Abrisam dan Adira bersama-sama menyusuri koridor sekolah yang telah sepi. Hanya sesekali terlihat petugas bersih-bersih yang sedang sibuk menjalankan tugasnya.
“Mau pulang bareng gue?” tanya Abrisam saat mereka sudah ada di luar gedung sekolah.
Adira menggeleng, “nggak usah. Gue bisa pulang sendiri, naik angkot.”
Sam melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, “udah terlalu sore bakal susah cari angkot. Bisa-bisa lo kemaleman sampai rumah.”
Gadis itu terdiam, melihat ke arah parkiran. Kendaraan yang terparkir makin sedikit. Ia jadi takut juga kalau harus sendirian menunggu angkot.
“Ya sudah kalau nggak mau.” Karena hanya didiamkan oleh Dira, cowok itu melangkah pergi menuju parkiran untuk mengambil motornya terlebih dulu.
Adira cepat tersadar dari pikirannya yang makin lama makin kacau itu, lalu ia melihat Abrisam yang sudah mengendarai motor.
“Sam! Tunggu!” Dira berlari mengejar cowok itu.
Sam menghentikan laju motornya dan membuka kaca helm. Kemudian menoleh ke belakang.
“Tadi diem aja.”
“Sorry, gue mau deh bareng lo.”
“Ya sudah naik!”
Adira menarik kedua sudut bibirnya membentuk setengah lingkaran. Tanpa Sam sadari jantungnya berdegup dengan cepat. Baru kali ini ia melihat Dira tersenyum selebar itu dan alasan cewek itu tersenyum adalah dirinya.
“Ayo, jalan!” tepuk Dira di pundak Sam.
Abrisam cepat mengangguk dan menutup kaca helm full face-nya kembali. Tidak lama setelah itu ia melajukan kendaraan roda dua ini menuju jalan raya.
Diperjalanan hanya suara kendaraan lain yang terdengar Sam dan Dira tidak ada berbincang. Cuma sesekali Sam mencuri-curi pandang ke arah Dira melalui spion motornya.
“Itu di depan rumah gue.”
Sam menghentikan laju motor tepat di depan pagar yang dicat warna-warni itu sesuai komando dari Adira.
Bukan tidak ada sebab pagar rumah mini malis ini seperti pagar taman kanak-kanak, ini semua permintaan Winda yang sangat suka dengan rainbow cake.
“Makasih ya,” ucap Dira saat sudah menuruni motor yang cukup tinggi joknya.
Abrisam membuka kaca helmnya, “sama-sama.” Ia tersenyum pada Dira.
“Untung tadi nggak ada polisi ya.” Celetuk Sam sambil menunjuk dengan dagunya ke kepala gadis itu.
Adira spontan memegang kepalanya, “oh iya, gue nggak pakai helm.”
“Gak apa-apa yang penting udah sampai dengan selamat. Gue balik ya.”
Dira mengangguk, “hati-hati!”
“nggak mau cium tangan dulu.” Sam mengulurkan tangannya. Bukannya mendapat kecup di punggung tangan, gadis itu malah memukulnya, “apaan sih?”
Sam tertawa dan menarik lagi tangan kembali. Kemudian ia menutup kaca helmnya. Tak lama dia melajukan motornya meninggalkan perkarangan rumah Dira.
Hari ini Sam dan Dira kembali mengerjakan tugas. Namun, kali ini cowok tinggi berparas tampan itu mengajak Dira belajar di warung Mang Suep yang ada di belakang sekolah. Warung favorit Sam dan teman-temannya.
“Mang, kopi satu ya!” Sam langsung mengeluarkan buku-buku yang akan ia gunakan.
“Tumben ke sini bawa cewek cantik Sam?” tanya Mang Suep yang ada di dalam warung kecil itu.
Sam menoleh ke Dira yang duduk di sebelahnya, “ini ‘kan cewek yang waktu itu. Mamang lupa?”
Mang Suep langsung merendahkan kepala dan menatap Adira, “iya ‘kah? Oh sekarang sudah jadian?”
Adira yang mendengar itu cepat-cepat membantah, “nggak! Saya bukan pacarnya. Kami nggak pernah jadian. Sekarang aja saya terpaksa, Mang. Ikut Sam cuma mau ngerjain tugas bahasa inggris.”
