Meminta Hak

"Maaf saya harus pergi." tegas Adam, meninggalkan Devina yang masih berdiri ditempatnya dengan diiringi isak tangis.

Adam memasuki sebuah minimarket yang dimasuki Freeya tadi, dan mulai mencari-cari keberadaannya.

"Maaf mas, ada yang bisa saya bantu?" ucap salah satu pelayan wanita minimarket tersebut dengan sopan.

"Oh iya, mbak tadi lihat perempuan yang masuk sini, rambutnya dikuncir satu, kulitnya putih, pakai setelan olahraga warna abu-abu." Adam menjelaskan.

"Oh itu, sudah keluar beberapa menit yang lalu mas."

"Sudah keluar?" tanyanya tak percaya, pasalnya ia tidak melihat istrinya keluar dari sana.

"Betul mas."

"Yasudah, kalau begitu terimakasih ya."

"Sama-sama mas."

Adam keluar dengan sedikit tergesa-gesa, sembari mengeluarkan ponselnya dari saku celana, tak lupa ia menatap kearah sekitar mencari keberadaan Freeya, bahkan ia tak mempedulikan Devina yang masih berdiri disana menatap sedih kearahnya.

"CK, kamu dimana sih, Freeya?"

Telpon tersambung, membuat Adam menghela napas lega.

"Kamu dimana? kenapa tidak menemui saya?"

"Maaf mas, saya rasa mas masih ada urusan yang harus diselesaikan dengan wanita itu."

"Omong kosong apa yang kamu katakan, saya dan dia tidak pernah ada hubungan apapun."

"Tapi tadi mas_"

"Cepat katakan kamu ada dimana sekarang?"

"Saya dibelakang minimarket mas."

"Baiklah kamu tunggu saya, saya akan segera kesana."

"Iya mas."

Hanya beberapa detik saja, kini Adam sudah menemukan Freeya kembali.

"Ayok pulang!" ajaknya lembut.

"Emmm.. wanita itu gimana?"

"Nggak gimana-gimana, dia sudah pulang!" bohongnya.

"Mas?"

"Kenapa lagi, hmm?"

"Dia mantan pacarnya mas Adam kan, maaf mas sebetulnya tadi saya sudah menghampiri mas Adam, dan saya tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian."

"Sudahlah Freeya, jangan kamu pikirkan, saya benar-benar tidak ada hubungannya dengan dia, saya juga bukan mantan pacarnya seperti yang kamu kira."

"Tapi sepertinya dia sangat mencintai mas Adam."

"Tapi saya tidak peduli."

"Mas?"

Adam berdecak, "Kenapa? sepertinya kamu begitu penasaran mengenai hubungan saya dengan Devina, oke kalau begitu saya jelaskan sama kamu, saya dan dia dari dulu sampai sekarang tidak pernah ada hubungan apapun! dan tidak akan pernah."

"Dulu saya memang pernah ingin serius sama dia, tapi dia menolak saya, dengan alasan karena dia ingin berdiri dengan pantas disamping saya, awalnya saya yang begitu bodoh pun percaya begitu saja, tapi kenyataannya hanya beberapa bulan kita berjauhan dia bahkan sudah bergonta-ganti pasangan yang entah berapa banyak."

"Dan sekarang, dia tiba-tiba kembali dan mengatakan bahwa dia mencintai saya, itu tidak masuk akal Freeya, lagi pula untuk sekarang saya sudah menyukai seseorang."

Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Adam membuat Freeya mengatupkan mulutnya seketika, gadis itu menunduk seraya mengikuti langkah Adam yang mulai bergerak jauh dihadapannya.

Jika saat ini Adam sudah memiliki seseorang yang dia cintai, berarti cepat atau lambat Adam akan segera mengakhiri pernikahan mereka, batin Freeya bermonolog.

*

Sejak kejadian dibelakang minimarket tadi, Freeya kini lebih banyak diam, dan hanya bicara seperlunya saja, membuat Adam keheranan dan merasa khawatir.

Adam menutup benda segi empat yang selalu menemaninya setiap malam, pria itu beranjak menaiki ranjang dan sedikit memepetkan tubuhnya dengan Freeya, dengan kepala yang disenderkan di headboard.

Pelan dan ragu, Adam memberanikan diri untuk menyentuh sebelah tangan Freeya yang kemudian digenggamnya dengan lembut.

"Mas?" ucap Freeya yang tentu merasa kaget dengan apa yang dilakukan Adam saat ini.

"Iya."

"A-apa yang sedang mas lakukan?" tanyanya terbata.

"Menggenggam tangan kamu." jawab Adam yang tampak santai, berbeda dengan Freeya yang wajahnya kini terasa memanas, mungkin saja jika lampu dikamar itu bukan yang temaram seperti sekarang, wajah Semerah kepiting rebusnya sudah terlihat jelas oleh Adam.

"Freeya, kita suami istri kan? tidak ada salahnya bukan kalau saya menyentuh apa yang sudah menjadi milik saya."

Deg!

"Kita sudah satu bulan menikah, apakah boleh jika saya memintanya sekarang?"

Deg!

Freeya benar-benar gelagapan dibuatnya.

Kemudian gadis itu membelalakkan mata dan terdiam kaku, saat merasakan sapuan lembut dibibirnya yang tiba-tiba.

Bagaimana tidak, hal ini merupakan yang pertama kali bagi dirinya.

Suhu tubuh Freeya terasa semakin memanas, saat Adam menatapnya dengan sorot mata yang tak biasa, sebagai gadis yang sudah mulai dewasa, Freeya tentu sangat mengerti apa yang diinginkan pria dihadapannya.

Freeya tak kunjung bicara, membuat Adam mencium bibirnya sekali lagi, kali ini lebih lama dan sedikit tak sabaran.

"Kalau kamu belum siap, saya bisa menunggu." ucap Adam setengah berbisik.

Freeya tentu tak bisa menolak, walau bagaimanapun Adam adalah suaminya ia akan merasa berdosa jika ia terus menghindar dari kenyataan.

"Mas berhak semua atas diriku, jadi apa ada alasan aku untuk menolak mas."

Deg!

Adam mematung, tak menyangka jika Freeya akan mengatakan hal seperti itu kepadanya, padahal sebelumnya ia sudah menyiapkan hati jika Freeya menolak keinginannya.

"Boleh?" ulangnya memastikan apa yang ia dengar, dan diangguki Freeya dengan wajah malu.

Adam tersenyum senang, ia kembali mencium bibir Freeya, memagutnya lebih kuat, dan menjelajahinya hingga bagian dalam, dengan perasaan yang menggebu-gebu.

Malam yang dingin dan tampak sunyi menjadi saksi menyatunya dua raga anak manusia yang mencoba saling berpegangan di jalan yang sama.

*

Pagi menyapa, Adam bangun paling terakhir, dan tentu Freeya sudah tak lagi berada disampingnya.

Ia tersenyum saat kilasan matanya tak sengaja melihat noda merah hampir mengering diatas seprai biru muda yang melekat di kasur yang ia tempati saat ini.

Ternyata ia benar-benar yang pertama menyentuh istrinya, mengenai hal ini tentu ada kebanggaan tersendiri dalam hati Adam.

Adam menghampiri istrinya yang berada di dapur dalam keadaan sudah rapih dengan setelan kerjanya.

"Selamat pagi?" ucap Adam sembari memeluk tubuh Freeya dari belakang, membuat gadis itu hampir terlonjak karena kaget.

"Kenapa,? kaget hmm?" bisiknya, sembari menciumi pipi Freeya dan membantunya membolak-balik nasi goreng didalam wajan.

"Sebentar lagi selesai mas, mas tunggu saja dimeja." ucap Freeya dengan wajah memerah, ia berharap Adam tidak melihatnya.

Lima belas menit berlalu, Freeya sudah selesai menyajikan seluruh sarapan yang ia buat dengan sepenuh hati.

"Dimakan mas."

Tak langsung menjawab, Adam memandanginya selama beberapa saat, hingga puas melihat istrinya yang tampak gelagapan dan serba salah.

"Kamu cantik kalau lagi salah tingkah begini." goda Adam sambil tertawa.

"Mas ih." desis Freeya dengan wajah yang berubah masam.

"Nggak kok nggak, saya cuma bercanda, ayok kita makan sarapannya bareng-bareng."

"Nyebelin."

Adam masih tertawa, namun detik kemudian tawanya terhenti berganti dengan tatapan serius.

"Tapi kamu memang benar-benar cantik, Aya."

*

*.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!