Chap four

Seseorang dengan rambut yang tergulung di atas kepalanya sedang melamun di depan canvas, tak tahu apa yang sedang di pikirkannya, namun sesekali dia melanjutkan aktivitasnya.

Siapa lagi jika bukan Raya yang saat ini sedang menyendiri di dalam studio pribadinya.

Tok-tok-tok!

"Kak..."

Suara berat dan sedikit serak itu membuatnya menoleh ke arah pintu, ia tahu siapa yang ada di baliknya.

"Kenapa pah?"

"Lagi ngapain?"

"Biasa..."

"papah masuk ya?"

"Hm"

Tak lama dari itu suara pintu terbuka terdengar masuk ke dalam indranya, memberi informasi ke dalam otak bahwa seseorang telah masuk.

"Kamu teh udah nyapu belum?"

Pergerakan tangannya terhenti sejenak kemudian melanjutkannya kembali, dengan anggun tangan Raya menaruh coretan demi coretan pada Canvas.

"Nyapu dulu kak..., bantuin mamahnya, jangan nanti-nanti mulu"

"Iya..."

"Iya teh kapan?"

Papah Raya adalah seorang buruh pabrik yang bekerja di luar daerah, jaraknya cukup jauh dari kediaman keluargganya, jadi sang papah akan pulang sepekan sekali.

Hari ini adalah akhir pekan, namun Raya sama sekali tak pernah ada pikiran untuk pergi keluar ketika akhir pekan tiba, kecuali ada keinginan yang kuat dalam hati, itupun jarang.

"Iya nanti"

"Oh iya, kemarin kata mamah kamu bolos lagi"

Raya terus menerus melukis seakan tak berminat dengan percakapan yang hadir.

"Kamu teh jangan buat mamah susah kak..., kasian mamahnya, apalagi kemarinkan si adek lagi sakit, bantuin jagain adeknya"

Raya merasakan ada suatu hal yang mengganjal dalam dadanya.

"Tadi malam juga kakak bantuin jagain adek kok"

Terangnya, memang faktanya tadi malam dirinya menahan kantuk sambil meenjaga adiknya sembari mamahnya beristirahat sejenak, memang tak lama mungkin hanya sekitar dua jam saja.

"Ya jangan jagain doang, bantuin nyuci piring, bantuin nyapu, ngepel"

Raya meenghela nafas dalam, tangannya mulai berhenti bergerak, ia menaruh tangannya di atas paha.

"Iya nih nyapu"

Raya beranjak meninggalkan sang papah, berniat untuk menyapu rumah.

"Ngerti gak apa yang papah ucapin?" Tanya sang ayah ketika Raya baru saja akan meraih tungkai pintu.

Raya terhenti sejenak, tak ada niatan untuk menoleh.

"Iya"

"Apa?"

"Jangan nyusahin" Kemudian berlalu meeninggalkan sang papah yang mematung.

Tanpa Raya sadari Papahnya sedang merasa bersalah, sebenarnya jika boleh jujur dirinya tak ada maksud untuk menyakiti sang anak, namun ia juga bingung harus melakukan apa.

Dirinya hanya ingin berbicaara dengan putri pertamanya, tapi dirinya juga tak mampu mencari topik pembahasan, selain itu ia juga memikirkan sang istri yang baru saja mengeluh beberapa menit yang lalu.

ㄱㄱㄱ

"Eh Fahri, temenin gue yuk"

Ajak Raya yang mulai merasa jenuh di dalam rumah.

"Emang mau kemana?, tengah hari bolong gini najis!, panas ege"

"Kemana aja terserah lo"

"Kemana aja tuh kemana?, kebiasaan si lo jarang main tapi sekalinya main nyusahin gue"

Raya terkekeh.

"Tinggal bilang juga bisa apa nggak"

"Bisa-bisaa, yaudah siap-siap,awas lama lo!, lima menit ya, gue otw rumah lo"

"Siap!, makasih loh bestie"

"Yo!"

Raya memutuskan sambungan, dia menghela nafas panjang, tersenyum kemudian.

"Akhirnya..."

Rayapun beranjak untuk bersiap, apalagi ia tahu kalau Fahri sudah menentukan waktu ia akan datang tepat pada waktunya.

15 menit kemudian

Tiin!!

"Iya sebentar!"

Tiin-tiin!

Raya berjalan terburu-buru keluar, ia takut akan mengganggu tetangga, sedang Fahri terus-menerus membunyikan klakson.

"Iya-iya!!, ini udah!, bacotlah njing"

Saking terburu-buru nya bahkan sampai ia menenteng sebelah sepatunya sampai ia berada tepat di depan mata Fahri.

Fahri hanya tertawa melihat temannya itu keteteran.

"Ketawa lagi lo, berisik banget kebiasaan!" Omel Raya kesal.

"Lagian lo lama banget, dandanan combang-camping aja lama banget"

Raya sontak membulatkan matanya, 'Compang-camping katanya?', padahal ia berusaha untuk rapih.

"Udah gc naik!, pake segala melototin gue lo"

Buk!

"Eh!, sakit bego!"

Raya hanya tersenyum puas, lalu tanpa peduli pada Fahri ia naik ke sepeda motor.

"Ah lo mah!"

"Hehe, ayo jalan"

"Hm"

Setelah memastikan Raya siap, Fahri mulai melajukan sepeda motornya.

Selama perjaalanan mereka hanya saling menanyakan hal-hal apa yang menjadi keseharian mereka, mereka juga tak luput dari gibah, bahkan ada kalanya mereka tertawa karna membicarakan apa yang temannya lakukan.

Karna tak ada tujuan juga, Fahri hanya mengambil jaalan asal, setidaknya agar tak bosan juga karnaa melewati daerah yang sama, sekalian juga agar dirinya mengetahui jaalan-jalan tikus yang ada.

Sampai ketika waktu telah menunjukkan pukul dua siang.

"Eh Fahri!"

"Hm, kenapa?"

"Lo laper gak sih?" Tanya Raya yang membuat Fahri berpikir sejenak.

"Lo laper?"

"Nggak juga sih"

Raya menyeringai.

"Yaudah yuk, kita ke restoran papihnya Bulan gak sih?!"

Mendengar hal itu Raya tersenyum lebar, ia menyetujui ide dari Fahri.

"Pegangan, gue ngebut nih"

"Iya!'

Mendapat lampu hijau dari Raya iapun langsung menggas motornya dengan kencang.

ㄱㄱㄱ

Raya memandaang kagum restoran milik ayah dari Bulan tersebut, apalagi ramai pelanggan.

"Ih gila, bagusan aslinya dari pada di gambarnya"

"Lah emang lo belum pernah kesini?" Tanya Fahri bingung karna setahunya Bulan dan Raya adalah teman akrab.

"Pernah, cuma itu pas gue masih SMP dan restorannya juga sempet renovasi, setelahnya gue belum pernah kesini lagi"

Tutur Raya yang langsung mendapat anggukan dari Fahri.

Raya mengedarkan pandangan, kali saja ia dapat bertemu dengaan Bulaan, kalau tidak salah Bulan pernah memberi tahunya kalau akhir pekan ia selalu berada di restorannya walau hanya sekedar duduk bagai pelanggan.

Tak sia-sia dia mengedar, sosok yang ia cari tertangkap indranya, namun, ketika baru saja ia ingin menyapa...

"Eh Fahri, dia siapa dah?" Tanya Raya pada Fahri.

Mereka bahkan belum duduk namun Raya sudah bertanya saja.

Fahri melihat ke arah tangan Raya menunjuk.

"Loh, itu mah si Awan, dia anak kelas sebelah"

"Kelas sebelah?, sekelas sama kak Angkasa dong ya?, eh?"

Fahri terkekeh.

"Apaaan sih lo?!, itu mah pas semester satu, kitakan pindah kelas lagi gara-gara wali kelas kita hamil waktu itu"

Raya berpikir sejenak.

"Oh iya ya"

"Insomnia mulu" Celetuk Fahri yang langsung membuat Raya menatapnya aneh.

"Amnesia bodoh!, Insom mah gak bisa tidur..."

Fahri berpikir sejenak, kemudian menyeringai ketika ia baru mengingatnya.

"Dah ah!, pokoknya gue gak bisa ngeliat dia berduan, liat aja kalo cowoknya gak bener"

Tanpa mau menunggu lagi Raya menghampiri Bulan yang sedang tertawa berbagi senda gurau bersama laki-laki yang di kemal sebagai anak kelas sebelahnya.

"Eh Aya?!, kapan lo disini?" Tanya Bulan yang jelas terkejut dengan kehadiran teman dekatnya itu di sana.

Raya tak menjawab, ia kesal karna Bulan tak memberi tahu apapun tentang hubungannya dengan sosok di hadapan mereka.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Raya, dia hanya duduk dan menatap laki-laki tersebut dengan tatapan menyelidik.

Fahri mencoba mencegah Raya untuk mendekat, namun tak berhasil.

Akhirnya ia memutuskan untuk diam, membiarkan Raya berbicara dengan mereka dan memilih tempat duduk yang tak jauh dari sana, setidaknya agar dirinya bisa memantau keberadaan Raya.

"Em.., kenali ini Raya, Aya ini Awan"

Bukannya menyambut Raya malah semakin menyipitkan matanya.

Bulan yang merasa tak enak hati pada Raya mencolek sedikit lengan Raya.

"Aya..."

Bulan menggoyangkan lengan Raya yang sudah terlipat di depan dada.

Sang objek tertawa kecil.

"Lo Raya?, salam kenal, gue Awan" Mengulurkan tangannya berniat untuk berjabat tangan, sayangnya.., Raya tak membalas.

"Udah berapa lama lo deket sama Bulan?" Tanya Raya dengan nada yang jutek.

"Aya..."

"Baru sekitar tiga hari kebelakang"

"Tiga hari?!"

Raya melirik Bulan yang di balas seringaian, sedikit kecewa karna Bulan menyembunyikan hal ini.

"Ah ayolah Ay..., gue minta maaf deh...,, jangan marah ya?!"

Raya kembali menaruh atensinya pada Awan, menatapnya tajam.

"Lo pasti deketin temen gue karna mau porotin duitnya kan?!"

Emosinya sedikit naik, apalagi jika mengingat kejadian lalu, mantan Bulan itu ada tiga, dan seluruhnya berpacaran dengan Bulan hanya karna ingin menguras hartanya.

Dirinya ingat betul ketika melihat dan tahu betapa kacaunya Bulan pada saat itu.

"Aya ih!, udah ah"

"Lo tau gak sih!, lo itu gak boleh sembarangan nerima cowo Lan, emangnya lo nggak inget terakhir pas kelas tiga SMP lo nangis-nangis bahkan bilang mau gantung diri karna tau lo ngalamin hal yang sama hah?!, pokoknya gue gak mau hal itu terulang lagi ya"

Tiba-tiba Awan tertawa kecil dan hal tersebut mengundang atensi mereka.

"Apa lo ketawa?!"

"Tenang aja, gue deketin temen lo bukan karna itu"

Ra menyipitkaan maatanya, tak percaya akan hal tersebut.

"Yaudah terserah lo mau percaaya apa nggak, yaang penting gue udah bilang sama lo"

"Oh iya!, lo kesini sama siapa?"

Tanya Bulan berharap agar Raya mau mengalihkan fokus Raya pada Bulan.

"Sama Fahri"

Awan berdiri, karna sudah waktunya ia pulang.

"Eh gue belum selesai ngomong ya"

"Tapi gue ada_"

"Duduk!"

Sontak saja ia mengusap keningnya, lelah dengan kelakuan sahabatnya itu.

"Duduk!"

"Iya-iya ini gue duduk".

Awanpun akhirnya memilih menyerah, menuruti kemauan Raya yang statusnya sebagai teman crushnya tersebut.

Tak ekspek jika meminta izin pada temannya Bulan akan sulit seperti ini, namun yasudahlah.

ㄱㄱㄱ

Hari sudah gelap tapi Raya baru saja memutuskan untuk pulang.

Bulan tak mencegah juga, untungnya Raya hanya sekedar bermain dan bertanya pertanyaan ringan pada Awan.

Dan Awan sudah pulang beberapa jam yang lalu, sebelum matahari mulai tergelincir.

Bagaimana dengan Fahri, ya... Dia sudah biasa menemani Raya sampai hari gelap seperti ini.

Keduanya juga sebenarnya tahu akan apa Raya inginkan setiap dia mengajak mereka keluar dan tak berniat untuk cepat pulang, walau hanya sekedar, intinya mereka tahu bahwa Raya sedang membutuhkan mereka untuk menjernihkan pikiran.

"Awas aja sampe dia nyakitin lo!, nanti tampangnya doang baik lagi"

Bulan tertawa, temannya itu terlalu khawatir, ia tak merasa tertekan sama sekali, justru ia senang di perhatikan seperti itu oleh Raya.

Apalagi ia juga sudah lelah karna selalu mengalami hal yang sama di masa lalu, untung ia punya Raya.

"Iya-iya..."

"Nanti kalau dia nyakitin lo bilang sama gue, gue bikin dia di keluarin dari sekolah nanti"

Fahri yang menjadi penonton setia hanya bisa menggelengkan kepala, ia sudah terbiasa menyaksikan keeratan persahabatan mereka.

"Udah ayok, nanti mamah lo ngomel lagi"

Mendengar peringatan itu wajahnya yang sedang enjoy akan percakapan langsung berubah masam.

"Gue balik dulu ya"

"Siap, jangan lupa besok sekolah, bangun pagi, inget kak Angkasa sekarang akan jaga gerbang setiap hari"

"Iya-iya..."

"See you"

Raya pun menaiki sepeda motor milik Fahri.

"Eh Ri" Panggil Raya ketika baru saja berjalan beberapa meter dari Restoran.

"Hm, kenapa?"

"Jalannya jangan cepet-cepet ya" Titah Raya yang langsung diiyakan oleh Fahri.

Raya cukup senang hari ini, apalagi tadi ia dapat menikmati makanannya dengan leluasa, tak ada jeda untuknya melamun, dengan begitu tak ada renungan yang membuatnya merasa sendiri di dunia ini.

"Ri" Panggil Raya sambil menyandarkan tubuhnya pada Fahri.

"Jangan nyender woy!, geli gue"

Raya sontak memukul punggung Fahri.

"Inget ya gue udah punya cewe loh"

"Idih!, ogah juga gue ama lo, najis gila!"

Fahri tertawa sedang Raya memasang wajah julidnya.

"Hahhh... bercanda gue tolol, kenapa?"

Raya termenung sejenak.

"Apaan Aya...?, lama lo!"

"Sabar apa ya!"

"Lagian lama, tinggal ngomong doang juga"

"Iya-iya makasih!, dah!"

Raya melipat tangannya karna saking kesalnya.

"Iya sama-sama, lain kali kalau mau keluar jangan mendadak, nanti kayak tadi lagi"

Fahri tertawa mengingat kejadian tadi pagi.

"Dah ah jan banyak bacod, gue cape"

"Siap...".

Terpopuler

Comments

Suzanne Milla

Suzanne Milla

Gak bisa berenti baca.

2023-09-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!