Sam menutup pintu taksi yang ia tumpangi. Langkahnya yang lunglai terus masuk ke dalam rumah.
Rumah mewah dan besar itu tampak sepi. Abrisam menutup pintu rumahnya. Sambil berjalan menuju kamar ia lepas jas yang terpakai.
Kakinya berhenti berjalan saat mendengar suara Siska yang menangis. Cowok itu berinisiatif untuk mendekat pada kamar ibu tirinya ini. Kebetulan sekali Siska tidak mengunci kamarnya. Wanita berhijab itu masih sesegukkan di pinggir kasurnya.
Sam tidak tahu apa penyebab Siska sesedih itu. Namun, saat wanita itu menangis mengingatkannya pada Mami, ibu kandungnya yang mudah rapuh seperti Siska.
Ia menutup pintu kamar yang sempat ia buka itu. Kakinya kembali melangkah menuju kamarnya sendiri.
Sam menggantungkan jasnya ke belakang pintu, lalu mengunci kamarnya. Ia jatuhkan bokong pada kasur empuk yang biasa ia pakai untuk mengusir lelah.
Matanya tertuju pada figura milik ibunya. Sam menatap miris ke foto berbingkai itu.
“Sam bersyukur Mami tidak merasakan apa yang terjadi dikeluarga kita.”
Sam merogoh saku celananya dan mengeluarkan benda pipih persegi empat itu.
Ia melengguh, “habis baterai.”
Kakinya yang masih memakai sepatu itu berjalan ke dekat meja belajar. Ia ambil charger dan mengisi daya ponselnya segera.
Sam menjatuhkan bokong di kursi beroda yang memang dikhususkan untuk berada di dekat meja belajarnya. Ia menekan tombol power pada ponsel. Setelah itu menunggu handpone-nya menyala.
Ada beberapa pesan masuk. Yang pertama dari grup yang berisi teman-temannya dan yang kedua, sangat menarik perhatian Sam, yaitu Adira. Tumben sekali gadis itu mengirim pesan pada Sam.
Karena pasalnya Adira mengirim pesan pada Sam sangat jarang bahkan hampir tak pernah walau mereka teman sekelas.
Sekretaris resek
Sam lo ke mana?
06:59
Kenapa nggak masuk sekolah?
07:05
Ada acara keluarga ngapain?
07:15
Sam kita dapat nilai tertinggi. Nilainya 97. Gue senang banget. Makasih udah ajarin gue.
19:45
Sam menarik kedua ujung bibirnya. Ia tersenyum melihat spam chat dari Adira. Setidaknya malam ini masih ada yang membuat hatinya terhibur.
Sedangkan di lain tempat. Adira juga memeriksa ponselnya. Padahal ia sudah bersiap ingin pergi tidur, tapi masih saja berharap balasan dari Sam.
“Udah dibaca, tapi kenapa nggak dibalas ya?” Adira meletakan ponselnya sedikit kasar ke nakas, “nyebelin.”
“Woi Sob!” Emran merangkul pundak Abrisam secara tiba-tiba.
Sam yang baru masuk ke dalam gedung sekolah menoleh ke kanan dan ke kirinya.
“Gimana acaranya?” tanya Manha.
“Penuh kepalsuan.” Mendengar jawaban Sam kedua siswa itu tertawa terbahak-bahak.
Emran menarik tangannya dan melipat kedua tangan di dada.
“Gue paham dengan maksud lo.” Manha ikut mengangguk mendengar tuturan Emran, “kita ‘kan udah kenal lo lama.”
“Terus kapan bisa ditonton?” tanya Manha. Sam mengedikan kedua bahunya.
“Gue nggak tahu. Kalian nggak usah nonton! Nggak bermutu,” ucap Sam yang terus melangkah masuk ke dalam sekolah.
“Padahal gue penasaran,” keluh Manha.
“Gue bilang, jangan nonton! Ya jangan nonton!” Sam menunjuk-nunjuk manha, “pokoknya kalian berdua nggak boleh nonton. Sampai kalian tonton acara itu kita nggak usah temanan lagi.” Kemudian Sam meninggalkan Emran dan Manha.
“Dia begitu marah kalau soal bokapnya,” gumam Emran yang hanya didengar Manha.
Manha mengangguk menanggapi itu.
Abrisam ternyata melangkah memasuki kelasnya. Ia menoleh saat Yara memanggilnya.
“Ada apa?” tanya Sam berhenti melangkah.
Di sana ada Adira yang terlihat sok cuek dan tidak peduli dengan kedatangan Sam.
“Selamat ya kemarin lo sama Dira nilai bahasa inggrisnya paling gede.”
Sam mengangguk, “makasih.”
Matanya menangkap Dira. Cewek itu terlihat aneh padahal kemarin kirim pesan banyak, tapi sekarang seperti orang tidak kenal.
Violet yang menyenggol lengannya saja dihiraukan oleh Dira. Ia malah fokus pada novel yang sedang dibaca.
Sam berjalan ke arah mejanya. Meletakkan tas, lalu keluar lagi dari kelas yang belum seberapa ramai itu.
“Lo kenapa malah nyuekin Sam? Bukannya kemarin lo nyari-nyariin dia?” tanya Yara bertubi-tubi.
Adira menutup buku novelnya dan meletakkan di meja.
“Gue sebel sama dia.” Dira angkat bicara, “gue chat di read doang.”
Yara dan Violet kompak tertawa. Itu semua membuat Adira tambah jengkel.
“Kenapa kalian malah tertawa?”
“Heran aja seorang Dira yang jutek sama Sam. Tiba-tiba marah karena chat-nya di read doang. Padahal biasanya bodo amat,” jawab Violet panjang lebar.
“Benar kata Vio. Lo mulai ada hati ya sama Sam?” pertanyaan Yara membuat Adira bergidik ngeri.
“Amit-amit ya gue bisa punya rasa. Kalian tuh waras dikit dong mikirnya. Jadi, BT gue.” Adira berdiri, “permisi!” keluar dari barisan mejanya.
Ia segera melangkah keluar.
“Cie mau nyusul pujaan hati nih!” sorak Yara menggodanya. Namun, Dira acuhkan dan terus berjalan.
“Lagi ngapain, Ma?” tanya Adira saat membuka kulkas melihat Winda duduk di depan meja makan.
“Ini lagi ngitung duit,” balas Winda apa adanya. Tangan yang ahli membuat kue itu gesit menghitung uang lembaran ratusan.
“Wih! Banyak nih duitnya.” Adira menutup kulkas, lalu duduk di sebelah Winda, “boleh dong bagi-bagi.”
“Bagi-bagi matamu empat! Ini mau dimasukin bank.”
Adira mencibir mendengar ucapan mamanya.
“Bayaran sekolah belum ‘kan?” tanya Winda yang menoleh pada Adira.
Dira yang sedang membuka bungkus cemilannya menggeleng, “masih dua minggu lagi.”
“Ya sudah kalau begitu uangnya bisa mama simpan dulu.” Winda berdiri dan berjalan meninggalkan dapur.
Adira ikut keluar dari dapur membawa sebungkus cemilan dan sebotol air mineral yang tadi ia ambil dari kulkas. Ia melangkah menuju ruang TV.
Di ruang tengah itu ada Adimas yang sedang menonton acara di TV layar datar ukuran 24 inci itu.
“Lagi nonton apa, kak?” tanya Adira ikut nimbrung.
“Itu.” Dimas menunjuk dengan bibirnya sangking mager untuk mengangkat tangan, “nggak ada acara yang bagus.”
Adira mengangguk dan mencoba menyimak acara yang ditonton kakaknya. Ia menyimpan botol minum di sofa samping tempatnya duduk.
“Ganti yang lain coba kak!”
Cowok itu menuruti permintaan adiknya. Ia mengganti channel.
Dimas menyipitkan mata, “itu...kayak teman lo yang berantem di jalan waktu itu.”
Adira mencoba memfokuskan dirinya pada TV, “oh iya, itu ‘kan Sam. Dia masuk TV sama keluarganya, tapi kok ibunya bukan Tante Anna?”
“Mana gue tahu. Gue ‘kan nggak kenal sama teman lo yang itu,” sahut Adimas seadanya.
“Mungkin karena ini Sam nggak masuk sekolah kemarin.” Adira bergumam, tangannya sampai berhenti memasukkan snack ke dalam mulut.
“Pada nonton apa sih?” tanya Winda yang baru keluar dari kamarnya.
Dira menoleh ke belakang, “itu mah teman Dira masuk TV sama keluarganya.”
“Mana?” Karena penasaran Winda cepat-cepat datang ke dekat kedua anaknya.
“Yaaa udah abis..” keluh Adira melihat acara itu sudah berganti dengan iklan.
“Baru juga mau dilihat.”
“Mama sih telat kelamaan di kamar,” timpal Adimas.
“Ya sudah ganti dangdut gih.”
“Ih, ogah Dimas nonton dangdut.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
tick tick
bahasanya enak...ssntai dan mudah dipahami
2020-09-10
4
Ieraninggo
visualnya dong thor
2020-05-27
3
Alleya_fa
seneng bacanya💜
2020-05-27
1