Adira berlari menuju parkiran. Ia takut Afraz menunggu lama. Jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga sore. Gadis itu mengulas senyum saat Afraz yang duduk di atas motornya menatap Dira.
Ia melangkah lagi lebih ke dekat teman sejak lamanya itu.
“Udah lama?” tanya Adira.
“Baru sepuluh menit.”
“Maaf ya,” Dira menunjukkan wajah bersalahnya, “tadi pelajaran olahraga agak ngaret sedikit.”
“Nggak apa-apa, Dir. Ayo, kita pergi keburu tambah sore!” Afraz memutar cara duduknya.
Mesin motor lelaki itu mulai menyala dan Adira menunggu kendaraan roda dua Afraz memutar arah. Kemudian ia naik ke boncengan dan sebelumnya memakai helm pemberian cowok itu.
Abrisam yang baru sampai di parkiran melihat kejadian itu. Dahinya berkerut melihat Adira dibonceng cowok lain. Sam buru-buru mengeluarkan motornya dari parkiran saat motor milik Afraz sudah berlalu pergi.
Sam berniat akan mengikuti mereka. Entah kenapa hatinya tidak rela melihat Adira pergi dengan cowok lain. Apa lagi dengan Afraz yang Sam tahu cowok itu sedikit modus sama Dira. Tadi juga ketika ditawarkan pulang bersama dengan Sam, gadis itu menolak dan bilang akan jalan-jalan dulu dengan seseorang sebelum pulang ke rumah.
Motor hitam milik Afraz berhenti di sebuah taman. Taman itu tidak asing bagi Adira. Gadis ini tersenyum dan lekas turun dari motor. Matanya menyusuri sekitar sambil melepas helm di kepala.
“Masih ingat tempat ini?” tanya Afraz yang juga sedang melepas helm.
Adira menoleh ke Afraz, “ini ‘kan taman tempat kita sama anak-anak yang lain main ketika pulang dari sekolah.”
Taman yang tidak terlalu luas ini memang berada tidak jauh dari sekolah lama Adira.
“Masih inget aja lo.” Afraz meletakan helmnya dan helm yang dipakai Dira di atas jok motor. Lalu tangannya menggandeng tangan Dira untuk masuk ke dalam taman, “ayo!”
Adira yang tidak terlalu fanatik dengan gandengan Afraz spontan melepasnya. Ia lebih tertarik dengan taman yang sudah lama tidak ia kuncungi itu.
“Ada gulali.” Tunjuknya pada penjual permen kapas yang mangkal di dekat pintu masuk taman.
“Mau beli?” tawar Afraz. Adira cepat mengangguk. Senyumnya pun tidak putus-putus.
“Tunggu di sini aja. Gue beliin,” ucap cowok itu, lalu berlari kecil mendekati penjual.
Adira berjalan beberapa langkah lebih maju. Matanya menatap air mancur ukuran kecil yang ada di tengah-tengah taman. Lebih tepatnya air mancur itulah spot paling cantik di taman itu.
Matanya berbinar saat gulali ada di depan mata. Adira berbalik ke belakang untuk melihat yang mengulurkan permen kapas yang manis itu.
“Makasih Fra...” ucapan Adira terputus, tangannya juga berhenti saat ingin mengambil alih gulali. Senyumnya memudar mengetahui siapa pemberinya.
“Sama-sama Adira. BTW, ini Sam bukan Afraz.”
“Ngapain lo di sini?” tanya Dira yang sedikit sewot.
“Ambil dulu dong gulalinya.” Dengan kasar Adira mengambil alih gulali itu, “ini ‘kan taman umum ya. Terserah gue dong mau ke sini atau ke sana. Nggak ada tulisan Abrisam Pradipta dilarang ke sini juga.”
Lagi-lagi cowok itu membuat Adira jengkel.
“Sam!” seru Afraz yang baru datang membawa dua gulali.
Ia memperhatikan gulali di tangan Adira dan di tangannya bergantian. Dira yang sadar itu segera mengembalikan gulali dari Sam.
“Nih lo makan aja sendiri.” Ia beralih menatap Afraz dan mengambil gulali dari tangan cowok itu, “makasih. Ayo kita jalan ke sana!”
Afraz mengangguk dan mereka pergi meninggalkan Sam. Abrisam tersenyum, lalu menggigit gulali yang ada di tangannya.
“Dulu si Acep jatuh dari sini ‘kan hahaha lucu banget gaya jatuhnya gue masih inget banget.”
Adira dengan wajah cerianya bercerita pada Afraz yang setia mendengarkannya.
Dari jauh Sam masih memantau mereka. Agak boring kalau hanya diam. Mata bulat milik Sam menyusuri taman. Ia menangkap tiga orang anak kecil sedang bermain sepak bola. Segeralah ia berlari ke arah mereka.
Adira duduk di atas ayunan yang dari tadi ia ceritakan. Lumayan banyak kenangan di ayunan itu. Cerita masa sekolah menengah pertama. Afraz ikut duduk di ayunan sebelahnya.
Sesekali Adira masih memakan gulalinya yang sisa setengah.
“Nggak manis ya, Dir.”
Adira menoleh, “hah? Apanya yang nggak manis? Gulalinya?”
Afraz mengangguk tanpa menoleh ke Adira.
“Manis begini.” Gadis itu memasukkan lagi permen kapasnya ke dalam mulut.
“Kayaknya manisnya udah diambil lo semua deh,” ujarnya sambil tersenyum ke arah Adira.
“Hah, lo bisa aja.” Dira membuang mukanya. Pipinya terasa panas sekarang. Jatungnya juga berdebar lebih cepat. Gini rasanya digombalin mantan gebetan.
Sambil bermain bola dengan anak-anak, Sam masih sesekali melihat ke arah Adira. Ia melihat gadis itu sedang tersipu malu.
“Dir, gue mau ngomong serius sama lo,” ucap Afraz tiba-tiba membuat Adira menatap cowok itu lagi.
“Ya... ngomong aja. Emang mau ngomongin apa sih?” tanya Dira yang menunggu-nunggu perkataan Afraz berikutnya.
“Gue... Aduh!”
Bola melayang dan mengenai wajah Afraz sampai cowok itu terjatuh ke belakang. Adira begitu terkejut.
“Fraz, lo nggak apa-apa?” Dira segera membantu cowok ini untuk kembali duduk di atas ayunan.
“Sorry-sorry, bro. Gue kekencangan nendangnya,” ujar Sam yang datang untuk mengambil bolanya. Dalam hati ia tertawa melihat Afraz terjungkal seperti itu.
“Lo apa-apaan sih, Sam? Liat nih mukanya Afraz sampai memar!” Afraz sudah kembali duduk, sekarang ia meringis kesakitan di wajahnya.
Abrisam memeluk bolanya di pinggang, “gue ‘kan nggak sengaja. Gue udah minta maaf juga.”
“Maaf lo nggak bisa nyembuhin lukanya Afraz.”
“Terus gue harus gimana?”
“Sudah-sudah kalian jangan berdebat lagi!” Afraz menghentikan adu mulut kedua orang itu.
“Gue mau pulang aja. Biar bisa diobatin,” lanjutnya, lalu berusaha berdiri.
Adira dengan sigap membantu, “ayo kita pulang aja.”
“Adira pulang sama gue!” Sam cepat memegang pergelangan Dira.
Gadis itu terlihat tidak suka, “apa sih? Gue nggak mau pulang sama lo. Lepasin nggak!”
Sam menarik lengan itu hingga Adira bergeser ke dekatnya, “lo sama gue aja. Liat tuh dia kesakitan nanti kalau ada apa-apa dijalan lo juga kena.”
“Lepas Sam!” Adira berusaha melepas genggaman tangan Sam di pergelangan tangannya, “gue harus pulang sama Afraz. Gue mau bantu dia obatin lukanya. Ini semua ‘kan juga gara-gara lo.”
Sam dengan pasrah membiarkan genggamannya terlepas. Adira merangkul Afraz berjalan menjauh dari Abrisam. Sam kesal Dira malah marah-marah padanya.
“Kak bolanya!”
Mendengar teriakan dari anak-anak yang bermain sepak bola. Sam melemparkan bola itu. Kemudian menyusul keluar dari taman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
jeje
mulai Ada benih benih cinta nih
2020-09-11
1
Puput Tiara
gokiiil
2020-06-26
2
Delia Est
yeeeh... ada yg cemburu nih
2020-04-01
3