Raya yang sebelumnya datang pagi justru sekarang malah terlamat, bahkan sudah dua jam pelajaran ia lewati, matilah ia kali ini, tak hanya terlambat, seluruh tubuhnya juga basah kuyup karna seseorang yang asal menyiram air tanpa melihat.
Air matanya sudah di pelupuk karna saking kesalnya, belum lagi tadi saat ia bangun, rumahnya sudah tak ada siapapun.
"Nyebelin banget sih!"
Gerutunya dengan suara yang mulai bergetar, selama berjalan kesekolah ia terus meruntuk sambil menatap seluruh pakaiannya.
Bruk!
Raya jatuh terduduk, seseorang menabraknya kuat, ia hanya menarik nafas berat, menunduk, air matanya mulai memberontak keluar, mengapa hari ini ia begitu sial?.
"Maaf-maaf, gue gak sengaja, lo gakpapa?"
Raya tak menjawab, bahkan uluran tangannya pun tak ia balas.
'Cih!, gak sengaja tapi keras banget nubruknya'
Orang tersebut berjongkok di hadapan Raya untuk mensejajarkan tubuhnya.
"Baju lo basah banget, lo dari harapan bangsa ya, mau berangkat sekolah?"
"Bukan urusan lo"
"Gue kebetulan anak pemilik sekolah, lo bisa ikut gue buat ambil seragam baru" Sambil mengulurkan tangan kembali.
Raya menelan salivanya dengan susah payah, mencoba untuk tidak cengeng, ia mengangkat pandangannya.
"Gimana?"
Raya menatap orang dihadapannya itu dengan pandangan aneh, lagi pula scukup aneh baginya, ia menepis tangan tersebut kemudian beranjak.
Diikuti dengan orang tersebut.
"Nggak usah, lagian salah gue juga gak liat jalan, gak perlu segitunya"
Namun baru beberapan langkah, orang tersebut merangkulnya dan menyeretnya mmenuju sekolah.
"Eh?!, baju gue basah ini"
"Eits!, udah biarin, ayok!, angggap aja sebagai permintaan maaf gue"
"Eh..., urus aja urusan lo sendiri, lagi sibukkan?!"
"Ngak juga tuh"
"Huff.. Yaudahlah terserah lo deh, lagian gue udah terlambat banget ini"
"Hahhh... nanti gue yang bilangin, gue yakin lo terlambat karna ini"
Ingin rasanya ia tertawa sekencang mungkin, manusia di sampingnya itu terlalu positif thingking, namun inilah kesempatan emas untuknya.
'Haha... pokoknya gue harus siap-siap berdrama nanti'.
ㄱㄱㄱ
"Aya?!"
Bulan yang terkejut dengan kehadiran Raya di kantin langsung cepat-cepat menghampiri dan kemudian duduk di hadapannya.
"Kemana aja dek...?, tiga pelajaran lo lewatin nongol-nongol di kantin"
Raya terkekeh, ia menyedot es yang ia beli tadi.
"Tadi lo absenin gue apa?"
"Sakit"
"Bagus!, terus guru-guru percaya?"
"Percaya aja sih kata gue mah" Jawab Bulan antara yakin dan tak yakin.
"Gakpapasih yang penting dah absen"
"Iyadeh serah lo, oh iya lo_"
Belum juga Bulan selesai bicara, sosok seseorang datang membuatnya ternganga.
"Hai, temennya Raya ya?!"
"Oh iya Lan, kenalin ini kak_"
"Kak Nathan!" Saking tak menyangkanya Bulan sampai berdiri dan menutup mulutnya dengan tangan.
"Oh?, lo kenal?" Tanya Raya.
Yang di panggil Nathan itu hanya mengangguk dan meminta izin untuk duduk bersama.
"Duduk aja gakpapa kak" Bulan mempersilahkan.
"Wah... ternyata bener ya kakak masih suka kesini"
"Sebenarnya sih tadi gak niat kesini, cuma tadi gue nabrak dia, karna gak enak, terus gue liat baju dia basah, jadi gue bawa aja sekalian minta baju baru"
"Oalah"
Raya menghela berkali-kali karna Nathan dan Bulan hanya bicara tentang even dan mata pelajaran sekolah, bahkan mereka terlalu asik.
Padahal ia yang tadi bertemu terlebih dahulu, mengapa sekarang dirinya yang menjadi nyamuk, syukurlah ketika saat-saat seperti ini ia melihat Angkasa bersama satu temannya yang entah siapa.
"Eung... gue ada urusan nanti nih, kalian lanjutin aja ngobrolnya ya"
"Eh tapi Ay?"
"Udah..., kak Nathan, gue duluan ya"
"Oh iya siap, lain waktu kalau ada waktu kabarin gue ya"
Ucap Nathan karna tadi ia sempat menawarkan Raya untuk makan bersama, sayangnya Raya menolak dengan alasan sibuk, karna itulah Nathan memasukkan nomornya ke handphone Raya.
Raya hanya mengangguk dan melambai sebagai perpisahan.
Dengan nafas terengah-engah ia akhirnya bisa menegejar Angkasa.
"Kak Asa ih!, tunggu bentar kenapa sih!"
Raya memegangi lengan baju Angkasa agar laki-laki itu tak kabur.
"Kenapa?"
"Kok lo gak nyariin gue sih?"
"Dih!, mau banget lo gue cariin"
Raya melirik ke arah teman Angkasa yang tadi berjalan bersamanya.
"Hallo" Sapa teman Angkasa pada Raya, namun Raya tak membalas, ia hanya melirik nametag yang terpasang di dada laki-laki itu.
'Juna?'
