“Sam berangkat, Bun, Ma.” Pamit Sam yang berjalan terus menuju pintu.
“Nggak sarapan dulu, Sam?” tanya Anna yang berteriak.
“Nanti aja Ma di sekolah!” balasnya tanpa menoleh kembali.
Langkah Sam terhenti di depan pintu saat Vania yang ke rumahnya. Pemuda umur 18 tahun itu menatap tidak suka pada pacar Papinya ini.
“Papi nggak ada. Nggak pulang semaleman.”
Vania tertawa pelan, “kamu tahu aja saya mau cari Mas Tomi. Ke mana dia?”
“Mana gue tahu. Gue kira dia nggak pulang karena ke rumah lo. Mungkin, di rumah pacarnya yang lain.”
Vania berjalan layaknya model mendekati anak laki berseragam itu. Tangannya menyentuh dada Sam. Namun, Sam dengan cepat menepisnya.
“Oh, galak sekali anak Mas Tomi ini.” Vania memasang wajah terkejut yang dibuat-buat, “kamu ganteng sayang. Jangan-lah galak begitu.”
“Sudah dapetin bapaknya lo mau godain anaknya juga?” Sam memasukkan sebelah telapak tangannya ke dalam saku celana.
“Kalau bisa dapet dua kenapa nggak?” jawab Vania dengan suara dibuat terdengar seksi.
“Maaf gue nggak mudah tergoda dan cewek kayak lo ini bukan tipe gue.” Sesudahnya Sam berlalu menuju motor yang sudah disiapkan di halaman rumah.
Cowok itu bergegas mengendarai kendaraan roda dua itu. Tidak lama ia sudah menghilang saja.
Vania menggeleng pelan sambil tersenyum. Ia menoleh ke pintu sekilas. Tidak ada niat untuk masuk gadis itu melangkah pergi dari kediaman Pradipta.
“Gila semua mau diembat sama cewek itu,” ucap Emran memberi tanggapan atas cerita Abrisam tentang pacar dari ayahnya.
“Orangnya cantik nggak sih?” tanya Manha terus berjalan dan memasukkan snack ke dalam mulutnya.
“Paras dan body-nya memang perfect, tapi kelakuannya nggak banget,” ujar Sam menanggapi.
Ketiga pemuda itu melangkah menaiki anak tangga menuju rooftop sekolah. Sampai di rooftop Manha menangkap seorang siswa yang sedang di bully.
“Buruan mana uang lo!” ucap siswa yang seragamnya tidak lengkap itu.
“Jangan diambil kak! Nanti saya nggak bisa jajan.”
“Itu bukan urusan gue! Buruan!” Siswa yang ditemani dua orang siswa lain yang berpenampilan sama, merebut uang dari saku adik kelasnya.
“Woi!” sorak Abrisam membuat keempat siswa ini terkejut.
“Nggak usah ikut campur lo, Sam!”
“Leo, Leo, lo nggak kapok gue bikin babak belur? Lepasin anak itu dan uangnya kembaliin."
“Memangnya lo siapa berani-beraninya perintah gue?”
Sam tertawa pelan, “masih nanya aja lo. Tiga tahun kita satu sekolah dan satu tahun kita sekelas. Lo masih nanya hal begitu? Nggak penting.”
“Bacot!” Leo melayangkan tonjokannya ke depan Sam. Namun, Sam bisa mengelak dan berusaha membalasnya.
Emran dan Manha malah duduk sambil menonton perkelahian itu.
“Sam, lo pasti bisa!” sorak Manha dengan mulut yang mengunyah makanan.
Kedua teman Leo panik. Namun, tidak membantu sama sekali. Sam terus menghajar Leo. Tanpa diduga Leo terlempar ke tepi rooftop dan tergantung di sana.
Emran, Manha dan kedua teman Leo serta adik kelas itu terkejut. Terdengar juga pekikan siswa-siswi lain dari bawah gedung. Leo berpegangan pada pagar rooftop.
Sam mengintip ke bawah. Sangat menyeramkan dan tinggi. Cowok itu lekas mundur ke belakang.
“Mampus, masih berani sama gue?” tanya Sam melipat kedua tangannya di dada.
“Tolongin gue. Please, Sam! Gue belum mau mati,” ucap Leo bermohon. Air mata sudah keluar di ujung pelupuk matanya.
“Sam bahaya tuh kalau dia beneran jatuh,” ujar Emran yang terlihat khawatir.
Manha mengangguk, “iya Sam bantu gih. Gue nggak mau keseret-seret masuk kantor polisi.”
“Oke-oke gue tolongin.” Ia jalan mendekat. Cowok ini berusaha tidak menatap ke bawah gedung. Sam mengulurkan tangannya, “pegang tangan gue!”
Tidak sengaja Sam menangkap banyak kerumunan di bawah melihat mereka. Leo memegang tangan Sam sebagai tumpuannya. Sam memejamkan matanya. Ketika Abrisam ingin menarik Leo ke atas suara nyaring dari peluit Pak Yuhdi memekakkan gendang telinga yang mendengarnya.
Kejadian itu berakhir di ruang BK. Ketujuh siswa itu diinterogasi oleh pak Yuhdi selama 15 menit dan 30 menitnya memarahi Sam dan Leo.
“Tapi dia mau bunuh saya, Pak. Harusnya dia dilaporkan ke kantor polisi.” Leo menunjuk Sam sambil menatapnya sinis.
“Enak bener bacot lo itu! Minta dihajar lagi?”
“Eh-eh Sam udah!”
Emran dan Manha mencoba memeganginya. Menghindari perkalian babak kedua terjadi di ruang BK.
“Diam!” Pak Yuhdi kembali meniup peluitnya hingga semua yang ada di ruangan itu menutup teling. Kecuali Pak Yuhdi sendiri.
“Kalian itu masih aja berani mau berantem di depan saya?” Pak Yuhdi menunjuk-nunjuk Loe dan Sam, “untung aja nggak bapak laporkan ke polisi.”
“Saya hanya melindungin adik ini sama diri saya sendiri Pak. Leo ini yang malak dan nyerang saya duluan.”
“Bener, Pak. Kak Sam sudah nolong saya,” ujar adik kelas itu bersaksi.
“Ya sudah untuk Sam dan yang lain boleh keluar, tapi kamu Leo saya hukum sikat kamar mandi di dekat gudang sama kedua temanmu.”
“Tapi, Pak...”
“Nggak ada tapi-tapian atau kamu mau diskors aja?”
Leo cepat menggeleng, lalu berdiri, “oke, akan saya kerjakan.”
“Bagus. Sudah sana pada bubar. Kenapa betah banget di sini?” tanya Pak Yuhdi yang melihat Sam dan kawan-kawan malah bersantai di kursinya sambil mengobrol.
“Adem Pak di sini AC-nya sejuk,” jawab Manha dengan mengulas senyum lebar.
“Sudah sana keluar atau...” Pak Yuhdi bersiap ingin meniup peluitnya lagi.
Dengan kocar-kacir ketujuh cowok itu keluar dari ruang BK. Saat pintu itu terbuka semua siswa dan siswi yang berusaha menguping dan melihat lekas menyingkir. Namun, berbeda dengan Adira. Ia sebagai saksi Leo menggantung di atas rooftop tadi maju paling depan.
“Lo ya, lagi-lagi buat masalah. Udah suka berantem, tawuran, malakin orang sekarang mau bunuh anak orang. Lo mau jadi kriminal?”
Sam sedikit menepi dari depan pintu agar tidak menghalangi jalan yang lainnya.
“Lo ngomong apa sih?”
“Lo nggak usah pura-pura nggak tahu gitu. Gue nggak suka lo buat masalah terus. Itu bakal kena imbasnya ke kelas kita. Kapan sih lo bisa berubah. Capek gue nasihat-in terus.”
Manha yang menunggu di sisi lain dengan Emran menggerakan bibirnya tanpa suara mengikuti gaya Adira ketika menasihati Abrisam.
“Iya, lebih baik lo berubah aja. Nggak capek lo bikin masalah terus?” Yara yang dari tadi berdiri di belakang Dira bersama Violet, ikut berbicara.
“Hari ini gue nggak buat masalah ya,” ucap Sam membela dirinya.
“Nggak buat masalah kata lo? Terus lo ngapain masuk ruangan ini?” Adira menunjuk pintu merah hati di depannya, “jelas-jelas tadi gue liat lo mau bunuh Leo di atas rooftop. Itu bukan buat masalah?”
“Lo itu—“
“Ada apa ini masih ribut-ribut?” tanya Pak Yuhdi yang keluar dari ruangannya dan menghentikan obrolan manusia yang seperti kucing dan tikus itu.
“Ini Pak, Sam udah beribu kali saya nasihati, tapi nggak ada yang nyantol di otaknya. Saya ‘kan nggak mau kelas 12 IPS 1 itu namanya jadi buru di mata guru-guru.”
“Omongan teman kamu ini ada benernya, Sam. Kamu beruntung masih ada yang peduli.”
Sam menatap Adira saat Pak Yuhdi perkata ‘masih ada yang peduli’. Entah kenapa ia tersentuh dan seketika merasa istimewa.
“Bagaimana kalau kamu bapak tugaskan,” ucap Pak Yuhdi pada Dira
Dahi Dira berkerut, “tugas apa itu, Pak?”
“Jadi, kamu harus memantau sikap Sam dan mengarahkannya yang benar. Sekalian kalau bisa kamu ubah sifatnya ini.”
“Apa?” Adira terkejut setengah mati.
“Tenang, kamu bakal dapat imbalan dari tugasmu ini. Nilaimu yang kurang akan bapak bantu berbicara dengan guru mata pelajaran itu dan membuat nilaimu diatas 80. Berapa pun jumlah mata pelajaranmu yang jelek akan bagus.”
“Wah, itu seriusan, Pak?” sambar Violet.
“Iya benar, tapi kalau kamu tidak benar mengurusnya kamu akan bapak hukum membersihkan perpustakaan selama seminggu.”
“Ya ampun Pak nggak ada yang lain?” Dira terlihat lemas.
“Kamu tidak boleh membantah. Bapak kasih waktu sampai LUN dimulai.” Pak Yuhdi melihat siswa yang masih berkumpul memperhatikan mereka, “meraka-meraka saksinya.” Tunjuknya pada seluruh orang yang ada di situ.
Adira menatap sinis ke arah Abrisam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Siska
next
2020-06-16
0
Deni Haryanti
visual nya dong
2020-06-04
2
Winda Nurjannah
Adira knapa salah paham trus siih
2020-05-29
3