Menuntut penjelasan

Adam memejamkan kedua matanya dengan kepala yang ia tumpukan disandaran kursi.

Pekerjaan hari ini membuat tenaganya hampir terkuras habis, bahkan saking sibuknya ia sampai melewatkan jatah makan siangnya.

Tok..tok..tok..

Ketukan didepan pintu ruang kerjanya, membuat kesadaran Adam kembali sepenuhnya, pria itu mengusap wajahnya dengan hembusan napas lelah.

"Masuk!" ucapnya.

"Pak, ini laporan penjualan bulan lalu yang bapak minta." ucap Willy yang merupakan sekertaris Adam yang sudah menemaninya selama dua tahun ini.

"Hmm.. letakan saja dimeja Will, oh iya rencana lembur malam ini batalkan saja, kamu pulanglah lebih awal, saya masih ada sedikit urusan diluar."

"Baik pak, kalau begitu saya permisi untuk memberi tahu para staf yang lain."

"Hmmm."

Setelah memastikan semua karyawannya telah pulang, Adam pun menyusul meninggalkan kantor, untuk menemui ketiga sahabatnya yang sudah lebih dulu berkumpul di sebuah Kafe yang biasa mereka datangi.

Pertemuan mereka kali ini, tentunya bukan tanpa alasan, mereka menuntut penjelasan Adam mengenai pernikahannya dua hari yang lalu.

Kedatangan Adam disambut riang oleh ketiga sahabatnya, bahkan mereka sudah menyiapkan berbagai macam minuman yang dikhususkan untuk dirinya.

"Minum dulu bro, habis itu Lo harus cerita, ceritain semuanya dari A sampai Z pokoknya nggak boleh ada yang terlewat satupun." Rio salah satu sahabat Adam mendorong tubuhnya dan mendudukkannya diatas kursi.

Adam menghela napas pelan, kemudian melipat kedua tangannya yang ia letakkan didepan dada, sembari menatap wajah sahabatnya satu persatu.

"Jadi, kalian bertiga mau mulai dari mana dulu." ujar Adam dengan nada malas.

"Kenapa Lo mengkhianati kita bertiga dengan Lo married duluan, bukannya selama ini Lo sendiri yang bilang, kalau kita akan tetap berempat sampai tua nanti, iya kan?" Dion menepuk pundak Adam dengan kuat.

"Memangnya ada yang salah dari perkataan gue? gue kan cuma bilang kalau sampai tua kita akan selalu berempat, bukan meminta kalian buat nggak married selamanya."

"Jadi_ "

"Hmm, sejauh ini sepertinya kalian sudah salah paham! gue nggak melarang kalian buat membangun hubungan baru dengan wanita manapun, gue cuma berharap bahwa sampai kapanpun persahabatan kita berempat akan selalu terjaga dengan baik seperti biasanya."

"Mungkin itu juga cuma si Dion yang berpikir begitu Dam, tapi bukan itu yang mau gue tanyakan." Sean menimpali.

"Apa?"

"Yang gue bingung ini bagaimana ceritanya sih, Lo kan ngundang gue, ngundang kita bertiga buat datang keacara pernikahan adek Lo, kok malah elo sendiri yang married sih bro! asli puyeng banget kepala gue mikirin ini dari kemarin, terus yang jadi pertanyaannya adek Lo gimana, kemana dia? Lo bukan lagi ngeprank kita bertiga kan?"

Adam terkekeh, sembari menyentil kepala Sean menggunakan jemarinya.

"Ini nyata ya, gue nggak ngeprank sama sekali."

"Cerita, buru! ceritain semuanya." desak Rio tak sabaran.

Tak dapat menghindar dan tak memiliki pilihan lain, akhirnya Adam menyerah dan menceritakan semua yang telah terjadi dari awal hingga sekarang.

"Jadi, bini Lo itu sebenarnya adalah cewek yang mau dinikahin adek Lo itu Dam, sial banget sih dia, malah berjodoh sama elo, tampang sih boleh oke, tapi sikap Lo ini menurut gue kayaknya nggak deh." celetuk Dion tanpa ragu.

"Sialan!"

"Tapi sumpah ya Dam, aslinya dia cantik banget bro, mustahil kalau suatu saat elo nggak sampai jatuh hati sama dia, jaminannya Lo potong kuping gue kalau sampai perkataan gue nggak tepat, setuju.?"

Adam berdecih, sebenarnya untuk sekarang ia sedang berusaha menutup diri dari Freeya, ia khawatir jika adiknya akan kembali dalam waktu dekat.

Meski baginya pernikahan bukanlah sebuah permainan, namun ia juga tak ingin bersikap egois untuk menahan Freeya disisinya.

Karena yang ia tahu sampai saat ini Freeya diam-diam masih sering memandangi foto Aidan dengan penuh kerinduan.

"Dam, woi!! malah bengong, lagi ngebayangin apa Lo, apa jangan-jangan kalian udah_"

"Berisik!" gerutu Adam sembari menyumpal mulut Sean dengan sepotong croissant yang ia ambil dari tangan Dion.

"Ck, croissant gue! ganti sepuluh kali lipat buru, nggak mau tahu." protes Dion.

"Perhitungan Lo, nih gue ganti, sepuasnya." ujar Adam sembari menyerahkan dompetnya ketangan Dion.

"Beneran nih, pesta bro!" ucap Dion antusias, sembari menciumi dompet Adam beberapa kali.

"Dasar bocah gila harta." ejek Rio, yang hanya ditanggapi Dion dengan tawa riang.

"Oh iya Dam, kapan-kapan kita makan bareng yuk, sekalian ajakin istri Lo, biar dia mengenal sahabat suaminya yang cakep-cakep ini, ya nggak?" ajak Sean mengerling genit.

"Alaahh, palingan juga mau caper dia Dam, mulut komodo dipercaya." sahut Dion.

"Bangsad lo, dasar sahabat durjana."

"Sesama sahabat durjana dilarang saling mengatai bro!"

"Temen sengklek."

"Sama kita."

Adam menggeleng, melihat tingkah sahabatnya yang memang sudah biasa seperti itu, ia beranjak dari duduknya, sembari memakai kembali jasnya yang sempat ia buka.

"Lho..lho! mau kemana Dam?" Rio yang bertanya.

"Balik!"

"Masih sore kali bro, baru juga jam delapan kan?"

"Capek gue, ngantuk!"

"Elahh ngantuk dia bilang, biasanya juga begadang sampai pagi nggak pernah ngeluh, apa lagi ini masih sore bro! ayam aja masih pada pacaran tuh belum pada tidur."

"Berisik Lo! yon mana dompet gue."

"Nih, tapi isinya udah gue ambil." Dion mengembalikan dompet yang sudah kosong itu ketangan Adam, sambil mengipasi dirinya dengan lembaran merah yang ia ambil dari dompet tersebut.

"Yang udah punya bini pengennya cepat pulang terus." lagi-lagi Rio menggodanya sambil tertawa.

"Gue balik dulu." pamit Adam, lalu bergegas menuju mobilnya dan melajukannya menuju rumah.

Sesampainya dirumah, ia mendapati Freeya yang tengah makan malam seorang diri, gadis itu tampak tidak memiliki selera makan, terlihat dari cara dia yang hanya mengaduk-aduk makanan tersebut, dengan sesekali memakannya, namun hanya seujung sendok saja.

Sebenarnya Adam sendiri sejak siang belum memakan apapun, bahkan saat bertemu teman-temannya tadi ia hanya meneguk jus alpukat yang diberikan Dion, itupun tidak sampai setengah gelas.

Adam mendekati meja makan, namun sepertinya Freeya tak menyadari kedatangannya, hingga gadis itu terperanjat saat Adam menarik kursi kemudian duduk tepat dihadapannya.

"Mas Adam, mas sudah pulang? maaf, tadi saya melamun nggak sadar kalau mas udah_"

"Ngelamunin apa? Aidan?" sela Adam.

Mendengar penuturan Adam, Freeya menjadi tak enak hati gadis itu gelagapan, bingung sendiri mau menjawab apa.

"Maaf mas!"

Akhirnya hanya kata maaf yang mampu ia ucapkan, sambil menunduk dengan perasaan bersalah.

"Saya tidak marah, saya mengerti perasaan kamu, saya juga tahu kamu masih sangat mencintai Aidan kan.?"

"Mas itu_"

"Saya tahu semua ini tidak mudah buat kamu, saya sangat mengerti."

Bukannya merasa tenang dengan ucapan suaminya barusan, Freeya justru semakin merasa bersalah.

*

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!