“Oh seperti itu, Neng. Kirain, maaf kalau begitu.” Mang suep keluar dari warungnya dan memberikan segelas kopi ke dekat Sam, “eneng mau minum apa?”
“Es teh manis.”
“Siap!” Mang Suep kembali masuk, “padahal kalau benaran jadi pacarnya mas Sam. Si eneng beruntung.”
Dalam hati Adira, ia menggerutu, “yang ada buntung bukan beruntung.”
“Mang rokok dong sebatang.” Adira mendongak dan melihat Sam ingin mengambil rokok yang diulurkan dari dalam warung oleh Mang Suep.
“Jangan ngerokok!” Dira memukul tangan Sam hingga rokoknya jatuh, “nggak baik buat kesehatan lo. Asapnya juga nggak baik buat gue.”
“Apa-apaan sih lo. Rugi tuh gue.” Tunjuk Sam pada rokoknya yang ada di bawah.
“Bodo! Kalau lo mau ngerokok juga. Gue mending pulang aja.”
Sam memutar kedua bola matanya malas, “oke-oke, gue nggak ngerokok.”
“Bagus.” Baru saja ingin fokus ke bukunya lagi Dira kembali mendongak saat pemilik warung memberikan pesanannya, “makasih, Mang.”
Setelah itu mereka berdua fokus menyelesaikan tugas yang diberikan Miss Jesica.
Hingga tiba-tiba Sam yang terlihat malas-malasan itu berceletuk, “kenal iwan nggak?”
Pertanyaannya itu berhasil membuat Dira menatapnya. Dira mengetuk-ngetuk pena di dagu.
“Siapa iwan? Teman lo? Mana gue tahu,” jawab Dira sekenanya.
“Iwan to have you,” jawab Sam yang menopang kepalanya sambil tersenyum menatap gadis itu.
“Maksud lo si iwan mau milikin gue? Idih, kenal aja nggak.”
Abrisam menepuk jidatnya mendapat respons seperti itu. Padahal barusan ia berusaha menggombali Adira.
“Aaaaa!” Sam berteriak dengan mengacak rambut dan menghentakan kedua kaki ke tanah.
Alis Dira tertaut dan dahinya berkerut, “lo kenapa sih?”
Mang Suep yang melihat itu dari dalam warungnya ikut tertawa.
“Akhirnya selesai juga,” Adira menutup bukunya dan perlahan membereskan.
Sam menjatuhkan kepalanya ke meja dan membiarkan pipinya menempel di meja kayu yang sudah kusam itu.
“Ayo beres-beres udah jam lima nih,” ucap Adira yang terus memasukkan bukunya ke dalam tas.
Abrisam kembali mengangkat kepala dan mulai merapikan buku miliknya ke dalam tas.
“Lo mau pulang bareng gue lagi?” tanya Sam ragu-ragu.
Adira tersenyum sambil menggeleng, “gue dijemput.”
“Sama siapa?”
“Kepo!”
Cewek itu segera berdiri dan memasang ransel di punggung.
“Gue duluan ya takut udah ditungguin,” ucap Adira pada Sam.
Sam hanya mengangguk.
“Saya pamit ya, Mang. Ini bayaran tehnya.” Dira memberikan uang ke Mang Suep yang sedang membereskan dagangan, ia sudah ingin menutup warungnya.
“Iya, neng. Hati-hati di jalan.” Mang Suep menyimpan uang itu ke saku baju.
Sam yang melihat kepergian Dira, sekarang buru-buru memakai tasnya.
“Mang, ini uangnya!” Sam meletakan uang begitu saja di meja, lalu ia berlari mengejar Adira.
Ia penasaran, ingin tahu siapa yang menjemput Dira. Sam berhenti melangkah saat melihat seorang laki-laki memakaikan helm pada Dira. Sayangnya, Sam hanya melihat dari belakang. Setelah itu Dira dan orang yang menjemputnya pergi.
Namun, Sam merasa kenal dengan motor vespa yang digunakan sang penjemput.
“Kayak pernah liat motornya.” Sam mencoba mengingat-ingat, “oh orang yang waktu itu di jalan.”
“Kakaknya atau pacarnya sih?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
jeje
Sam jadi nakal karna papa nya ya
2020-09-10
2
Yuni Yuni
tulisannya rapi banget......
2020-07-04
2
Sayyidah Husri
Klo kata aq sam tuh kaya dylan nakal to baik 😍😍😍😍
2020-06-23
0