Rea terdiam membisu. Sepertinya, kata-katanya tadi sudah sangat lancang memasuki ranah privasi Regan. Dia menyalakan alarm otaknya untuk segera bisa keluar dari situasi genting ini. Otak kecilnya berputar mencari cara.
Sayangnya, disaat yang dibutuhkan tidak ada satupun cara yang terlintas. Dilema menyelimuti hati kecilnya. Haruskah dia sedikit jujur? Atau lebih baik tutup mulut rapat-rapat?
"Emm, i-itu. Kamu belum tahu? Maaf, kalau tadi lancang membicarakan itu, lebih baik kamu tanyakan langsung saja sama Regan. Yuk, lanjut kerja!"
Sengaja Rea mengalihkan topik yang sedang mereka bicarakan. Tangannya bergerak-gerak menyibukkan diri dengan tumpukan kertas yang ada di atas meja kerjanya.
*
*
Di sisi lain. Regan juga sama halnya dengan Clara. Pikirannya tidak bisa sejalan dengan pekerjaan yang harus diselesaikan nya.
"Huft, apa yang harus kulakukan?"
Kepalanya dia tidurkan di atas meja dengan kedua lengan tangannya sebagai bantalan.
Hatinya merasa bimbang. Di satu sisi, hatinya sudah menerima Clara seutuhnya sebagai istri, tetapi, kematian mantan pacarnya masih membuatnya tidak tenang.
Masih ada teka-teki yang harus dipecahkan. Sedikit bukti-bukti sudah dikumpulkannya. Akan tetapi, dia membutuhkan bukti tambahan yang benar-benar kuat dan semua itu sedang dia usahakan.
Adanya masalah ini membuat fokusnya terbagi antara rumah tangganya dan kasus mantan pacarnya.
Devano yang melihat tingkah aneh Regan sejak tadi hanya bisa memijat pelipisnya dengan kesal.
Bagaimana tidak? Dokumen-dokumen yang menggunung di meja atasannya itu sama sekali tidak tersentuh. Sang pemilik hanya melamun dan mengeluh saja sejak tadi.
"Lo itu kenapa sih? Gue pusing ngeliat pekerjaan lo gak selesai-selesai! Ada masalah?" decak Devano dengan kesal.
"Kemarin Clara tanya sama gue alasan membenci cinta. Gue bingung harus jawab apaan," sahut Regan.
"Yaudah lah, jujur aja. Dia 'kan istri lo sekarang. Lagian dia juga berhak tahu masa lalu lo 'kan? Saran gue jangan lo tutupi, takutnya dia tahu dari orang lain," saran Devano.
"Gitu ya?"
Regan mendongakkan kepalanya. Dia mulai berpikir menyusun kata-kata yang tepat untuk memberitahukan apa yang menjadi beban pikirannya.
Setelah mendapatkan pencerahan dan solusi. Akhirnya Regan bersemangat kembali meneruskan pekerjaannya yang telah dia abaikan.
*
*
"Belanja-belanja. Sebagai wanita pekerja, harus membeli banyak camilan sebagai pengalihan rasa stress. Jangan lupakan juga ice cream sebagai pendingin dikala suasana panas," ucap Clara dengan riang gembira.
Kedua tangannya mendorong satu buah troli dan memasukkan barang apa saja yang dia butuhkan.
"Ups, babu baru, ya? Memang cocok sih, model cewek kaya kamu itu dijadikan pembantu."
Senyuman sinis menghiasi bibir Fanny, setelah kalimat penghinaan meluncur dari mulutnya.
"Sirik ya? pantas nyindir mulu, tapi, aku cukup terkesan dengan kejujuranmu meskipun terbalut sindiran. Bintang lima buat kamu.
Clara membuka lima jari tangan kanannya.
"Satu lagi, jangan mengusik hidupku jika tak ingin aku menggigitmu. Berhentilah menggonggong di depanku," ucap Clara dingin dengan peringatan yang begitu tajam.
Dua kali Fanny dibuat terkejut dengan tindakan Clara. Dia merasa sedikit takut mendapatkan peringatan itu. Orang ini seperti menjelma sebagai iblis ketika terusik.
Sedangkan Clara berjalan menuju kasir untuk membayar semua barang belanjaannya.
*
*
"Mas, kamu sudah pulang?"
"Sudah sejak tadi, sini barang belanjaannya biar aku saja yang menata di kulkas. Kamu cepetan mandi, nanti kita masak makan malam bersama. Mau 'kan?"
"Mau dong, biar romantis mirip di drakor-drakor. Kalau gitu aku mandi dulu ya, Mas suami," goda Clara.
Kakinya berjalan cepat menuju kamar mereka.
Sekitar lima belas menit kemudian, Clara sudah mendapati suaminya bereksperimen di dapur.
Dia takjub dengan pemandangan yang dilihatnya. Seorang lelaki tampan bertubuh sexy dan kokoh memakai kaos berwarna putih dan celana training sedang memakai apron. Sungguh, amazing.
"Loh? Kok masak sendiri sih? Katanya mau masak bersama? Kamu ninggalin aku, huh!
Bibir Clara mengerucut ke depan, mirip dengan paruh bebek.
" Aku tahu kamu pasti capek, 'kan? Biar aku aja yang masak. Nanti tinggal kasih aku imbalan," jawab Regan.
Clara melingkarkan tangannya di perut sang suami dan menyenderkan kepalanya di punggung tegapnya.
"Memangnya suami aku ini mau minta apa sih? Ini minta dimanjain, ya?"
Sebelah tangannya bergerak nakal menggoda suaminya.
Regan segera menyelesaikan kegiatan memasaknya, kemudian mengajak istrinya untuk makan bersama. Menu makan malam mereka hari ini adalah sup ayam ala Regan.
*
*
Di sinilah mereka sekarang, duduk di atas ranjang tidur dengan posisi saling memeluk. Regan membawa sang istri ke dalam dekapan hangatnya.
"Ada hal yang ingin aku katakan padamu dan ini sangat penting."
Regan menghela napas nya sejenak.
"Apa aku mencintaimu? Jawabannya adalah iya, aku pun tidak tahu pasti kapan perasaan itu tumbuh, tapi, di satu sisi aku juga takut akan kehilangan. Itulah alasanku selama ini selalu menyangkal perasaanku sendiri."
Bibirnya mengecup puncak kepala istrinya.
"Kehilangan dia, orang yang sangat aku cintai membuatku trauma akan cinta. Membuat diriku menderita dan terpuruk. Mengalami depresi dan sudah beberapa kali aku mencoba untuk bunuh diri. Sayangnya, aku masih tetap hidup."
Regan tersenyum miris mengingat masa-masa kelamnya itu.
Hati Clara berdenyut nyeri mendengar curahan hati suaminya. Dia merasa sedih sekaligus sakit hati. Secinta itukah Regan dengan wanita masa lalunya?
Wajar saja, sih. Dia dulu adalah wanita spesial yang memenuhi isi hati Regan. Apakah sekarang cinta itu juga masih tertancap kuat di hati suaminya dibandingkan cintanya untukku?
"Sekarang aku tanya, kamu pilih aku atau orang di masa lalumu?" ucap Clara datar dan dingin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments