"Kak Angkasa, kak Travis!, tunggu".
Angkasa menoleh, ia melihat siswi yang menenteng tas yang ia kenali sebagai barang milik Raya berjalan kearahnya.
"Ka, kalian liat Raya gak?"
Angkasa tersenyum remeh.
"Dia bolos lagi palingan"
Bulan menggeleng.
"Raya kalo bolos pasti bilang ke gue, paling nggak abis bel keluar langsung dateng"
"Emangnya terakhir kemana?" tanya Travis.
"Tadi bilangnya mau ke kamar mandi, tapi gak balik-balik"
"Coba liat cctv Sa"
Angkasa mengeluarkan benda pipih tersebut dari saku celananya, dengan cepat ia membuka ponselnya dan membuka cctv.
"Buka bagian depan kamar mandi aja"
Protes travis ketika Angkasa hanya diam fokus menatap layar yang terbagi menjadi belasan kotak.
"Sabar buset!"
"Ya maap"
Setelah menemukan letak cctv depan kamar mandi, Travis menemukan sosok wanita yang tak asing.
"Hani?"
Angkasa dan Travis saling menatap.
"Hani dah balik belum ya?" Tanya Angkasa.
"Udahlah!, orang dah dua puluh menit yang lalu"
Angkasa terdiam.
"Lo ada nomornya?"
"Mana gue punya, ngapain gue punya nomor dia!"
Angkasa terkekeh, pasalnya temannya itu memiliki banyak nomor wanita.
"Gimana nih kak?!"
"Lo udah cari ke atap?"
"Udah, bahkan gue udah ngehubungin karyawan caffee tempat biasa Raya nongkrong juga katanya gak ada"
Bulan mulai panik, ia takut terjadi sesuatu terhadapnya.
"Aduh kak gimana dong..."
"Lo tenang, gue akan bantu lo"
Travis melirik ke Angkasa sekilas.
"Gue juga kalo gitu"
Bukan hanya sekedar khawatir, ia tak akan membiarkan hal yang sama terulang kembali, ia ingat dulu pas hari dimana Raya masuk rumah sakit, itu juga karna kelalaiannya.
Raya tipikal anak yang sering bolos dari sejak SMP dan kebiasaannya masih sama, sebelum membolos pasti anak itu selalu bilang padanya.
Sejujurnya dulu...
Raya di bully.
Dia di bully karna membelanya, itulah mengapa ia sangat merasa bersalah dan berhutang pada Raya.
Raya membelanya dan rela bergulat dengan mereka, akibatnya mereka yang dulu memebullynya berubah target pada Raya karna dendam.
Karnanya jugalah Raya mengalami amnesia, dan hari itu juga karna dia tak sadar kebiasaan Raya, ia hanya mengantarkan tasnya ke rumah Raya.
"Oh iya Sa, coba lo tanya Gita, Raya kan lagi deket sama lo"
Ucap Travis mengingat bahwa seseorang yang mendekati temannya pasti berurusan dengan Gita.
"Gue bisa minta tolong gak sama lo" melirik ke arah Travis.
"Asal masih bisa gue lakuin"
"Lo anter Bulan kerumahnya Raya deh, takutnya ada di rumah"
"Tapi kak" Cegah Bulan sebelum mereka setuju untuk bergerak.
"Raya gak mungkin bolos ke rumah"
"Kan bisa aja"
"Nggak, gue tau keluarganya Raya gimana, kalau seandainya udahpun, tu anak pasti dah bawa tasnya balik kak"
"Iya juga ya, tapi apa salahnya di coba, atau gak coba lo cek tempat biasa Raya menyendiri Lan"
"Iya, selain di atap sama ruang kelas".
Bulan termenung, otaknya mulai bekerja, setiap sel sibuk bertukar mencari informasi dari memori-memori lama, setelah beberapa saat.
"Yaudah ayok, makasih ya kak dah mau bantu"
"Its ok, kalau udah berurusan sama Gita gue gak bisa diem aja, tu anak emang dah keterlaluan"
Merekapun bubar setelah sepakat untuk mencari bersama.
ㄱㄱㄱ
Tingdong...
Suara bel bergema di dalam rumah besar dengan aksen yang begitu mewah.
Angkasa dengan sabar menunggu para maid membuka pintu.
"Eh den Asa!, ya ampun... terakhhir kesini kapan ya?!, kalau gak salah pas kerkom ya, kamu sering satu kelompok sama Gita pas kelas satu, sehat den?"
"Sehat bi"
"Ya ampun... Syukur deh, oh iya kesini mau kerkom lagi?, atau ada apa?, nyari non Gita ya?"
"Iya bi"
"Tunggu sebentar ya"
Angkasa mengangguk, ia mulai termenung sambil menunggu.
Ada sekitar lima belas menit kemudian, sosok yang ia cari datang.
"Asa...!"
Wajah Gita begitu bahagia ketika mengetahui rumahnya kedatangan Angkasa.
"Masuk dulu yuk!, nanti gue bikinin cemilan kesukaan lo"
Gita menarik tangan Angkasa, berniat menuntunnya masuk.
"Eu... Git" Menahan pergerakannya.
"Ya?!" Tanya Gita dengan bersemangat.
"Gue rasa cukup buat lo lukain semua orang yang berusaha deket sama gue"
Mendengar itu wajah Gita langsung berubah.
Angkasa sadar akan hal tersebut.
"Maksud lo?"
"Git, kalau lo nyakitin Raya, gue gak akan segan lagi ngelakuin apa yang udah pengen gue lakuin dari dulu ke lo!" Ancam Angkasa dengan tenang namun penuh penekanan.
Gita bersedekap, ia terkekeh pelan.
"Lo ngancem gue?"
Angkasa hanya diam tak membalas.
"Ini udah jaman apa..., langsung aja deh gak usah muter-muter!"
Angkasa menarik nafas dalam, ia mencoba untuk bersabar, hari sudah mulai senja.
"Dimana Raya?!"
"Lah kok nanya gue?!, mana gue tau!"
"Gita?!"
"Sssh... Lo lagi di kandang gue kalau lo lupa Angkasa" Raya tersenyum kemenangan.
Angkasa mengepal tangannya kuat-kuat, mengapa jika berurusan dengan Gita selalu saja menguras tenaga, ia harus bisa mencari titik lemahnya.
Gita terkekeh.
"Asa..., Asa.., lo nggak bisa ngambil untung sendiri"
Gita memainkan kuku-kukunya kemudian bersedekap.
"Gimana kalau bernegosiasi sama gue, gue akan kasih tau dimana Raya, dan lo jadian sama gue"
Ucapan Gita berhasil membuatnya naik pitam.
"Kalau lo gak mampu buat seseorang jatuh cinta sama lo, setidaknya jangan ngemis cinta"
Ucapnya kemudian pergi begitu saja dari hadapan Gita.
ㄱㄱㄱ
Mata perempuan itu mulai berkaca-kaca, ia mulai menganggap serius hal ini, ia tak bisa keluar, ia sudah mencoba memecahkan kaca dengan benda yang ada, sayangnya itu tak cukup kuat.
Ia tak tahu mengapa bisa kaca yang terpasang begitu tebal.
"Hari udah mulai gelap lagi!, siapapun tolong gue..."
ㄱㄱㄱ
"Lo yakin disini?"
Tanya Travis sambil menatap iba rumah tingkat yang terlihat layak pakai namun sepi penghuni.
Bulan melirik.
"Iya, tenang aja kita gak akan masuk kedalam kok"
"Lo ngatain gue takut apa gimana?!"
Bulan tertawa.
"Lo ngerasa kak?"
"Ei... Gini-gini gue pemberani ya!"
Tarivis memukul dadanya dua kali, menunjukkan rasa percaya dirinya, itu cukup melakai harga dirinya.
"Udah ah!, sini ikut gue"
Bulan berjalan menuju rumah yang berada tepat di sampingnya.
"Permisi!, Fara!"
Panggil Bulan dengan suara yang cukup lantang.
"Ya... sebentar"
Travis melihat ke arah Bulan.
"Kayaknya lo delet banget ya sama Raya"
"Jelas dong..."
Travis terkekeh, ia menatap figur wajah Bulan lekat-lekat.
Raya yang sadar akan hal tersebut langsung menatap sinis Travis.
"Apa liat-liat?!"
"Lo cantik"
Bulan memutar bola matanya malas.
"Gue punya temen lo kak, jangan macem-macem lo"
"Selagi belum jadi suami mah its ok kan?!" Travis mengedipkan sebelah matanya.
"Dih!, guenya gak mau gimana dong?!"
Perkataan bulan langsung menusuk ke hati.
"Waduh!, belum juga abang berjuang dek, udah di patahin aja"
Bulan hanya terkekeh, di matanya Travis sangat berlebihan.
Tak lama sosok wanita yang kemungkinan berumur tiga puluhan ke atas muncul.
"Iya ada apa ya?"
"Eu... gini bi, tadi Raya kesini gak ya?"
"Loh!, jauh banget nyariinnya kesini, emang dirumahnya gak ada?"
Raya menggeleng.
"Nggak kayaknya mah, biasanya kalau mau kesini juga Raya mah ngabarin neng, ilang apa gimana?"
"Eum..., gak tau bi, yaudah kalau gitu saya pamit ya bi, oh iya saya minta tolong jangan kasih tau orang tuanya ya bi"
"Kok gitu?, emang kenapa?"
"Raya pasti kesel banget kalau tau orang tuanya tau"
"Ouwh... okelah kalau begitu"
Setelahnya Raya dan Travis pamit.
"Kok lo sepanik itu sih?, padahal kan Raya juga udah gede, masa masih lo khawatin aja sih!"
Plak!
"Lo kalau gak tau diem ajadeh!"
"Kan gue nanya aja..., lagian benerkan?!, dia gak mungkin di culik"
"Ish!, gue rau itumah!"
Bulan termenung mengenang masa lalu yang menjadi traumanya, pokoknya kalau sampai terjadi sesuatu..., ia tak akan memaafkan dirinya sendiri.
'Lo dimana sih Raya...'.
ㄱㄱㄱ
Bulan, Angkasa dan Travis kembali bertemu di gerbang sekolah.
Angkasa yang memintanya, ia membawa mobilnya dengan kecepatan penuh, ia tahu sesuatu, tadi... Saat ia menunggu telphon dari Travis dan Bulan ia sempat kembali menelaah cctv, dan ia menemukan sesuatu.
Bulan dan Travis ikut turun sambil bersiap membawa senter karna langit mulai keunguan, Angkasa bilang mereka akan mencari Raya di sekolah.
"Vis, Lan!, ikut gue"
Angkasa berjalan lebih dulu, ia sedikit berlari karna hatinya mulai gelisah dan khawatir, ia tak bisa menyelanya.
Bulan dan Travis mengikuti Angkasa, anak itu membawa mereka kebelakang sekolah.
Angkasa sebenarnya masih tak yakin, namun firasatnya mengatakan bahwa Raya ada di gudang lama sekolah.
"Gudang?"
"Iya, tadi di cctv belakang sekolah gue liat Raya"
"Tapikan bisa aja gak ke gudang"
Cctv belakang sekolah memang tak menyorot bagian gudang, namun dari arah Raya berlari, Angkasa yakin Raya berlari menuju gudang.
Sampai di depan gudang, mereka terkejut karna gudang tersebut terkunci.
"Di kunci"
"Raya!, Raya!, lo di dalem!"
Teriak Angkasa sambil berusaha mendobrak pintu, karna tak mungkin untuk membuka gemboknya, ia mendobrak, karna pintu tersebut kayu, ia yakin akan mudah untuknya melepaskan engsel gembok yang melekat.
"Raya!"
Tak peduli apakah Raya ada di dalam atau tidak, yang penting ia harus membukanya agar tahu ada atau tidaknya.
"Nggak ada kali kak, lagian gak ada suara Raya di dalem"
"Sa"
Angkasa terus mendobraknya, sampai saat pintu tersebut terbuka.
Brak!
Angkasa terkejut melihat Raya yang meringkuk sambil bersandar di tembok, ia diam membeku.
"Raya?!"
Raya yang kenal dengan suara itu, mengangkat pandangannya, ia beranjak.
"Akhirnya bantuan yang gue minta dateng" ia tersenyum lega.
Bulan ternganga, ia tak menyangka dengan ekspresi yang Raya tunjukkan, ia tak percaya Raya sedang tersenyum dengan deretan gigi yang di tunjukkan.
Raya mendekat.
"Mkasih ya, udah jagain tas gue"
Disaat yang lain termangu, Angkasa justru merasa kesal sekarang, ia menarik lengan Raya dan berjalan menuju parkiran, tak peduli dengan Raya yang memberontak tak terima.
Angkasa bahkan mengeraskan genggamannya dan memaksanya untuk berjalan.
"Sakit kak, lepasin!"
Angkasa membuka pintu mobilnya dan menghempaskan Raya begitu saja ke dalam mobil, ia menatap Raya kesal.
"Lo apa-apaansih?!"
"Lo yang apa-apaan!, tutup pintunya"
"Dih!, siapa lo ngatur-ngatur gue?!"
"Tutup!"
"Lo pikir gue takut hah?!"
"Liat aja kalau lo keluar di saat gue masuk gue pastiin orang tua lo tau tentang ini!"
Mendengar itu ia bungkam.
Angkasapun masuk setelah memastikan Raya menutup pintu mobilnya.
Angkasa menarik nafas dalam, begitupun Raya, ia juga sudah lelah.
"Kak"
"Lo boleh nangis Raya, semau lo, gue tau lo takut tadi, lo takut gak ada yang nolongin lo, lo takut gak ada yang sadar lo disana"
Raya menunduk.
Angkasa sebenarnya kesal melihat mata sembab Raya yang samar dengan senyuman yang merekah, ia benci hal itu.
Angkasa mengambil topi yang kebetulan ia selalu bawa kemanapun dan memakaikannya di kepala Raya.
Di sisi lain Raya yang masih berusaha untuk tidak menangis, ia rasa ini tidak perlu ditangisi, sayangnya satu tetes air mata berhasil keluar.
Raya terkekeh.
"Maaf ya kak gue jadi nyusahin lo" Ucapnya tanpa menoleh ke arah Angkasa.
Netra mereka saling bertemu.
Angkasa membeku, ia tau, jauh di dalam hatinya Raya sedang berusaha bertahan, namun kenapa harus sampai sebegitunya.
Angkasa mengalihkan atensinya.
"Gita ngomong apa sama lo?"
"Hah?"
"Ck!, jangan dengerin omongan dia, lo pasti kaget kan kenapa dia bisa tau masa lalu lo, dan keluarga lo"
Raya tertegun mendengar hal itu.
"Lo tau?"
Angkasa melihat ke arah Raya sekilas.
"Itu dah taktik dia, dia akan buat lo ngerasa tertekan, dan nanti dia akan ngancem lo secara gak langsung lewat kelemahan lo supaya lo ngejauh dari gue"
"Ouwh..."
"Tapi kita nggak bisa nyepelein hal itu, dia bisa ngelakuin hal di luar nalar, dia juga gak segan-segan buat ngehancurin keluarga lo"
Raya terdiam, ia tak mungkin membiarkan hal tersebut terjadi.
"Terus gue harus ngejauh dari lo?"
"Terkadang hal itu juga gak cukup buat dia, apalagi kalau dia tau gue suka"
"Hah?".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments