“Hai Kia, hai Nanda.” Sapa Wulan membuat Kiara dan Nanda langsung mematung sambil menoleh ke arah Wulan.
***
“Eh? H-hai dokter Wulan.” Balas Kiara sambil menelan salvilanya dengan susah payah.
Sedangkan Nanda hanya mematung di tempatnya melihat seseorang yang sejak tadi mereka bicarakan.
“Kenapa? muka kamu kok kayak ketakutan gitu Ki?” tanya Wulan sambil tersenyum ramah.
“Engga kok dok, engga takut.” Balas Kiara sambil tersenyum yang di paksakan.
“Mati lo Ki!” batin Nanda di dalam hatinya.
Wulan tersenyum sambil menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga, lalu dia duduk di sebelah Nanda dan di depan Kiara dengan anggun. Kiara tidak heran kalau wanita se anggun Wulan bisa menjadi kekasih si cassanova rumah sakit.
“Kamu beneran calon tunangannya Kaivan Ki?” tanya Wulan to the point.
Pertanyaan yang di lontarkan oleh Wulan itu membuat jantung Kiara seperti ingin copot rasanya, kakinya mendadak jadi lemas dan gemetar. Kiara bingung harus menjawab apa, kalau dia jujur tentang kabar yang beredar itu hanyalah pura-pura maka Kiara akan sangat malu, tapi Kiara juga tidak ingin menyakiti perasaan Wulan dengan mengatakan kalau dia adalah calon tunangan Kaivan.
“Duh maaf banget ya dok, saya lupa ada jadwal kunjungan pasien,, kita ngobrolnya nanti aja ya dok, bye..” ucap Kiara yang langsung beranjak dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkan Wulan dan Nanda di tempatnya.
Melihat kepergian Kiara, Wulan langsung mengalihkan pandangannya ke arah Nanda sambil tersenyum manis.
“Temen kamu,, mm aneh ya?” ucap Wulan dengan ragu untuk mengatakan hal itu.
Di tempat lain, Kiara sedang menempelkan stetoskopnya di atas perut seorang remaja laki-laki yang menjadi pasiennya kali ini. Beberapa saat kemudian Kiara perlahan menjauhkan stetoskop dari perut pasien itu lalu dia mengacungkan kempolnya sembari tersenyum lebar.
“Operasinya berhasil, semuanya sudah normal kok, habis ini jangan sering-sering makan mie instan ya, awas aja kalo kamu balik ke sini lagi dan keluhannya usus buntu lagi!” ucap Kiara sambil menajamkan kedua matanya untuk memberi peringatan kepada pasiennya tapi hal itu tidak membuat pasiennya takut karena wajah Kiara terlihat lucu.
“Iya dok, makasih ya.” Ucap remaja laki-laki itu.
“Ya udah, nanti saya balik lagi buat ngecek keadaan kamu lagi, bye Nino.” Ucap Kiara dengan ramah kepada remaja laki-laki itu yang bernama Nino.
Nino tertawa geli sambil membalas lambaian tangan Kiara, di dalam hati laki-laki remaja itu dia tertawa melihat tingkah seorang dokter seperti Kiara yang sifatnya sangat ceria, tengil dan konyol.
Namun meski begitu, Nino menyukai Kiara yang periang dan selalu memberikan aura positif untuk orang-orang di sekitarnya. Jika bukan karena perbedaan umur yang cukup jauh, mungkin Nino sudah menjadikan dokter cantik itu sebagai pacarnya.
Sementara itu, Kiara yang sedang berjalan keluar dari ruangan Nino sambil sesekali menganggukkan kepalanya untuk membalas sapaan dari para perawat yang menyapanya.
Namun tiba-tiba, langkah Kiara terhenti di tengah koridor, seketika jantung Kiara berdegup dengan kencang, matanya membulat dengan sempurna, tubuhnya mendadak gemetar dengan keringat dingin yang mengucur dari kepalanya saat melihat laki-laki yang ber jas putih yang kini berdiri tepat di hadapannya.
“D-Dio?” ucap Kiara dengan suara yang terdengar bergetar.
Perlahan tapi pasti Kiara melangkah mundur selangkah demi selangkah, matanya memerah menandakan kalau Kiara sebentar lagi akan menangis.
“Kiara.” Gumam Dio sambil menatap wajah Kiara dengan tatapan dalam seperti memancarkan perasaan bersalah yang tidak mempu untuk di jelaskan.
Kiara langsung menundukkan kepalanya sambil menahan rasa tangisnya yang kini sudah bersiap untuk berbalik badan dan meninggalkan tempatnya.
“Pergi!” tegas Kiara saat melihat Dio sudah berada di hadapannya.
“Ki, aku mau minta maaf.” Ucap Dio yang terus melangkah maju membuat Kiara ikut mundur sambil terus menundukkan kepala.
Kiara menggelengkan kepala dengan kuat sambil terisak pelan. Air mata yang dia tahan sejak tadi ternyata keluar juga pada akhirnya. Ternyata rasa takutnya kepada Dio jauh lebih besar hingga mempu membuat keceriaan di wajah Kiara mendadak menghilang.
“Pergi Dio! Aku ga mau lihat kamu!” teriak Kiara menggema ke selurus koridor rumah sakit membuat semua perhatian beralih ke padanya.
“Ki, aku mau bicara sebentar aja sama kamu.” Ucap Dio.
“Engga! Aku ga mau ngomong sama kamu Dio! Pergi sekarang juga!” teriak Kiara.
Dio yang kebingungan dengan sikap Kiara itu hanya bisa mengerutkan keningnya sambil terus menatap wajah Kiara. Perlahan tapi pasti kedua tangan Dio mulai terulur untuk menyentuh lengan Kiara membuat wanita itu semakin histeris.
“Jangan sentuh aku! Aku ga mau di sentuh kamu! Pergi!” ucap Kiara yang seperti orang kesetanan.
“Kamu kenapa kayak gini sih Ki?” tanya Dio sambil mengguncang tubuh Kiara untuk membuat wanita itu sadar dan berhenti histeris.
Namun bukannya sadar dan berhenti histeris, tangis Kiara malah semakin menjadi membuat Dio dan Kiara sudah menjadi bahan tontonan orang banyak.
“Kenapa kamu tanya aku? Bukannya harisnya kamu tanya ke diri kamu sendiri Dio!” Ucap Kiara sambil tersedu-sedu.
“Oke, aku minta maaf sama kamu buat kejadian itu, tapi itu udah berlalu kan Ki? Kamu bisa kan maafin aku?” tanya Dio yang membuat Kiara langsung menatap tajam ke arah Dio dengan mata yang masih memerah.
“Gampang banget kamu bilang hal itu setelah bikin kehidupan orang hancur!” ketus Kiara sambil memukul keras dada bidang Dio, meskipun pukulan itu sama sekali tidak berasa bagi Dio.
“Tapi Ki,,, aku...” belum selesai Dio melanjutkan kata-katanya, tubuhnya sudah ambruk seketika di atas lantai saat seseorang memberinya pukulan yang keras di wajahnya. Wajah Dio terasa nyeri seolah rahangnya hancur saat itu juga.
Bajing4n! gue bilang jangan sentuh dia!” bentak Kaivan dengan sadisnya memukul wajah Dio dan mencengkram kerah baju Dio.
“Lo apa-apaan sih Kai!?” ucap Dio tidak terima, laki-laki itu langsung mendorong tubuh Kaivan untuk melepaskan diri.
Kaivan menonjok wajah Dio untuk yang kedua kalinya, membuat Dio meringis kesakitan. Pelipisnya mengeluarkan darah segar yang terus mengalir turun ke pipinya.
Dio menajamkan pandangannya pada Kaivan, ia mengepalkan tangannya dengan kuat berniat untuk membalas perbuatan Kaivan terhadap dirinya. Tapi sayangnya gerakan Kaivan terlalu cepat untuk menahan tangan Dio.
Sementara, Kiara yang melihat kejadian itu hanya bisa menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Kiara tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat, begitu juga dengan Arhan yang tadi datang bersama Kaivan.
Laki-laki itu tidak percaya kalau Kaivan sangat sadis dan menyeramkan jika sudah terbawa emosi sampai membuat lawannya hancur.
“Mati aja lo!” teriak Kaivan yang sudah berniat untuk memuluk Dio lagi, namun aksinya tertahan saat mendengar suara teriakan dari Kiara.
“Dokter Kai, sudah cukup!”
Kaivan melepaskan cengkramannya dari kerah Dio, dia menghela napas panjang untuk meredakan emosinya yang sudah di ubun-ubun.
“Satu jari aja lo berani nyentuh dia, lo berurusan sama gue!” ancam Kaivan dengan serius dan penuh amarah.
Kaivan langsung menggenggam tangan Kiara dengan erat lalu membawa wanita itu menjauh dari Dio yang masih mematung di tempatnya.
“Wah gila!” gumam Arhan pelan lalu berlari mengikuti Kaivan dan Kiara yang sudah berjalan mendahuluinya.
Saat ketiga orang itu benar-benar menghilang dari pandangat Dio, laki-laki itu langsung menendang bangku yang ada di pinggiran koridor sambil mengelap darah yang mengucur di wajahnya.
“Sial!” umpat Dio dengan kesal.
Sampai saat ini, ada banyak perawat bahkan pasien yang berlarian untuk menjauh karena ketakutan setelah pertengkaran dua laki-laki idaman rumah sakit yang baru saja menjadi bahan tontonan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments