kamu bilang sama gurunya kalau gak di kasih makan"
Sebenarnya jika boleh jujur, candaan itu menyakitkan untuknya, namun jika di bawa serius...
Mungkin dirinya juga akan jadi pemancing amarah, ia tak mau pagi hari ini rusak karna hal sepele yang seharusnya hanya candaan, selain itu... Sekarang ia juga sedang malas berdebat.
Tanpa maau basa-basi lagi ia mengemas semua perbekalan yang ada, semakin lama ia bergabung... Mungkin akan ada hal lain lagi nantinya yang akan menyakitkan.
"Nggak sarapan dulu nih kak?, beneran?"
"Hm, kaka berangkat".
ㄱㄱㄱ
"Wah!, siapatuh yang dateng pagi-pagi gini?!, silau-silau!!"
Raya terkekeh melihat pak satpam yang bereaksi berlebihan terhadap kedatangannya.
"Si bapak bisa aja..!"
"Lagian tumben banget dateng pagi-pagi!"
Raya melirik ke kanan dan kekiri, kemudian mengarahkan pandangan pada pak satpam.
"Kenapa Ay?"
"wih!, paling pagi nih kayaknya" Ucapnya membanggakan diri sambil membenahkan kerahnya.
"Hahhh..., sejauh ini mah belum Ya!"
Raya jelas terkejut, ia pikir dia sisswa paling pagi sekarang.
"Wah?!, masa?!, ada lagi yang paling pagi emang?!"
Pak satpam tertawa melihat reaksi dari Raya, apalagi jika dia tahu murid yang datang lebih pagi bisa datang bahkan sebelum matahari terbit semmpurna.
"Yaiyalah ada!"
"Siapa pak emang?, orang gila kali dateng pagi-pagi"
"Hahh..., yee... si Aya, itu mah kamu aja yang aneh"
Raya tersenyum remeh.
"Lagian nih ya pak..., cuma murid pinter doang yang berangkat pagi-pagi!"
"Alah... Itu mah alasan neng Aya aja itu mah!"
Raya tertawa.
"Oh iya pak, nih ada bekel, makan nih pak Saya gak laper"
Raya meletakkan bekelnya di atas meja yang berada di dalam pos satpam.
"Loh!, kok di kasih saya sih?!, emang neng Aya udah makan tah?"
Raya menggeleng, tak ada rasa ingin makan sekarang.
"Nggak laper pak, dah ah saya masuk dulu ya"
"Yo!, makasih ya neng Aya!"
Raya tak menjawab, ia hanya mengacungkan ibu jarinya tinggi-tinggi.
Beda seperti biasanya, kali ini suasananya sangat sepi.
Padahal teman-temannyalah yang jadi energinya.
Dengan langkah gontai Raya berjalan menuju Rooftop.
Kieet...
Tak Raya sangka, terlihat sosok seseorang terbaring nyaman di atas sofa yang sering ku tiduri dengan wajahnya yang di tutupi oleh buku.
"Kak Asa?"
Tak ada sautan.
Raya mendekat, mencolek-colek Angkasa berharap agar tubuh itu. Bangun daan berbagi tempat dengannya.
"Kak Asa!, bangun dong!"
Sayangnya Angkasa tak kunjung bangun, karna kesal Raya menarik tangan Angkasa.
"Bangun..."
Srak!
Angkasa yang sedang tidur langsung terusik karna Raya menariknya dengan sekuat tenaga.
"Apaansih lo?!" Kesal Angkasa.
Raya berdecak.
"Gue mau duduk, badan lo kepanjangan!" protes Raya.
Angkasa mengusap wajahnya, beranjak berniat untuk mencuci wajah.
"Jam berapa sih?"
Angkasa meraba sekitar, mencari keberadaan benda pipih milikinya.
"Jam setengah tujuh"
"Jam setengah tujuh?"
Raya memutar bola matanya malas, ia mendudukkan dirinya disamping Angkasa.
"Kenapa?, heran lo gue di sini jam setengah tujuh"
Ketika menemukan ponselnya Angkasa langsung mengecek jam, benar saja apa yang Raya katakan.
"Ada angin apaan lo dateng pagi-pagi gini?"
"Angin syurga, dah sana pergi, gue mau tidur ngantuk"
Raya mendorong tubuh Angkasa dengan kakinya, tak ada rasa segan sama sekali, lagi pula dendamnya belum terbalaskan.
"Ck!, gak sopan banget sih lo, punya adek kelas gini amat" Oceh Angkasa kemudian beranjak pergi.
"Dih!, siapa juga yang mau jadi adek kelas lo!!"
Raya memukul sofa karna saking jengkelnya, ntah mengapa dari awal bertemu ia selalu merasa emosinya gampang tersulut.
Tapi, kenapa bisa-bisanya ia tak mengenali wajah Angkasa?
Apa karna dirinya kurang update?
Sebenarnya Bulan selalu memberi tahunya, Bulan memang selalu memuji dan mengagumi Angkasa di depannya.
Namun...
Terkadang setiap Bulan menunjuk dan dia melirik, sosok Angkasa pasti selalu sudah menghadap depan jadinya yang ia tahu hanya punggungnya.
Dan karna hal itu juga jadinya ia tak tertarik.
ㄱㄱㄱ
Duar-duar-duar!!!
Suara itu langsung membuat sosok Raya terbangun sambil memegang dadanya, ia terduduk dengan kepalanya yang pusing.
"Aduh siapa sih?!!!"
Amarahnya meluap, siapa juga yang tak kesal jika di bangunkan dengan cara seperti itu.
Apalagi yang di pukul adalah sebuah seng, bisa bayangkankan betapa berisiknya itu, walau ntah dari mana seng itu berasal.
"Gue, kenapa?!"
Ternyata Angkasa lah yang membangunkan Raya.
Raya memegang kepalanya yang terasa pening, sedang tangannya mengusak mata kiri jadi ia menatap Angkasa dengan sebelah matanya.
"Bisa gak sih?, gak usah ngurusin gue gitu?!, suka ya lo kak sama gue?!, demen banget gangguin gue"
Omel Raya sembari mengatur nafasnya.
"Bangun-bangun, gak usah ngelantur, udah bell, masuk sana!"
"Ish!" Raya menendang kakinya asal.
Hatinya mulai kesal dan terganggu atas kehadiran angkasa.
"Bangun"
Duar-duar-duar!!!
Raya spontan menutup telinganya, ini sangat menjengkelkan.
"BERISIK...!"
Raya beranjak dan bersiap ingin memukul Angkasa untuk melepas dendamnya.
Sayangnya setiap dia memukul, Angkasa selalu sigap menyangkal semua pukulannya.
"Gue salah apa sih sama lo?!, kayaknya lo nyecer banget gue"
Angkasa menghela nafas panjang, adik kelasnya itu semakin lama semakin melantur, tanpa mau basa-basi lagi ia menggenggam kuat seragam bagian pundak Raya dan menyeretnya kedalam.
"Eh, sobek tolol!, ih kak Asa!!!"
Seberapapun ia mengaduh Angkasa tak akan mendengarkannya, akhirnya iapun memilih pasrah.
ㄱㄱㄱ
"Aaaargh!, iiihh!"
Brak
Brak
Brak
Tangan Raya memukul-mukul meja, menyalurkan setiap rasa kesalnya disana, kali ini ia sudah tak tahan lagi.
Raya mengamuk, berteriak, menggigit, pokoknya apapun yang bisa ia lakukan untuk melampiaskan amarahnya ia lakukan.
Teman-temannya hanya bisa pasrah dengan apa yang dia lakukan.
Bulan menenangkannya, dia mengusap-usap punggung Raya pelan.
"Udah-udah..., lagiankan kak Asa kayak gitu buat kebaikan lo"
Bulan ingat jelas kalau Angkasa tadi menyeret Raya dan mendorong temannya itu asal, bahkan dia mengunci pintu kelas agar Raya tak bisa keluar.
Padahal Raya merupakana anak yang tak menyukai paksaan, wajarlah jika temannya itu kesal, pelajaran pertama sudah lewat namun amarahnya tak kunjung mereda.
"Kesel bannget gue Lan!!!, ih!, emang dia pikir dia siapa hah!"
Bruk
Raya menenggelamkan wajahnya di meja, namun. Karna saking kesalnya, benturan antara tangan dan meja menimbulkan suara.
Raya mengangkat pandangannya, menatap bulan dengan puppy eyes nya.
Bulan sudah tak heran lagi dengan perubahan sikap Raya itu.
"Apa sayang?!"
"Huaaaa, padahal hari ini gue dateng pagi loh Lan"
"Iya?!"
"Iya, tanya aja pak satpam, tapi...."
Bruk!
Raya kembali memukul meja yang kali ini berhasil membuat beberapa penghuni kelas terkejut.
"Gue harus memusnahkan manusia itu sepertinya Lan, liat saja wahai manusia!, aku akan membalaskan dendam ini padamu!!!!, Hahhh....!!!"
UHUK-UHUK!!
"Hem... Banyak tingkah si!" Celetuk Fahri.
"Uhuk-uhuk!, air-air!!"
Tangan kanan Raya menepuk-nepuk dada dan tangan kirinya mengadah, meminta air.
"Eh Ratu Aya kesedak air woy!!!" Teriak salah satu murid yang duduk di bangku sebelahnya.
"Air-air!!"
"Itu di dus ambilin dong woy!" imbuh yang lain meminta tolong pada seseorang yang duduk dekat kardus air kemasan.
"Nih-nih!" Yang mendapat operan menyerahkan pada Fahri.
"Nih-nih, ah banyak tingkah, heran gue" sodor Fahri pada Raya.
Raya mengambilnya, menusuknya sambil terbatuk-batuk.
Setelah merasa kega ia menyeringai.
"Makasih bestie"
"Nyenyenye, makannya jangan ngomel-ngomel mulu".
Raya hanya menyeringai mendengar hal tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Thinkboy
udah bakal jadi list novel favorit pokonya👍
2023-12-28
1