Kalau tidak salah dia juga salah satu teman dekat Angkasa.
Sircle pertemanan Angkasa memang sudah pasti di ketahui oleh semua murid di Harapan bangsa, namun, Raya sendiri tak pernah tau wajah mereka seperti apa.
"Kak, ke atap yuk, gue gabut"
Tanpa aba-aba Raya menarik Angkasa pergi dan meninggalkan Juna sendiri.
"Eh... adeknya jutek syekali"
Angkasa terkekeh dalam hati, ada rasa ingin mentertawakan melihat wajah Juna, namun ia juga tak enak.
"Eh Jun, maaf ya ini anaknya rada-rada, gue duluan"
ㄱㄱㄱ
Bruk!
Raya menjatuhkan dirinya asal di atas sofa.
Angkasa hanya bisa menggeleng melihat raut kesal di wajah Raya, hal apalagi yang membuat anak itu kesal.
Angkasa mendudukkan diri di samping Raya.
"Kenapa lagi...?"
"Nggakpapa"
"Nggakpapa gimana?"
Raya berdecak.
"Kenapa gak nyamper gue sih kak?, kan jadinya gue gak bangun samsek"
Angkasa terkekeh.
"Makin kenal lo sikap lo makin aneh aja ya"
Raya tak merespon.
"Tadi pagi gue ke rumah lo, tapi gak ada yang jawab, gue pikir lo dah berangkat"
Raya melihat ke arah Angkasa.
"Lo jemput gue jam berapa?"
"Jam setengah tujuh kurang"
Raya diam, tak sangka ibu dan adiknya akan keluar pagi itu, tapi kalau tidak salah di kamar abangnya ada suara komputer menyala, yasudahlah, lagi pula pasti abangnya sedang bermain game.
"Jadi rumah gue kosong dari pagi?" Gumamnya dengan suara yang begitu kecil.
"Trus, lo kok gak ngehukum gue?, guekan bolos"
Bukannya memberi alasan justru Angkasa tertawa.
"Lo kenapasih?!, lo emang pengen di hukum apa kangen di hukum sama gue?"
Raya memukul Angkasa.
"Ih gak gitu!, maksud gue tumben banget"
Angkasa menatap netra Raya dalam.
Perubahan ekspresi Angkasa yang begitu cepat membuat hati Raya malah mengaguminya.
"Sok ganteng lo, kenapa sih?!" Omel Raya yang mulai risih di tatap oleh Angkasa.
Sayangnya Angkasa tak menjawab, dan hal itu membuat Raya gelagapan, ia yang kesalpun langsung beranjak meninggalakan Angkasa sambil mengoceh tak jelas.
Angkasa hanya menggeleng.
ㄱㄱㄱ
"Raya pulang"
Krieet...
Mata Raya menerawang kesetiap sudut ruang, ia berjalan menelusur mencari seseorang yang ada.
Sampai di kamar sang adik ia melihat sosok adiknya sedang belajar.
"Gin, udah makan?"
Karna suara tersebut Gina menoleh.
"Udah"
"Mamah mana?"
"Tadi ke rumah nenek kak"
"Sama abang?"
Gina mengangguk tanpa mengalihkan fokusnya pada buku.
Raya menghela nafas panjang.
"Oh iya mamah buka ruko kak"
"Hah?, kapan?"
"Kemarin, kata mamah juga mulai besok kakak abis pulng sekolah jaga ruko"
Raya menunduk, lagi-lagi harus dirinya, tapi yasudahlah, lagi pula jika mau mengomel juga adiknya tak tahu apa-apa.
Rayapun pergi ke dapur mencari makanan, perutnya lapar.
Krieet...
Suaranya memenuhi ruangan.
Sayangnya hanya ada bubur disana.
"Dek!"
Panggilnya yang di sahut oleh sang adik.
"Kenapa kak?!"
"Tadi kamu makan apa?"
"Tadi aku makannya di ruko kak, mampir"
"Terus mamah gak nitipin apa-apa?"
"Nggak"
Raya mengangguk, ia menatap bubur yang ia pastikan adalah bubur milik adiknya yang paling kecil.
Ia mengeluarkan ponselnya, mencari kontak sang mama.
"Hallo mah"
"Iya kenapa kak?"
"kakak mau makan"
"Kayaknya tadi ada bubur deh kak, adek makan cuma dikit, abisin aja"
Raya kembali memandang bubur tersebut, bubur tersebut hanya bertoping ayam dan kuah kuning yang dipisah.
"Abisin itu dulu aja yah"
"Iyadeh"
Telpon terputus.
Raya hanya bisa pasrah sekarang, ia mengambil bubur tersebut dan membawanya ke kamar.
ㄱㄱㄱ
Angkasa memeperhatikan sosok sang ayah yang sedang menonton televisi.
Ada keinginan dalam hatinya untuk bergurau bersama sang ayah, ada bayangan yang melekat dalam pikirannya tentang bagaimana serunya jika hal tersebut terjadi.
Angkasa menghela nafas, ia berbalik berniat untuk ke kamar.
"Eh aden, mau kemana?"
Angkasa tersenyum tipis.
"Mau ke kamar bi, oh iya nanti tolong buatin teh sama bawain cemilan keruang tamu"
"Ok sip, nanti bibi siapin, kaya biasakan ya?"
Angkasa selalu menitip pada Bibi untuk membuatkan cemilan dan minuman untuk sang ayah ketika sang ayah sedang menonton televisi.
"Iya"
"Sip den" Ujar bibi dengan ceria namun tetap dengan suara yang rendah.
Angkasa terkekeh kecil.
"Yaudah Angkasa ke kamar ya bi"
"Iya Den, sialahkan".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments