"Oh iya mas sudah makan?" tanya Freeya berusaha mengalihkan kecanggungannya sendiri.
"Belum."
Mendengar jawaban Adam, kedua mata Freeya terbelalak, karena ia pikir malam ini Adam akan makan diluar, sedangkan tadi dirinya hanya masak untuk dirinya saja.
"Maaf mas, hari ini saya tidak masak, mas pasti lapar ya?"
"Hmm, sedikit."
"K-kalau begitu, mas tunggu sebentar, saya akan Masakin sesuatu buat mas ya."
Tanpa menunggu jawaban dari Adam, Freeya bergegas mengambil bahan-bahan sederhana dengan sepiring nasi untuk ia racik menjadi nasi goreng rumahan.
Sementara Adam yang melihatnya hanya bisa diam memperhatikan setiap pergerakan Freeya.
Ini adalah moment yang ia impikan sejak dulu, yaitu ketika ia menikah, ia duduk manis menunggu dimeja makan, sementara sang istri memasak untuk dirinya.
"Ini mas."
"Sudah selesai?" ucapnya sembari mengerjap pelan, ia terhanyut dengan lamunannya sendiri tanpa menyadari jika makanan yang ia tunggu sudah siap dihidangkan.
"Maaf mas, bahan sayuran sudah habis, jadi saya hanya bisa masakin mas ini." ujar Freeya sambil duduk di kursi yang ia pakai sebelumnya.
"Tidak masalah."
Dengan segera ia memakan nasi goreng tersebut dengan lahap hingga tandas tak tersisa.
"Bagaimana rasanya mas?"
"Hmm, lumayan!" jawabnya asal, seraya meneguk segelas air yang juga sudah disiapkan Freeya untuk dirinya.
"Kamu tidak makan?"
"Sudah selesai mas."
"Itu, dipiring kamu masih utuh lho makanannya."
"Ini_"
"Kalau kamu tidak suka, sini biar saya saja yang habiskan, sayang lho buang-buang makanan."
Entah apa yang merasuki Adam saat ini, pria itu melahap makanan yang bahkan sudah berulang kali diaduk-aduk oleh Freeya.
Freeya sendiri hanya mematung, melihat Adam yang sedang menikmati makanan tersebut tanpa merasa jijik sedikitpun.
"Mas, istirahat saja, biar saya yang cuci." cegah Freeya saat Adam menumpuk piring kotor bekas ia makan dan membawanya ketempat pencucian.
"Tidak apa-apa, saya bisa melakukannya."
"Tapi mas_"
"Sudahlah, lagipula ini hanya sedikit kan.?"
Tak ingin berdebat lagi dengan suaminya, Freeya pun mengalah, kemudian gadis itu memilih untuk membersihkan meja makan lalu kembali kekamar lebih dulu.
Ia menyiapkan diri dengan segala kemungkinan yang terjadi antara dirinya dan juga Adam, karena Freeya merasa bagaimanapun kini Adam sudah menjadi suami sahnya baik dimata agama maupun negara.
Ia tidak bisa mengelak, jika sewaktu-waktu Adam menuntut haknya sebagai suami.
Waktu silih berganti, detik berlalu menjadi menit, menit berlalu menjadi jam, namun Adam tak kunjung datang, Freeya berpikir jika Adam kembali tidur dikamar tamu seperti sebelumnya.
Malam semakin larut, freyaa pun tertidur dengan sendirinya.
Diwaktu yang sama Adam memasuki kamar, untuk sesaat pria itu terpaku memandangi wajah cantik Freeya dibawah cahaya lampu temaram yang berada dikamar tersebut.
Namun semua itu tidak berlangsung lama, karena dalam hitungan detik dengan cepat kepalanya menggeleng, sebagai pengingat bahwa dirinya tidak boleh terhanyut oleh pesona Freeya.
Antara mata dan hatinya selalu berperang, melawan perasaan yang tidak ingin ia miliki, dan hadir diwaktu yang tidak tepat.
Meskipun ia sendiri ragu, apakah ia mampu untuk melawan antara perasaannya sendiri, dan juga waktu.
Dengan perlahan dan penuh hati-hati ia menaiki ranjang, namun rupanya pergerakannya terasa oleh Freeya, gadis itu menggeliat dan membuka kedua matanya.
"Mas, Adam?" ucap Freeya dengan suara serak.
"Maaf, saya sudah membangunkan kamu."
"Tidak mas, justru saya yang seharusnya minta maaf, karena saya tidur duluan, saya pikir mas Adam tidak akan tidur disini."
"Tadi saya masih memiliki sedikit pekerjaan, jadi saya berpikir untuk menyelesaikannya malam ini."
Freeya mengangguk-angguk mengerti.
"Besok kamu ada waktu?"
"Kapan itu mas? kalau pagi saya ada kuliah, tapi kalau sore sepertinya tidak kemana-mana."
"Yasudah kalau begitu sore saja."
"Memangnya kenapa mas?"
"Tadi sore saya bertemu teman-teman saya, dan mereka minta supaya saya mengajak kamu untuk makan bersama mereka."
"Ehmm_"
"Tapi kalau kamu tidak bersedia, saya tidak akan memaksa."
Freeya terdiam, sembari melirik kearah suaminya yang sama diamnya.
Jika ia menolak, ia tidak memiliki alasan untuk itu, bukankah seharusnya ia merasa senang, karena Adam mau memperkenalkan dirinya kepada teman-temannya, yang menandakan jika Adam sudah mulai mengakuinya sebagai istri.
"Boleh mas, saya mau." jawaban final Freeya pada akhirnya.
"Benar, kamu mau ikut?" ujar Adam memastikan, yang diangguki Freeya dengan senyum kecil.
"Oke, kalau begitu besok setelah pulang kerja saya akan langsung jemput kamu kerumah."
"Iya mas, besok mas lagi nggak pulang malam kan?"
Adam menggeleng, "Tidak, saya akan jemput kamu jam empat sore."
"Iya mas!"
*
"Aya tunggu!" panggil Alina, saat keduanya kini bertemu dihalaman kampus.
"Eh Alin, aku kira kamu udah masuk kampus lho tadi."
"CK, aku dari tadi nungguin kamu kali Ya, oh iya gimana nih soal hubungan kamu sama mas ganteng?" ucap Alina dengan mata berbinar.
Freeya mengangkat bahu, "Ya gitu deh."
"Gitu gimana sih Aya, cerita dong! eh duduk disana aja yuk, harus cerita pokoknya." kekeh Alina sembari menarik tangan Freeya membawanya duduk diatas kursi yang terletak ditaman kampus.
"Cerita apalagi sih Lin, kan kemarin udah aku ceritain semuanya."
"Itukan kemarin, kemarin kita membahas soal pernikahan kamu Ya, nah yang mau aku tanyain sekarang hubungan kamu sama dia, udah ada kemajuan belum Ya, unboxing misalkan, upsss!"
"Ih Alina apaan sih?"
Freeya mencubit tangan sahabatnya dengan gemas, kemudian keduanya tertawa bersama.
"Eh Ya, tunggu deh! kamu lihat kearah sana, itu si Fadil senior kita, kamu kenal kan? maksudnya tahu kan?" menunjuk kearah seorang pria yang tengah mengobrol sambil berjalan kearah mereka berdua."
"Iya, emang kenapa Lin?"
"Udah dari lama dia tuh katanya suka lho Ya sama kamu."
"Apasih Lin, suka ngaco deh."
"Serius tahu ini, kamu aja yang nggak peka! nggak ngerasa apa dia sering perhatiin kamu dari jauh, kasihan banget kayaknya dia kalau tahu kamu udah nikah."
"Alin ih."
"Cie, beruntung banget sih kamu Ya, udah dinikahin mas ganteng, masih disukai kakak senior paling ganteng di kampus pula, ngiri tahu aku sebenarnya Ya sama kamu."
"Apasih Lin."
"Eh, eh.. tuh lihat tuh Ya, dia berjalan menuju kearah sini, kira-kira kamu bisa tebak nggak dia mau ngapain? dia mau nembak kamu secara langsung, atau mintain nomor telpon kamu dulu nih." tebak Alina heboh sendiri.
"Ish Alin."
"Hai?" sapa pria bernama Fadil tersebut dengan senyum ramah, yang sontak membuat Alina berdiri sembari menarik tangan Freeya agar ikut berdiri juga.
"Ehmm, hai kak?"
"Hai, kamu udah tahu namaku kan."
"Tahu kok kak, siapa sih yang nggak kenal kak Fadil dikampus ini, iya nggak Ya?" ucap Alina sembari menyenggol lengan Freeya tanpa mengalihkan pandangannya dari pria tersebut.
*
*
Yang mau baca ulang bab 7_8 sudah selesai di revisi ya!
Terimakasih 😊🙏
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments