Bersedia menikah

"Pa_"

"Ikut papa." sela Abi cepat, sembari menarik tangan Adam ketempat lain.

"Pa, apa yang sebenarnya terjadi? kenapa tiba-tiba aku harus menikahi calon istri Aidan." protes Adam gelisah.

Abi menghela napas panjang, sebelum kemudian mengangkat kedua tangannya dan meletakkannya dikedua pundak Adam.

"Papa tahu ini terlalu mendadak Dam, situasi didalam gedung pun papa yakin kamu sudah melihatnya kan? tamu undangan tidak sedikit Dam, apa yang harus papa lakukan kalau acara ini sampai dibatalkan, lalu bagaimana tanggapan keluarga pak Badi terhadap keluarga kita, coba kamu pikirkan?"

"Memangnya Aidan kemana? kenapa jadi aku yang harus menikahi calonnya."

"Aidan menghilang."

"Apa? menghilang?"

"Menghilang bagaimana? kalau begitu, kenapa nggak coba kita cari saja pa, kita cari sama-sama."

"Masalah ini tidak sesederhana seperti yang kamu pikirkan Dam, Aidan berharap kita tidak mencarinya, anak kurang ajar itu sudah memutuskan segalanya secara sepihak."

"Bahkan dia sama sekali tidak memikirkan dampaknya terhadap keluarga kita."

"Adam, selama 28 tahun ini mama dan papa tidak pernah meminta apapun terhadap kamu bukan? tapi untuk kali ini papa mohon Dam, papa mohon sekali tolong bantu papa."

Adam terdiam, sembari menatap kedua mata sang papa yang tampak memerah.

Adam tentu sangat mengenal baik sifat sang papa selama ini, lelaki yang biasa tampak tenang itu kini terlihat begitu gelisah dan banyak menanggung beban.

Ia sendiri begitu marah terhadap sang adik yang telah menempatkan kedua orang tuanya termasuk dirinya dalam posisi seperti sekarang ini.

"Bagaimana Dam? sudah kamu pikirkan?"

Adam menghela, apakah ia masih punya waktu untuk berpikir, apakah ia harus mengatakan tidak, bagaimana pun ia sama sekali tidak mengenal gadis itu.

Namun bagaimana jadinya nasib keluarganya jika ia menolak untuk menikahi gadis tersebut, terlebih saat melihat kegelisahan sang papa yang begitu nyata didepan matanya.

"Baiklah, tapi bagaimana dengan gadis itu, dia belum tentu setuju kan pa, bahkan usia kami sepertinya terpaut cukup jauh."

Mendengar ucapan Adam yang menurutnya adalah sebuah jawaban yang ia inginkan, kedua mata Abi berbinar, sejak kecil Adam memang selalu bisa diandalkan.

"T-tapi kamu sudah setuju kan?"

Adam mengangguk pelan, karena sejujurnya ia sendiri merasa ragu, ia sadar dirinya tak memiliki pengalaman apapun terhadap seorang wanita, kecuali ibunya.

"Kalau begitu ayo, kita kembali temui mereka, waktu kita tidak banyak Dam."

"Bagaimana mas, apakah sudah diputuskan?" Ucap Badi begitu keduanya sampai diruangan ganti.

"Adam sudah setuju."

Mereka menghela napas lega, terkecuali Freeya, gadis itu tampak murung dengan wajah tertunduk.

"Bagaimana dengan Freeya?"

Sontak Abi melirik kearah putrinya, yang kini semakin tertunduk dengan kedua tangan saling bertaut.

"Aya, mau kan nak menikah dengan nak Adam.?"

Sejenak keheningan tercipta diruangan tersebut.

Semua orang memandang kearah Freeya dengan harap-harap cemas, menunggu jawaban apa yang diberikan gadis itu.

Freeya sendiri begitu kecewa terhadap Aidan, yang sudah tega mempermainkannya seperti ini, ia bertanya-tanya mengenai ungkapan cinta Aidan selama ini, apakah semua ucapan pria itu palsu, ia dengan sengaja membuatnya diatas awan kemudian menjatuhkannya secara tiba-tiba.

Lalu apa yang harus ia pertahankan sekarang.

"Baiklah, Aya setuju pa."

Semua orang tampak bernapas lega, kemudian mereka sama-sama turun menuju tempat dimana orang-orang sudah berkumpul menunggu kehadiran mereka.

Acara ijab kabul, berlangsung dengan lancar, meski sebagian orang-orang merasa sedikit keheranan dengan mempelai pria yang sedikit berbeda seperti didalam foto yang terpajang diluar gedung.

Adam dan Aidan memang memiliki sedikit kemiripan, namun tidak dengan postur tubuh mereka, Adam jauh lebih tinggi dari Aidan.

Setelah selesai acara, keluarga Freeya ikut serta mengantarkan Freeya menuju kediaman Abiyasa, lalu berpamitan untuk pulang, tak lupa kedua orang tuanya menitipkan Freeya pada Adam dan keluarganya.

*

"Maafkan mama ya sayang, mama sudah gagal mendidik Aidan, mama tahu kamu pasti sangat syok dengan kejadian hari ini, ini semua salah mama." ucap Arumi merasa bersalah.

Freeya menggeleng, ia jelas tahu semua ini bukan salahnya, Arumi adalah sosok ibu yang tegas selama ini.

"Sudahlah ma, mama tidak perlu menyalahkan diri mama sendiri, mungkin semua ini sudah menjadi keputusan mas Aidan, aku sudah ikhlas kok ma, lagipula sekarang aku sudah menikah dengan mas Adam kan?"

"Maafkan mama sayang."

Arumi menangis sembari memeluk tubuh kecil Freeya, membuat gadis itu terpancing untuk ikut menangis juga .

Sementara diruangan yang berbeda, Abi menepuk pundak putranya beberapa kali, ada perasaan bangga sekaligus merasa bersalah terhadap Adam yang terpaksa harus menikah tanpa rencana.

"Terimakasih untuk hari ini Dam, maafkan papa."

Adam tersenyum tulus.

"Tidak masalah pa, selagi aku bisa membantu keluarga kita, itu sama sekali tidak masalah."

Jawaban Adam tentu membuat hati Abi terenyuh, sekaligus merasa terkoyak, pertahanannya runtuh pria paruh baya itu menangis sambil memeluk putranya.

Sementara Adam hanya mematung, bagaimana tidak! ini untuk pertama kalinya dalam hidupnya melihat sang papa menangis dengan begitu pilunya.

Sosok yang ia kenal dengan segala ketegasannya, hari ini tampak sangat rapuh, dan memilukan.

Seharusnya dirinya yang bersedih, bukan?

"Kamu tenang saja, Freeya anak yang baik, pasti dia juga bisa menjadi istri yang baik buat kamu."

"Iya pa."

"Kapan kamu berencana untuk pindah, dan membantu bekerja di perusahaan papa disini."

"Maaf pa, sepertinya untuk yang satu ini aku tidak bisa."

"Maksudnya kamu berencana terus tinggal diluar negri, begitu?"

Adam terkekeh pelan, "Bukan! maksud aku, aku tidak bisa membantu bekerja di perusahaan papa, karena aku sudah punya perusahaan sendiri di Jakarta."

"K-kamu_"

Adam semakin tergelak, saat melihat ekspresi wajah sang papa yang tampak kesal.

"Dua tahun terakhir ini, aku sudah berada di Jakarta pa."

"Adam?!"

"Iya, aku tahu aku salah pa, aku jarang pulang menemui kalian."

Abi berdecak dengan keras, "Bahkan menelpon pun tidak pernah."

Lagi-lagi Adam hanya terkekeh, sembari mengikuti langkah sang papa menuju ruang tengah dimana ada Freeya dan juga Arumi.

"Yasudah, kalian beristirahatlah ajak istrimu kekamar Dam."

"Maaf pa, sepertinya aku akan langsung pulang saja."

"Pulang? pulang kemana?" Arumi menyahut.

"Adam sudah punya rumah sendiri ma."

"R-rumah? bukannya kamu baru pulang?''

Adam tersenyum, sembari mendekati sang mama dan memegangi kedua tangannya.

"Maaf, aku belum sempat cerita ke mama kalau selama ini aku sudah tinggal di Jakarta ma, aku hanya ingin bercerita diwaktu aku sudah sukses dengan usahaku."

"Adammm?!"

"Anak ini memang benar-benar." Abi menggerutu dibelakangnya, sementara Freeya hanya memilih diam, karena selama lima tahun mengenal keluarga Aidan ia tidak pernah melihat Adam sekalipun dirumahnya.

Ia hanya tahu jika selama ini Aidan memiliki seorang kakak yang melanjutkan studinya diluar negri.

*

*

Terpopuler

Comments

Emn Sc

Emn Sc

lanjut dech

2023-10-19

0

Mamah Kekey

Mamah Kekey

pemula

2023-10-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!