Blush...
Wajah Freeya seketika memerah, gadis itu gegas berdiri dan membawa piringnya, untuk menghindari tatapan Adam yang membuatnya terus menerus merasa malu.
"Mau kemana?"
"Sarapan dikamar." jawabnya singkat, dari jarak yang sudah cukup jauh Freeya dapat mendengar tawa Adam yang menggelikan ditelinganya.
Tak lama berselang, Freeya kembali dengan piring yang sudah kosong, ia bergegas menuju bak cuci piring dan meletakkannya disana.
"Mas belum berangkat?" tanya Freeya, saat melihat suaminya keluar dengan menenteng jasnya.
"Belum, sengaja nungguin kamu." jawab Adam dengan senyum menggoda.
"Ngapain?"
"Hari ini ada kuliah pagi kan, ayok biar sekalian aku antar."
"Mas berangkat duluan saja, nanti saya bawa mobil sendiri."
"Mau bawa mobil sendiri, nggak takut kayak waktu itu memangnya."
"Nggak."
"Sudahlah Freeya, biar saya yang antar." Adam tetap bersikukuh.
"Tapi mas_"
"Kenapa? apa karena takut ada yang cemburu disana, ada hati seseorang yang sedang kamu jaga?"
"Ish, bukan!"
"Lalu apa?"
"Yasudah, saya ambil tas dulu sebentar." ucap Freeya pada akhirnya, karena berdebat dengan Adam mungkin saja tak akan ada habisnya, pikir Freeya.
"Gitu dong.!" Adam tersenyum penuh kemenangan.
Sepanjang perjalanan menuju kampus, Adam tak henti-hentinya tersenyum, sambil sesekali memegangi tangan Freeya dengan penuh kelembutan.
Bahkan saat mobilnya kini sudah berada didepan kampus, Adam tak kunjung melepaskan genggamannya pada tangan Freeya seolah tak rela untuk melepaskan.
"Mas?"
"Ya, Kenapa?"
"Emm.. mas lagi kenapa, seneng banget kelihatannya."
Senyum Adam kian melebar, "Emang nggak boleh ya kalau mas seneng?"
"B-bukan begitu." Freeya mendadak gugup, terlebih setelah mendengar Adam yang memanggil dirinya sendiri dengan sebutan mas.
"Lalu apa hm?"
"Nggak apa-apa."
Lagi-lagi Adam tersenyum sembari mengusap kepalanya, dengan menggunakan sebelah tangannya.
"Nanti siang mas jemput ya."
"Eh, nggak usah mas, jangan sampai mengganggu pekerjaan mas nantinya."
"Nggak akan, pokoknya nanti kasih tahu saja kalau sudah mau pulang ya."
"Baiklah, kalau begitu saya keluar dulu ya mas." Freeya mengulurkan tangannya, kemudian mencium punggung tangan Adam.
"Hati-hati, ingat untuk menghubungi mas ya."
"Hmm."
Freeya keluar dari mobil Adam yang langsung disambut antusias oleh Alina.
"Aya, cie dianter suami." godanya sembari menyenggol lengan Freeya gemas.
"Apasih Alin, kebiasaan deh."
"Jadi, sekarang sudah sampai tahap mana nih.?"
"Alin_"
"Gimana mas Adam, gagah kan?" bisik Alina yang seketika mengingatkannya dengan kejadian semalam, saat Adam menjamah tubuhnya dengan penuh gaiirah.
"Tante Mila apa kabar?"
"Baik, dia nanyain kamu terus lho Ya, kapan katanya mau main kerumah."
"Kapan-kapan aku pasti kesana, oh iya bilangin sama tante Mila, kalau aku kangen sama kue lapis bikinan dia."
"Oke deh nanti aku sampaikan."
"Oke."
"Eh tunggu, kayaknya ada yang salah deh Ya, tadi kan kita lagi bahas soal kamu sama mas Adam, ko malah jadi bahas yang lain sih, ih Aya kamu sengaja ya, mengalihkan pembicaraan." gerutunya sembari mencubit pinggang Freeya pelan.
Freeya tertawa kecil, kemudian berlari meninggalkan Alina dengan semua rasa penasarannya.
Ditempat yang berbeda, Adam tampak enggan berbicara, pikirannya melanglang buana pada kejadian semalam bersama Freeya, ia sama sekali tak mempedulikan perasaan Devina yang terus menangis dihadapannya.
Ya, pagi ini Devina datang menemuinya dengan alasan pekerjaan, walau sebenarnya ia datang untuk membahas soal pernikahan Adam yang baru ia ketahui.
"Dam, aku nggak percaya kamu bisa setega ini sama aku, aku tahu kamu itu masih cinta kan sama aku, kamu cuma dendam aja kan Dam, dan menjadikan gadis itu sebagai pelampiasan, sebenarnya kam_"
"Cukup! cukup Devina!" sentak Adam seraya berdiri dan menggebrak meja, membuat Devina terkejut dan memejamkan kedua matanya.
"Sudah saya katakan, semuanya akan berubah seiring berjalannya waktu, kamu tidak bisa terus memaksa saya untuk kembali merasakan hal yang sama seperti sepuluh tahun yang lalu, itu tidak mungkin."
"Dan saya mohon satu hal sama kamu, berhenti membahas masa lalu dengan saya, karena diantara kita berdua tidak ada sesuatu yang patut dikenang." lanjut Adam penuh emosi.
"Tapi Dam_"
"Keluar! karena saya sedang sibuk, banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan sebelum istri saya pulang."
"Adammm?!" teriak Devina.
"Keluar!" sentak Adam tak kalah berteriak, membuat Devina terpaksa keluar dengan kedua kaki yang dihentak-hentakan.
Setelah kepergian Devina, Adam kembali duduk di kursinya dengan helaan napas berat.
Ia bukan membenci Devina, namun ia berusaha agar Devina tak mengharapkannya lagi terlebih kini ia sudah menikah dengan Freeya.
Bagi Adam masa lalu akan tetap menjadi masa lalu, ia tak ingin kembali ke masa itu, yang menjadi prioritasnya kini hanya Freeya dan masa depan mereka berdua, meski kini dalam hatinya masih banyak menyimpan kekhawatiran, khawatir jika sewaktu-waktu Aidan akan kembali untuk merebut Freeya dari sisinya.
*
Sore ini Adam terjebak dalam pekerjaannya sendiri, dan ia benar-benar tidak bisa meninggalkannya.
Diluar dugaan ada beberapa hal yang tiba-tiba bermasalah, membuat dirinya terpaksa tetap berada di kantor hingga malam hari, bahkan hingga esok harinya.
Sebelumnya ia sudah meminta maaf kepada Freeya dan mengirimkan sopir untuk menjemputnya, sekaligus meminta maaf bahwa malam ini dirinya tak bisa pulang.
"Sarapannya bos!" ujar Willy, sembari meletakkan makanan yang baru saja ia beli bersamaan untuk karyawan lainnya yang semalam ikut lembur.
"Bagaimana dengan proposal yang kalian ubah semalam, apakah sudah selesai.?" ujar Adam sambil memijat dahinya dengan kedua mata terpejam, kelelahan dan tidak tidur semalaman, membuat kepalanya terasa pening dan berat.
"Semuanya sudah beres bos."
Adam membuka kedua matanya, dan menatap sebentar arloji dipergelangan tangannya.
"Kita akan mengadakan rapat setengah jam lagi, pastikan semuanya tidak ada yang kurang!"
"Baik bos."
Rapat selesai lebih cepat, begitupun dengan masalah yang sempat membuatnya panik seharian kini sudah terselesaikan dengan rapi.
Adam memutuskan pulang lebih awal, tak hanya dirinya tetapi seluruh karyawannya, karena baginya semuanya sudah bekerja keras dan sama capeknya seperti dirinya.
Adam pulang dengan mengendarai mobilnya seorang diri, tak lupa ia membeli sesuatu yang bisa ia bawa untuk istrinya sebagai permintaan maaf karena kemarin ia tidak sempat menjemput sekaligus tak bisa pulang.
Selama dua hari tak bertemu membuatnya merasakan rindu yang begitu dalam, CK! sebucin itu dirinya sekarang, ia sendiri begitu geli, namun tidak juga dapat dipungkiri bahwa perasaan itu kian semakin nyata.
Ponselnya berdering, sang mama yang menelpon.
"Hallo ma!" ucapnya begitu telpon tersambung.
"Hallo ma, ada apa?" ulang Adam, saat tak mendapat jawaban.
Disebrang sana, suara sang mama terdengar sangat gugup dan terbata-bata.
"I-itu Dam."
"Kamu akan tahu setelah kamu pulang nak."
Telpon terputus, membuat Adam mengerutkan keningnya bingung, hal ini tentu tak biasa, sang mama tidak pernah memutuskan telpon begitu saja tanpa berpamitan terlebih dahulu, membuat perasaannya dipenuhi berbagai macam pertanyaan.
Tak menunggu lama, ia bergegas pulang melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
✮тιαɳα☘︎
nahlooo apaan tuh 🤔
2023-10-03
0