Regan terdiam ketika mendapat pertanyaan tiba-tiba dari gadis yang duduk di sampingnya. Selama ini, dia hanya menjalani hidupnya tanpa adanya rasa cinta. Seolah hatinya sudah mati rasa sejak kejadian itu.
Lukanya belum sembuh. Ada trauma yang tersimpan di balik kata cinta. Sejujurnya, hatinya mulai luluh dan ada rasa nyaman saat bertemu gadis seperti Clara, tetapi, dia belum berani untuk mengenal cinta lagi.
Logika dan hatinya sungguh berperang saat ini. Entah keputusan apa yang harus dipilihnya. Hatinya atau logikanya.
"Maaf," ucap Regan. Hanya kata itu yang bisa di keluarkannya saat ini.
"Kalau kamu tak bisa menjanjikan kebahagiaan di rumah tangga kita kelak. Apa pernikahan ini tetap akan dilakukan? Aku hanya ingin menikah satu kali seumur hidup." Matanya menerawang memandang lurus ke arah jalan.
"Walaupun, aku tak bisa menjanjikan cinta. Percayalah, kelak ketika kita menikah, aku akan memperlakukanmu sebagai layaknya seorang istri. Pernikahan kita tak bisa dibatalkan begitu saja, itu akan membuat kakek kecewa," jawab Regan dengan kepala yang tertunduk.
Clara hanya tersenyum miris mendengar penjelasan dari Regan. Terpaksa. Itulah inti dari kata-katanya.
"Allah itu mampu membolak-balikan hati hambanya. Mungkin saat ini aku yang selalu terlihat mengejar cintamu, tapi, siapa yang tahu suatu saat keadaan berubah menjadi sebaliknya. Harapanku, kamu jangan terlalu menutup hatimu untukku. Izinkan aku membuka pintu hatimu yang telah kamu kunci. Biarkan ini mengalir sebagaimana mestinya. Allah menyatukan kita, pasti ada alasan di baliknya. Berikan aku kesempatan, itulah yang harus kamu lakukan saat ini," kata Clara dengan pandangan yang menerawang jauh kehidupannya nanti setelah pernikahan.
"Aku bukan gadis yang kuat seperti yang orang lain pikirkan. Aku juga punya ketakutan tersendiri, tapi, aku menutupi semuanya dari orang lain. Izinkan aku. Itu kata yang ingin kudengar darimu, untuk mencoba memasuki hatimu. Jika aku lelah nanti, mungkin aku bisa pergi sendiri dari hidupmu. Kata izinkan aku, akan ku minta kembali kamu ucapkan ketika aku sudah tak sanggup mempertahankan semuanya." Clara menolehkan kepalanya, seketika mata bulatnya bertatapan dengan mata tajam milik Regan.
"Aku mengizinkanmu," Matanya tidak lepas dari bola mata coklat milik gadis yang mulai hadir di kehidupannya.
Mata Clara masih tetap memandang ke arah Regan. Dia menyunggingkan senyum manisnya.
'Aku tidak tau, izinmu untuk yang mana. Memasuki hatimu atau menyuruhku pergi dari hidupmu. Aku hanya meminta kepada Allah, semoga setelah usahaku, Allah bisa mengembalikan rasa cinta di hatimu dan memberikannya kepadaku.' bati Clara berharap mendapatkan balasan cinta dari Regan.
"Ayo kita pulang, sudah hampir maghrib." Ajak Clara sambil beranjak dari tempat duduknya dan berjalan pergi meninggalkan bangku taman.
*
*
"Jangan pulang dulu, Nak! Ayo masuk dan sholat di sini saja. Nanti pulangnya sehabis makan malam sekalian," kata ayah Clara ketika melihat putrinya datang di antar Regan.
Regan merasa sungkan jika menolak ajakan calon mertuanya. Dia menyetujuinya dan masuk ke dalam rumah.
Ketika waktunya sholat maghrib tiba. Arya mengajak calon menantunya dan putranya untuk sholat di masjid. Mereka berjalan beriringan dengan bercengkrama ringan di sepanjang perjalanan.
Ini adalah pengalaman yang berharga bagi Regan. Seumur hidupnya baru kali ini dia merasakan momen seperti ini. Dia dan keluarganya terlalu sibuk dengan dunia, sehingga tidak pernah tercipta memori indah seperti yang dia lakukan saat ini.
Salah satu hal positif dari perjodohan ini bagi Regan adalah dia bisa merasakan hal-hal kecil yang membahagiakan hatinya yang tidak pernah bisa dia dapatkan ketika berada di lingkup kehidupannya. Meremehkan hal-hal kecil dan selalu berambisi mendapatkan sesuatu yang besar. Ambisi menaklukan dunia dan tetap mempertahankan kedudukan di posisi pertama.
Sepulangnya dari masjid, mereka makan malam bersama.
Mereka menyantap dengan nikmat makanan yang dimasak ibu Clara.
"Gimana masakan ibu, apa sesuai dengan seleramu, Nak?" tanya ibu Clara sembari menatap calon menantunya.
"Sangat lezat, Bu. Rasanya cocok dengan lidahku. Terima kasih atas hidangan nikmat yang ibu berikan," sahut Regan.
Clara cukup mengagumi sikap Regan.
"Oh iya, Nak. Kalau boleh tau, apa alasan nak Regan menerima Clara sebagai calon istri?" tanya Arya penasaran.
Deg
Jantung Clara sejenak menjadi sedikit was-was dengan jawaban yang akan dilontarkan Regan.
"Dia gadis yang baik dan ceria. Itu yang menjadikan saya tertarik menjadikannya calon istri. Saya juga membutuhkan sosok istri yang bisa ngerecokin hidup saya kelak nantinya," jawab Regan dengan sedikit bercanda.
Mereka yang berada di ruang makan tertawa mendengar jawaban Regan, kecuali, Clara yang saat ini mencebikkan bibirnya kesal.
Usai makan malam Regan pulang ke mansion kakeknya.
*
*
"Boy, hari ini mama ngajakin Clara buat shopping dan jalan-jalan. Apa kamu gak mau ikut?" tanya Moa sekalian mengantarkan suami dan anaknya berangkat kerja.
"Gak, Ma. Siang nanti aku ada meeting penting dari Singapura. Kalau sebelum jam makan siang sudah selesai, kita janjian makan siang aja, gimana?" tawar Regan.
"Oke, Papa gak ikut sekalian?" tanya Moa ke suaminya.
"Papa harus ninjau hotel kita yang ada di Bandung, Ma. Ada sedikit masalah di sana, jadi akan sedikit sibuk hari ini. Maaf, Sayang." Papa Wisnu mencium kening, pipi dan bibir Moa.
Pemandangan itu membuat Regan jengah. Sudah tua kelakuan orang tuanya tetap seperti ABG yang di mabuk asmara.
"Gak usah pamer kemesraan di depan perjaka. Ingat umur, sudah tua juga!" gerutu Regan dengan wajah kesalnya.
"Makanya cepat kawin. Sudah ada calon istri cantik dan imut malah dianggurin dan dicuekin. Papa kasih tahu, laki-laki yang sudah pernah merasakan belaian wanita, dijamin ketagihan nantinya. Bahkan terus minta nambah," jelas papa Wisnu dengan bibir yang terus mencuri kecupan di bibir sang istri.
"Dasar, Pria Tua mesum! Emang papa mau punya cucu di DP dulu? Gini-gini sekali terobos aku yakin bisa gol," jawab Regan menampilkan seringaian mesumnya.
"Kalian itu, ya! Pagi-pagi pikirannya sudah kotor semua. Cepat pergi kerja!" Usir mama Moa, karena, sudah terlalu jenuh dengan perdebatan suami dan anaknya, kemudian masuk ke dalam rumah.
"Papa, sih! Udah tau mama kalau marah mirip singa. Masih mancing-mancing lagi," tegur Regan menyalahkan sang papa dan segera memasuki mobilnya.
"Dasar bocah sinting! Mana ada orang mancing singa. Bukannya kita yang makan, tapi, kitalah yang dimakan!" teriak papa Regan saat melihat mobil anaknya mulai berjalan meninggalkan halaman.
"Papa! Kalau kamu masih tetap ngomel di situ. Koleksi sepatu mama melayang ke kepala sekarang juga." Suara keras istrinya terdengar dari tempatnya berdiri.
Papa Wisnu berjalan cepat ke arah mobilnya.
'Mampus, bisa bocor kepala ini. Sepatu Moa tidak main-main mengerikannya,' batin Wisnu membayangkan sepatu runcing istrinya bersarang di kepalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments