Bersamaan dengan berkumandangnya adzan subuh benda pipih yang tergeletak di nakas berdering hingga mengusik tidur Abrisam yang sangat nyenyak saat itu.
“Siapa sih sepagi ini telepon?” gerutu Sam mengulurkan tangannya ke arah nakas. Perlahan meraba-raba untuk menemukan handphone-nya.
Setelah didapat Sam mengarahkan ke depan wajah. Ia masih berusaha membuka mata yang tampak berat untuk melek. Namun, saat membaca nama yang tercantum di layar Abrisam membulatkan matanya. Adira meneleponnya.
“Ada apa?” tanya Sam mendekatkan ponsel ke telinga.
“ABRISAM BANGUNNNNN! SALAT SUBUH SUDAH ITU SIAP-SIAP KE SEKOLAH!”
Refleks mendengar teriakan Adira yang sekeras toa Sam menjauhkan smartphone-nya. Ia mencongkel-congkel telinga untuk mengecek apa kondisinya masih baik-baik saja.
“Berisik! Lo nelepon gue pagi begini cuma untuk itu? Kurang kerjaan banget sih lo? Gue nanti bisa bangun sendiri.” Sam berbicara dengan mendekatkan ponsel ke mulutnya.
Ia meloudspeaker suara handphone, “Asal lo tahu gue juga ogah ngelakuin ini. Kalau nggak tugas dari Pak Yuhdi. Lo dengar sendiri ‘kan kemarin? Hari ini adalah awal gue buat ngerubah lo. Gue tahu lo bakal bangun siang dan nggak sholat subuh terus terlambat ke sekolah. Jadi, gue bagunin sekarang. Buruan jangan banyak bacot! Ayo, ambil wudhu sholat dulu!”
Sam mengerak-gerakan bibirnya tanpa suara mengikuti Adira. Padahal gadis itu yang ngomong terlalu panjang, tapi Sam yang ia katakan banyak bacot.
“Bawel lo!”
Sam mematikan ponselnya dan menggeletakkan di atas kasur begitu saja. Ia berniat akan tidur kembali.
Baru saja memejamkan mata ponsel bercasing ironman itu berdering lagi. Sam menghela nafas dan kembali duduk.
Ia melihat nama sekretaris resek di layar ponselnya. Adira kembali menelepon.
“Apa lagi sih?” tanya Sam langsung menggas.
“Gue tahu lo pasti tidur lagi ‘kan?”
Alis cowok itu tertaut dan matanya menyapu ruangan kamar. Menyelidiki siapa tahu diam-diam Adira memasang cctv di kamarnya.
“Ayo, bangun salat dulu! Subuh itu waktunya singkat,” ucap Adira yang membuat Sam kembali fokus padanya.
“Iya-iya.” Setelahnya Sam mematikan sambungan telepon sepihak.
Lelaki ini menggeletakkan lagi ponselnya, kemudian perlahan bangun dan berjalan menuju kamar mandi.
Adira mendengus melihat layar handphone-nya yang mati. Ia menaruh kembali ponsel itu di meja. Kemudian Dira yang sudah memakai mukena ini bersiap untuk menunaikan salat subuh terlebih dahulu sebelum bersiap ke sekolah.
Tomi, Siska, Anna dan Yasmin memperhatikan Sam yang datang ke meja makan. Mereka terheran-heran melihat Sam yang sudah rapi memakai seragam sekolahnya.
Sam balik melihat keluarganya itu, “kenapa sih? Ada yang aneh?”
“Tumben udah keluar kamar? Biasanya kamu masih tidur jam segini?” tanya Anna.
Sam menarik kursi dan segera duduk.
“Begini dong tiap hari, Papi ‘kan jadi senang. Kamu sudah mulai disiplin,” sambung Tomi.
“Ini semua gara-gara cewek resek yang ditugaskan Pak Yuhdi buat rubah sikap Sam,” jelasnya sambil mengoleskan selai coklat favorit-nya.
“Pak Yuhdi? Kamu berbuat ulah lagi?” tanya Tomi.
Tomi sangat kenal Pak Yuhdi, guru BK SMA Nusa Bangsa. Kalau sudah ada hubungannya dengan guru itu pasti Sam berbuat kenakalan lagi.
Tanpa melihat sang Ayah, Sam menjawab, “nggak. Pak Yuhdi-nya aja yang aneh.”
“Tapi gurumu itu ada benarnya Sam. Berkat anak perempuan itu sekarang kamu bisa sarapan bersama kita,” ujar Siska sangat lembut.
“Yasmin bisa dong minta antar Abang ke sekolah?” Sam melihat ke adiknya yang duduk berhadapan dengan dirinya.
“Nggak! Yasmin sama supir aja. Abang buru-buru.”
Yasmin yang ditolak terlihat cemberut. Siska mengelus kepala anaknya.
“Yasmin sama supir aja ‘kan biasanya begitu,” bujuk Siska.
“Saya masih ada kerjaan di kantor.” Tomi mengambil tas kerjanya. Ia melihat jam tangannya, “jam delapan ada meeting. Saya pergi dulu.”
“Iya, mas hati-hati!” jawab Anna dan mencium punggung tangan Tomi terlebih dulu, lalu berganti dengan Siska dan Yasmin.
Namun, saat Tomi mengulurkan tangannya ke Sam. Cowok itu mengacuhkannya. Ia terus memakan rotinya.
“Sam!” panggil Tomi.
Sam mendongak menatap Papinya. Terus ia kembali memakan sarapannya. Tomi menghela napas dan menarik tangannya kembali.
“Sudah, Mas. Sabar,” ucap Anna mengelus-elus dada suaminya.
“Ya sudah saya pergi dulu!” sekilas Tomi melirik Sam, lalu berjalan keluar dari rumah.
“Sam, bunda tidak pernah mengajarkan begitu ‘kan? Dia itu Papi kandungmu hormati dia,” ucap Siska menasihati.
Sesudah mendeguk susunya yang ada di gelas, Sam berucap, “pria seperti itu masih pantas dihormati, Bun? Dia udah melukai hati Mami, Bunda, Mama dan hati Sam sendiri.”
“Bagaimana pun tingkah laku orang tua kita. Kita sebagai anak tidak boleh durhaka padanya. Lain kali Bunda nggak mau liat Sam begitu.” Anna ikut mengangguk tanda ia setuju dengan ucapan istri kedua suaminya itu.
Sam menyelesaikan makannya. Ia berdiri dan memasang tas ke punggung. Anak lelaki itu menyalami tangan kedua ibunya.
“Sam pergi dulu, assalammualikum!”
“Walaikumsalam.”
“Adira!” teriak Sam saat memasuki koridor sekolah. Ia melihat Adira berjalan sendirian masih memakai tas. Diperkirakan cewek itu juga baru sampai.
Adira menoleh dan berhenti berjalan. Ia mengumbar senyum pada Sam, “hai, selamat pagi.” Tumben-tumbenan ramah seperti itu.
Dahi Abrisam berkerut dan Alisnya menyatu. Tangannya bergerak untuk menyentuh dahi Adira.
“Nggak panas!” Adira menepis tangan dengan jari panjang itu, “lo demam?”
“Apa sih? Gue itu nggak sakit,” jawab Adira yang sedikit kesal.
“Habis aneh senyum-senyum begitu.”
“Senyum itu ibadah.” Gadis ini menyenggol lengan Sam, “gimana? Enakkan nggak telat lagi?”
“Besok lo nggak usah telepon gue lagi! Gue bisa bangun sendiri. Gue nggak suka diatur.”
“Kalau tunggu lo bangun sendiri pasti lama. Yang ada lo bisa telat lagi. Disiplin adalah awal yang baik Sam.”
“Pokoknya gue nggak mau lo urus hidup gue!” Sam menunjuk-nunjuk Adira, “kalau lo masih nekat liat aja nanti apa yang bakal terjadi sama lo.”
Adira terdiam mendengar ancaman Sam. Namun, Dira tahu kalau cowok itu tidak akan tega melukainya.
Mata Dira tiba-tiba menangkap sesuatu.
“Lo kenapa diam aja? Gue nggak main-main!”
“Dasi lo kemana?” tanya Adira yang melihat leher Sam tidak terikat Dasi.
Sam melihat ke dadanya dengan santai ia menjawab, “gue lupa. Udah nggak apa-apa ini bukan hari senin.”
“Nggak bisa gitu! Cepat beli dasi di koperasi atau ambil pulang!”
“Ogah.” Sam berlalu meninggalkan Adira.
Gadis itu berlari kecil menyusul Sam sambil mengomelinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Winda Nurjannah
awal yang baik hhe
2020-05-29
1
Dinda Lestari
bagian 18 bagaimana cara bacanya, cuman nampilkan simbol2, bagian2 lain bisa dbuka
2020-03-25
1
Yulita
ya bagus banget..cuma kesel sama papa tomi..😁
2019-12-06
7