Second Home

Second Home

Prolog.

#Profil

Raya Amandita.

Hallo, gue sebagai main caracter ingin memperkenalkan diri gue secara singkat.

Gue Raya, temen-temen biasanya panggil gue Aya, gue suka music, gue suka berinspirasi, gue juga suka melukis.

Bermimpi untuk memiliki kehidupan sendiri di masa depan.

Tipikal cowo gue...

Eum...

Gak ada sih!

Gue anak pertama dari dua bersaudara, eh tapi... gue juga ada abang tiri dan adik tiri.

Ya...

Anak kedualah ya.

*

*

*

Di sekolah harapan bangsa

08.30 AM.

"Pak ayolah..., Sekali ini.... aja, ya-ya-ya?!"

"Nggak, nggak bisa"

"Ayolah pak, nanti saya traktir sepuasnya lagi deh"

Siswi itu terus merengek pada satpam, meminta untuk di bukakan pagar.

Namun...

Hal tersebut sia-sia.

"Nggak bisa Aya..., lagian kebiasaan sih kamu, emangnya mamah atau papah kamu gak bangunin apa?"

Aya terdiam lalu tersenyum sumringah.

"Kan saya hidupnya berbeda kawanan sama mereka, beda satwa pak"

"Satwa... Satwa..., dikira hewan kali ya!"

Siswi dengan panggilan Aya itu tertawa.

"Ya pak?!, kali ini aja"

"Heeh!, sekali lagi ya!, awas aja besok telat lagi, yang jaga bukan bapa pokoknya" Oceh pak satpam sambil mengambil kunci.

"Lah emangnya bapak mau kemana?"

"Resign"

"widih!, jangan atuh pak... nanti saya gak bisa bolos lagi"

Mendengar lelucon itu si satpam berniat memukulnya, sayangnya meleset karna tubuhnya yang lihai.

"Jangan lupa traktirannya!"

Dia tertawa.

"Siap!"

Tak berniat untuk langsung masuk ke kelas karna sekarang adalah jam pelajaran Bu Marnia, semua siswa-siswi juga tahu bahwa beliau ini masuk kedalam list guru yang killer.

Dia pergi ke roof top sambil mengendap-endap.

Kriert...

Dia meregangkan tubuhnya, tersenyum pada surya yang telah ada di hadapannya.

Tanpa basa-basi lagi dia langsung menjatuhkan dirinya di atas sofa yang memang tersedia disana sejak lama.

Tak ada yang tahu sofa tersebut milik siapa, namun jika di lihat-lihat, sofa tersebut masih sangat bagus dan bahkan mungkin laku jika di jual.

Namun...

Baru saja matanya hendak menutup.

"Telat lo?"

Sontak saja siswi tersebut menoleh ke sumber suara.

Tertangkap seorang lelaki sedang menatap dirinya dengan kaki yang di taikan ke atas meja, di yakin bahwa dialah pemilik suara tersebut.

"Siapa lo?"

Memilih untuk acuh tak acuh pada sosok tersebut, menurutnya itu hanya mengganggu.

Lelaki itu beranjak dan melangkah menuju tempat dimana objeknya merilekskan tubuh.

"Kenalin!, Angkasa, Angkasa Dirgantara"

Mendengar nama tersebut, siswi itu terkejut, dia terbangun dan memandang sosok di depannya tak percaya.

Angkasa tersenyum miring sambil mengeluarkan buku catatan dan pulpen.

"Siapa nama lo?, oh!, Raya Amandita, gue pastiin besok lo gak akan telat lagi"

Ucap Angkasa sambil mengotret namanya di dalam buku catatan tersebut.

Raya yang masih mencerna apa yang terjadi langsung panik ketika Angkasa melangkah pergi.

Dia memegang lengan Angkasa agar tak pergi.

"Eh-eh! kak Asa, enggak kok, gue gak telat"

"No-no-no, lo pikir gue bodoh, nih liat!"

Raya seketika menutup mulutnya dengan kedua tangan saat Angkasa memperlihatkan rekaman cctv yang terhubung ke handphonenya.

Raya menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Heee..., Kak Asa kok gitu banget sih..., baru sekali kok gue git_"

Ucapan Eaya terhenti ketika Angkasa menunjukkan rangkuman vidio dirinya yang memasuki pagar sekolah di jam-jam pelajaran.

"Dah-dah!, jangan banyak alasan lagi, sekarang ikut gue"

"Yah!, Tapi kak..."

"Udah ayook!".

ㄱㄱㄱ

Dengan peluh yang membanjiri tubuh..., Raya melangkah masuk tanpa peduli suara keributan yang menyelimuti sekitar.

"Ya... Kasian, habis di hukum ya..." Ejek Fahri ketika melihat dirinya begitu kacau.

"Diem lo, gerah nih" Raya mengibas kerah seragamnya.

"Siap baginda"

Raya duduk kemudian mengipas-kipas wajahnya.

Prok-prok-prok!

"Kipas buat ratu Aya!!" Ucap Fahri lantang.

"Siap!!" Jawab semua penghuni kelas.

Raya hanya bisa tertawa kecil melihat kelakuan mereka, dia merasakan hembusan angin menerpa wajahnya.

"Bagaimana baginda?" Tanya murid yang menyalakan kipas angin.

"Sip!, bintang lima" Raya mengacungi jempol.

"Widih..., kedikitan itu Ay" Ucap salah satu murid yang membuatnya tertawa.

"Serah lo ah!, gue cape".

Raya menelungkupkan tubuhnya, bersiap untuk tidur di kelas.

"Ck-ck-ck!, pasti ketauan sama kak Asa ya..."

Ledek Bulan yang berstatus sebagai teman sebangku sekaligus sahabatnya dari semasa sekolah menengah pertama.

Raya yang tadinya sudah memejamkan mata, kembali berapi-api mendengar nama ketos itu di sebut.

"Tau tuh!, masa tadi gue di suruh bersiin seluruh toilet sekolah, gila kali ya!, mana toilet cowo bau banget lagi, ueeek!, enek banget gue ngingetnya"

Jelas Raya yang mulai merinding mengingat ke jadian tadi, bulan tertawa melihat reaksi temannya itu.

"Hahhh..., tapi enak loh lo bisa deket sama kak Asa"

"Dih!, enak apanya...!!"

"Enaklah!, kan ganteng, berwibawa lagi!" Jelas Bulan dengan mata yang berbinar

"Iuh!!, enek banget bahasnya, dah ah gue mau tidur, bye!"

Rayapun memejamkan matanya tanpa peduli pada gangguan dari Bulan yang berusaha mengingatkannya tentang pekerjaan rumah pelajaran matematika yang di berikan oleh pak Burhan.

ㄱㄱㄱ

Teeeeet!!! Teeeeeet!!!

Suara bell pulang menggema ke penjuru sekolah, berteriak memperingati para penghuninya bahwa pelajaran telah usai.

Para siswa-siswi sudah mulai berhamburan kecuali seseorang berambut coklat gelap yang merupakan penghuni kelas Xl.2 IPS.

Dia duduk termenung di bangku dekat jendela karna kebetulan pemilingnya sudah tak ada.

"Kenapa sih hari itu cepet banget?" Gumamnya.

"Aya!"

Suara seseorang menarik atensainya, sosok bulan berdiri di ambang pintu.

melihat bulan di ambang pintu membuat rasa senang di hatinya muncul kepermukaan.

"Gue pulang duluan ya, ada urusan"

"Yo, hati-hati"

Bulan melambai.

Raya juga membalas lambaian tersebut, bayangan Bulan perlahan hilang.

Dia menghela nafas panjang kemudian merebahkan tubuhnya di atas meja yang sudah ia susun sedemikian rupa agar dapat di tiduri.

Raya selalu menyukai hal itu, menikmati waktu sendirian setelah jam pulang datang.

Tak tahu sejak kapan hal itu terjadi, yang jelas ia sangat menikmati moment ini.

Setidaknya...

Sampai ia merasa mampu untuk pulang ke rumah.

"Cck!, tau ah!"

Dia mengelap matanya yang berair asal, mengambil tasnya dan pergi meninggalkan ruang kelas tersebut.

ㄱㄱㄱ

"Apaansih Argha?!, gue gak mau ya!"

Bentak Raya pada sosok laki-laki berseragam pengendara motor besar yang tiba-tiba datang menghalangi jalannya dan memaksanya agar mau naik dan diantar pulang.

"Ayolah Ay, apa susahnya sih tinggal naik aja ke motor gue, duduk manis, habis itu pulang?!"

Argha mencegah langkah Raya dengan ban motornya, bahkan kini Argha mulai mencoba meraih tangannya agar mendekat.

"Minggir!"

Raya mencari celah dan berhasil melanjutkan perjalanannya.

Tak menyerah, Argha turun dari motornya dan mulai berjalan menuju Raya.

"Lo tuh susah banget ya dibilangin!, gue bilang naik ya naik!"

Argha yang mulai emosi menarik lengan Raya dan memaksanya untuk kembali ke tempat di mana motornya berada.

"Lepas Gha, gue gak mau!"

Raya menarik tangannya sekuat tenaga, menahan pergerakan Argha, walau hanya bisa menahan sebentar, namun ia tetap tak mau menyerah.

Sampai ketika...

Sebuah mobil mendekat, mobil. Tersebut membunyikan klakson sebelum pemiliknya menurunkan kaca mobil tersebut.

"Kak Asa?"

Raya mengernyitkan dahinya.

"Masuk" Titah Angkasa yang tak di mengerti oleh Raya.

Angkasa menghela nafas lalu turun.

"Lepas"

Dia melepaskan tangan Argha yang menempel kuat di pergelangan tangan Raya.

Raya menatap sosok Angkasa yang berlaku aneh tersebut.

"Ayok!"

Angkasa mengambil alih Raya dan menuntunnya masuk ke dalam mobil.

"Tapi kak_"

"Sst, udah nurut aja"

Angkasa berbalik.

"Oh iya, Raya punya gue, tolong jangan ganggu dia lagi" Ucapnya kemudian masuk kedalam mobilnya.

Raya hanya menatap heran Angkasa dari dia masuk ke mobil sampai sekarang, saat mobil sudah setengah jalan.

"Jangan liatin terus, nanti suka lagi"

'Dih!, pede banget lagi ni orang' Umpat Raya dalam hati.

"Jadi ceritanya tadi lo mau jadi pahlawan kesiangan ya" Ucapnya yang masih setia menatap Angkasa dengan tatapan aneh.

"Di tolongin tuh bilang makasih..."

Raya merotasikan bola matanya lalu menghadapkan diri lurus kedepan dengan pandangan yang menatap ke jendela samping.

"Nyenyenye" gumamnya dengan suara kecil.

"Gue denger ya" Ucap Angkasa.

"Bodo"

"Heh cepetan ini arahin dimana rumah lo..., jangan sampe lo gue bawa ke hotel nih!"

Mendengar hal tersebut Raya langsung menatap Angkasa tajam, dia memukul lengan Angkasa kuat.

"Ketua osis kok otaknya miring"

"Yang penting ganteng"

Raya spontan menganga, tak percaya bahwa orang di hadapannya ini memiliki ke pedean tingkat tinggi.

"Uek!!, iuh, wueek!!, ganteng dari ujung sedotan iya kali"

"Yeee iri aja lo"

"Gak sudi gue iri sama ketos sengklek kayak lo, iiih... nyesel gue percaya sama apa yang anak-anak omongin"

"Udah cepet ini kemana!!, udah muter-muter dua kali ini"

"Udah turunin aja gue disini"

"Eh!, serius?!"

Angkasa sedikit terkejut karna mereka berada di tengah jalan sekarang.

"Tenang aja gue masih mampu bayar ojol ya"

"Bener nih?!"

Raya mengangguk, ia juga tak suka jika seseorang mengetahui tempat dimana ia tinggal, ia pikir itu akan mengganggu nantinya.

Sejauh ini...

Hanya Bulan yang tau persis dimana rumahnya, itu juga karna aku yang sempat sakit tipes dan di rumah sedang tak ada seseorang yang bisa ku mintai tolong.

"Eh!"

Raya menoleh karna tangan Angkasa menggenggam tangannya.

"Kalau nanti dia ganggu lo lagi..., lo bisa panggil gue, gue siap bantu" Tutur Angkasa.

Namun...

Yang Angkasa tak sangka adalah...

"Apaansih!, lo urus aja urusan lo sendiri"

Raya menepis tangannya, dia juga tak mengindahkan ucapan angkasa sama sekali.

Angkasa menatap Raya yang turun dari mobilnya tanpa berucap kembali.

"Yee... Kalau gitu tadi gue gak usah tolonngin deh!"

BRAK!

"Buset!".

Angkasa terkejut. Karna Raya menutup pintu mobilnya di banting.

"Makasih kak Asa, iya sama-sama" Kata Angkasa menghibur diri.

Dengan perasaan jengkel Angkasa melajukan mobil dan melanjutkan perjalanan.

Ngueeeng!

Mobil Angkasa melaju cepat.

Raya hanya bisa memperhatikan itu tanpa berkata-kata, berjalan sebentar ke halte yang kebetulan berada di dekat sana.

Selama menunggu ia mulai termenung kembali.

"Haaa..., kuat, Raya pasti kuat, pokoknya gak boleh nyerah".

ㄱㄱㄱ

"Aku pulang...''

Ckiiit!

Suara dencitan pintu menggema, tak ada seorangpun disana, ia memgeluarkan ponselnya dan mengetik kata "Mamah" disana.

Tanpa berkata-kata ia langsung menelphone pemilik kontak tersebut.

Tuut...

Tuut...

Tuut...

"Hallo"

Suara seseorang terdengar dari sebrang, tanda bahwa telpon sudah tersambung.

"Hallo Mah"

"Oh iya kak mama lupa kasih tau, di rumah gak ada makanan nanti beli sendiri aja ya, tinggal kakak aja yang belum makan siang"

"Gina?"

"Dia mau ada kerja kelompok, tadi dah mamah suruh beli makan sendiri, jangan lupa sapu rumah"

"Hm"

"Iya gak?, jangan ham hem ham hem doang"

"Iya...".

Setelah itu sambungan teputus.

Raya mengambil langkah menuju kamarnya, namun sebuah bungkus pitza tertangkap indranya.

Dia menghampiri bungkusan tersebut dan membukanya, terlihat sepotong kecil pitza yang tersisa, dia tersenyum miris.

"Apa mungkin harus setiap hari seperti ini, kebagian sisa dan itu hanya kecil"

Raya tertawa hambar sambil meratapi nasib, mungkin memang ini yang terbaik untuknya, tanpa sadar air mata kembali keluar.

"Hahhh..., tukang drama lo Raya!".

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!