"Ya, ponsel kamu bunyi terus tuh." ucap Michel memberi tahu Freeya yang sedang memasangkan gaun di salah satu manekin yang berada di bagian depan.
"Oh iya Chel, terimakasih."
Michel tak lagi menjawab karena gadis itu sedang sibuk melayani beberapa tamu yang tengah memilih berbagai gaun model terbaru di butik tersebut.
Sementara itu Freeya bergegas menuju meja kecil tempat ia meletakkan tasnya.
Ponselnya sudah tak lagi berbunyi, namun karena penasaran Freeya pun mengambil ponselnya dari dalam tas.
Ada tiga panggilan tak terjawab dari nomor yang sama, yaitu nomor Adam yang tadi pagi diberikan pria tersebut.
Saat Freeya hendak menelpon balik, ponselnya lebih dulu berbunyi, ternyata Adam kembali menghubunginya.
"H-hallo?"
"Kamu masih sibuk?" tanya Adam to the point.
"T-tidak mas."
"Kalau begitu saya jemput sekarang ya."
"Emm.. tidak usah mas, biar saya pulang sendiri naik taksi."
"Kamu keberatan saya jemput?"
"B-bukan begitu mas."
"Lalu?''
"Emm_"
"Tadi pagi saya sudah mengalah lho, membiarkan kamu berangkat sendiri, jadi tolong ya, kali ini biarkan saya yang jemput."
"I-iya deh mas."
"Yasudah, telponnya saya tutup dulu, lima belas menit lagi saya sampai disana."
Sambungan terputus, Freeya hanya bisa menghela napas berat, Adam memang tidak seperti Aidan yang lebih lembut saat bicara.
Mengingat Aidan, sepertinya memang tidak akan ada habisnya, ada banyak kenangan indah saat bersama pria tersebut yang tidak mungkin mudah terlupakan begitu saja bagi Freeya.
Dulu Freeya pikir Aidan adalah sosok pria yang tidak akan pernah menyakitinya, mengingat begitu baiknya sikap Aidan selama ini, bahkan jika mereka bertengkar Aidan selalu mengalah dan meminta maaf duluan dan membujuknya supaya tidak lagi bertengkar.
Lamunan Freeya buyar, saat Ayra memberi tahu jika suaminya sudah berada didepan butik.
"Suami kamu datang tuh Ya, nungguin didepan."
"Oh iya Ra, terimakasih, kalau begitu aku pulang duluan, jangan lupa lima gaun yang saya bungkus tadi tolong masukin ke plastik yang sama ya."
"Siap bos! oh iya Ya, maaf nih aku sebenarnya nggak mau nanyain ini ke kamu, tapi sumpah Ya, aku penasaran banget! kenapa suami kamu bukan mas Aidan yang sering datang kesini Ya.?"
Freeya tertunduk, ia memang ingin bercerita dari sejak pagi tadi, akan tetapi ia belum memiliki kesiapan penuh untuk bercerita kepada siapapun kecuali Alina yang memang sudah menjadi sahabat baiknya sejak kecil.
"Aku tahu kalian pasti bertanya-tanya soal pernikahanku dengan mas Adam, Ayra maaf! aku nggak bisa cerita sekarang, tapi kapan-kapan aku pasti ceritain ke kalian, sekarang aku harus pergi dulu, kasihan dia takut kelamaan nunggu."
"Oh iya Ya, nggak masalah kok, kamu hati-hati dijalan ya."
"Oke Ra."
Freeya pun keluar menghampiri suaminya, bersamaan dengan Adam yang menoleh dengan senyum tipis, lalu keluar membukakan pintu mobil untuk Freeya.
"Kok cepat sekali mas sampainya, bukannya sekarang belum ada lima belas menit ya?"
"Saya sudah sampai dari tadi."
"Terus kenapa musti nelpon dulu, kenapa tidak langsung masuk saja, lagi dari mana mas tahu kalau butiknya ada disini?"
"Dikasih tahu mama."
"Oh gitu."
"Kita berangkat langsung kerumah Kakek tidak apa-apa kan, soalnya kata mama semua saudara sudah berkumpul disana."
"Kok mas tidak memberi tahu saya sebelumnya kalau mau langsung kesana."
"Memangnya kenapa?"
"Saya belum mandi mas, bajunya juga masih yang tadi pagi."
"Tapi tidak kotor kan?"
Freeya menggeleng.
"Jadi apa masalahnya?"
"Itu_"
"Jangan lupa pakai sabuk pengaman." sela Adam yang kemudian melajukan mobilnya dengan kencang.
Tak lama berselang mobil yang ditumpangi keduanya berhenti didepan salah satu rumah bergaya retro, paling berbeda dari yang lain.
"Ayok!" ajak Adam setelah membukakan pintu untuk Freeya.
"Mas?"
"Kenapa?"
"Saya_"
"Tenang saja, ada saya disamping kamu, lagi pula apa yang kamu khawatirkan? bukankah kamu sering bertemu dengan keluarga saya sewaktu berhubungan dengan Aidan."
"Saya memang akrab dengan mama papa mas Adam, tapi tidak dengan keluarga yang lain, saya tidak pernah bertemu dengan mereka sebelumnya."
"Benarkah?"
"I-iya."
"Tidak masalah, lagi pula yang akan dibahas hari ini karena Aidan, bukan karena kamu, jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkan apapun."
"Tapi mas?"
"Ikuti saya."
Adam menarik tangan Freeya membawa gadis itu masuk kedalam rumah milik sang kakek.
"Wah ini dia nih yang ditunggu-tunggu, akhirnya mereka datang juga." ucap sang kakek yang pertama kali melihat kedatangan cucunya.
Sontak semua orang yang berada diruang tamu pun memandang kearah keduanya, termasuk kedua orang tua Adam.
"Kek, nek?" sapa Adam, sembari menyalami keduanya lanjut menyalami kedua orang tua om dan tantenya, juga para sepupunya yang hadir disana.
"Duduk Dam." Harry sang om menepuk sofa yang masih kosong disampingnya.
"Terimakasih om."
"Freeya cantik sekali ternyata, rugi banget si Aidan ninggalin kamu." ucap Amara, yang merupakan istri dari om Harry.
"Cantik apaan, norak gitu dibilang cantik! mas Aidan udah paling bener lah ninggalin dia, mas Adam aja yang bodoh mau jadi suami pengganti." celetuk Andini salah satu adik sepupu Adam yang memang memiliki karakter beringas dan bermulut pedas.
"Jangan dengarkan dia." Adam berbisik di telinga Freeya, sembari mengeratkan pegangan tangannya.
"Andin, nggak boleh gitu ah, maaf semuanya tahu sendiri kan Andin memang sedikit blak-blakan orangnya." bela Lasmi ibunya.
"Apaan sih ma, orang bener kayak gitu kok."
"Andin!"
"CK!"
"Men_"
"Ma, jangan! sudah biarkan saja dia." bisik Abi menahan Arumi yang hendak bicara.
"Tapi mama nggak terima, menantu mama diperlakukan seperti itu oleh Andin pa." Arumi kembali berbisik.
"Semakin kita berdebat, Andini akan semakin bersemangat membuat masalah pada kita ma, jadi biarkan saja ya."
"Kakek senang kalian ada disini, kakek berharap kedepannya hubungan kalian akan baik-baik saja, mungkin ini cara tuhan menyatukan kalian berdua dengan hilangnya Aidan, percayalah setiap kejadian pasti ada hikmahnya."
"Cucunya hilang, malah dianggap berkah!" Andini kembali menyela.
"Bukan begitu maksud kakekmu Din, siapa coba yang mau Aidan hilang, dan menganggap kehilangannya menjadi sebuah keberkahan, nenek yakin semua orang yang dekat dengan Aidan pasti sangat kehilangan dia." sang nenek membuka suara.
"Tapi kelihatannya nggak begitu tuh."
"Andin kamu bisa tidak sih bicara sedikit sopan." ucap sang kakek dengan intonasi sedikit tinggi.
"Pa, sudah pa! jangan malah memarahi Andin dong, Andin kan hanya mengungkapkan pendapatnya saja." Lasmi kembali membela putrinya.
"Ck, udah ah! kita pulang aja yuk mah, ngapain juga menghadiri acara beginian, nggak penting banget sih!" ucap Andini yang langsung melenggang keluar yang kemudian disusul oleh Lasmi ibunya.
"Anak sama ibu sama saja." gerutu Arumi.
"Sabar ma."
"Ihs papa apaan sih dari tadi, bukannya belain mama, malah belain mereka."
"Maafkan Andini ya nak Freeya, sejak kecil dia memang begitu anaknya." ucap sang nenek.
"Tidak apa-apa nek, saya mengerti." jawab Freeya tersenyum ramah.
"Kamu benar-benar anak yang baik nak."
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Emn Sc
mulut ember..tuh s Andin.
2023-10-19
0
Wirda Wati
kayaknya Andini suka sama adam
2023-10-17
0
Nda DhaThoel
si Andin minta di cocolin sambel mercon itu mulutnya ya 🤭
2023-10-15
0