“Kamu mau mati?” tanya Kaivan dengan nada rendah begitu menyeramkan.
“Hah? Mati?”
***
Kedua mata Kaivan menatap ke arah tukang bangunan yang sedang berlalu lalang membawa material yang berat.
“Ruangan itu lagi di renovasi, jangan lewat sana bahaya!” ucap Kaivan.
Kedua mata Kiara mengikuti arah yang di lihat Kaivan, wanita itu melotot sambil menelan salvilanya dengan susah payah. Kalau saja Kaivan tidak menghentikannya, mungkin saat ini dirinya akan terjungkal masuh ke dalam tumpukan semen yang sedang di aduk dan menjadi patung saat di temukan.
“Ehem..” Kiara berdehem dengan canggung, dia memundurkan langkahnya demi memberikan jarak antara dirinya dan Kaivan.
“Terimakasih sudah mengingatkan.” Ucap Kiara sambil tersenyum manis.
“Maaf udah bikin kamu...”
Belum selesai Kiara mengatakan apa yang ingin dia katakan, tiba-tiba saja Kaivan sudah berjalan meninggalkannya begitu saja tanpa mengatakan apa pun.
“Ish, emang ini orang satu ga bisa di baikin!” ketus Kiara emosi sambil menatap punggung lebar Kaivan yang sudah menjauh dari pandangannya.
Kiara memutuskan untuk ke kantin lebih dulu membeli kopi hitam dan juga roti karena perutnya terasa lapar dan matanya terasa berat untuk di buka.
Setelah selesai membeli apa yang dia inginkan, Kiara memutuskan untuk kembali ke ruangannya untuk beristirahat beberapa menit saja.
Sampai di depan pintu ruangan, Kiara mendengar suara wanita yang sedang marah, Kiara pun semakin mendekati pintu dan membuka pintu itu secara perlahan.
“Ya terserah ibu saja kalau ibu tidak mau di operasi, kalau nanti peyakitnya udah menyebar dan semakin parah terus ibu meninggal, jangan salahkan saya.” Ucap Kaivan dengan santainya tanpa ada rasa bersalah sama sekali.
“Kamu ini bener-bener ya!” teriak ibu itu lalu..
Plak!!! Tamparan keras mendarat di pipi Kaivan, namun hal itu tidak membuat laki-laki itu jera, ia malah terkekeh sambil memegang pipinya yang sudah memerah karena tamparan itu.
Kejadian itu berhasil membuat Kiara yang masih berada di depan pintu terkejut sampai mulutnya terbuka karena tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
“Dokter macam apa yang ngomong kayak gitu ke pasiennya?! Dasar dokter gila!” ketus wanita tersebut sambil mengacak meja Kaivan sebelum akhirnya dia berjalan keluar dari ruangan tersebut bersama dengan emosi yang masih meluap-luap.
Kiara yang masih mematung di tempatnya langsung mendapat pelototan dari wanita itu karena tubuh Kiara menghalangi jalan.
“Awas!” bentak wanita itu yang membuat Kiara terkejut dan langsung memberikan jalan kepada wanita itu.
Kiara yang sudah tersadar itu langsung memberanikan diri untuk mendekati Kaivan karena merasa penasaran.
“Dok, yang tadi itu...” ucap Kiara menggantung.
“Pasien gila.” Balas Kaivan tanpa rasa bersalah.
“Kenapa? Kamu juga mau menyalahkan saya?” tanya Kaivan dengan tatapan tajamnya.
Mendengar pertanyaan Kaivan membuat Kiara terkejut lalu memundurkan langkahnya beberapa langkah.
“Eh? E-engga kok dok.” Balas Kiara.
“Bagus!” ucap Kaivan sambil tersenyum tipis.
Kaivan berdiri dari tempat duduknya, dia mengambil tumpukan kertas lalu berjalan ke arah Kiara dan memberikan kertas-kertas itu kepada Kiara.
“Kamu periksa pasien di kamar 10 dan 15, kalau bisa kamu kunjungi mereka setiap dua jam sekali.” Ucap Kaivan.
Mendengar ucapan Kaivan membuat Kiara mengerutkan keningnya, dia merasa tidak terima karena harus melakukan tugas yang seharusnya menjadi tugas Kaivan.
“Kenapa harus aku? Kan ini tugas dokter.” Ucap Kiara.
“Saya minta tolong.” Ucap Kaivan.
“Terus dokter sendiri emang mau ke mana? Bebas tugas gitu!?” tanya Kiara dengan ketus.
“Saya ada operasi darurat.” Jawab Kaivan dengan singkat yang langsung pergi begitu saja meninggalkan Kiara yang masih merasa tidak terima.
“Emang dokter doang yang punya jadwal operasi!? Saya juga ada jadwal operasi!” teriak Kiara berharap agar Kaivan mau mendengarnya.
Namun sayangnya, Kaivan tetaplah Kaivan yang tidak akan pernah perduli dengan orang-orang di sekitarnya, laki-laki itu hanya terus berjalan begitu saja.
Kiara hanya bisa mendengus kesal dan terpaksa menuruti perintah dari Kaivan yang menyuruhnya untuk memeriksa pasien di kamar nomer 10 dan 15.
***
Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, Kiara keluar dari rumahnya dengan terburu-buru dan melajukan mobilnya keluar komplek perumahan, wanita itu melihat tukang sayur keliling sedang parkir di tengah jalan menghalangi jalan Kiara.
Sudah berkali-kali Kiara menekan klakson mobilnya namun tukang sayur itu sama sekali tidak menggubrisnya. Dan akhirnya Kiara dan tukang sayur itu mulai adu mulut beberapa menit sebelum akhirnya Kiara tidak menggubris tukang sayur itu lagi dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya ke rumah sakit.
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi, Kiara sedang berdiri sendirian di tengah keramaian kantin rumah sakit, dan Kiara tersadar kalau dirinya sekarang sudah tersesat.
Tujuan awal Kiara adalah ruang jaga, dia ingin beristirahat sebentar dan menyejukkan hati yang sudah panas karena tadi bertengkar dengan tukang sayur di depan perumahan kompleknya. Tapi, kenapa sekarang dia malah ada di sini?
Rumah sakit ini terlalu besar, dan sepertinya Kiara membutuhkan peta agar tidak tersesat di rumah sakit ini.
Matanya melirik ke kanan dan ke kiri mencari seseorang yang bisa di ajak bicara, tapi hasilnya nihil. Yang ada di kantin ini kebanyakan para pasien beserta keluarganya. Tentu saja tidak mungkin Kiara bertanya jalan kepada mereka bukan?
Sebenarnya ada beberapa petugas rumah sakit dan beberapa dokter yang sedang sarapan di kantin, tapi Kiara terlalu sungkan untuk bertanya. Kiara tidak mengenal siapapun di kantin itu, hanya Nanda lah satu-satunya teman Kiara dan saat ini Nanda sedang berada di ruang operasi.
“Hei! Dokter baru nan cantik!” teriak seseorang membuat Kiara menoleh ke asal suara.
Kiara langsung menemukan seorang laki-laki berkulit sawo matang dengan senyuman manis yang saat ini sedang berdiri berdampingan dengan Kaivan, dokter galak casanova rumah sakit ini.
“Eh, kamu!” ucap Kiara sambil melemparkan senyum manisnya.
“Lo Kiara kan?” tanya Arhan.
“Iya.” Jawab Kiara.
Mata Kiara beralih sesaat ke arah tag nama yang menempel di snelli dokter laki-laki itu karena Kiara tidak tahu nama laki-laki itu.
“Arhan.” Ucap Kiara.
“Mau sarapan Ki?” tanya Arhan dengan begitu friendly sambil berjalan mendekati Kiara.
“Hemm, engga sih. Sebenernya gue mau nyari ruang jaga tapi malah nyasar ke sini.” Balas Kiara.
“Yaudah kalo gitu kita sarapan dulu yuk! Gabung sama kita aja Ki, ntar baru gue anter ke ruang jaga, gimana?” ajak Arhan.
Kiara terlihat berpikir beberapa saat, lalu menganggukkan kepalanya tanda menyetujui ajakan Arhan.
“Boleh deh.” Balas Kiara.
“Apaan sih lo Han, siapa yang ngijinin dia gabung sama kita? Makan aja sendiri, jangan manja! Apa-apa di temenin!” ketus Kaivan.
“Kai!” tegur Arhan sambil memukul punggung Kaivan dengan tangannya.
Kiara menatap Kaivan dengan tatapan kesal dan sinis, dia ingin sekali menjahit mulut Kaivan yang menyebalkan ini agar tidak bisa bicara lagi.
“Udah lah ayo Ki.” Ajak Arhan.
“Iya.” Jawab Kiara lalu berlari kecil mengikuti Arhan sampai dia bisa mengimbangi langkah Arhan.
“Ngomong sama gue santai aja Ki, ga usah terlalu formal, anggap aja kita udah sahabatan lama.” Ucap Arhan.
“Tapi kalau sama Kaivan beda cerita.” Lanjut Arhan dengan berbisik.
Kiara terkekeh pelan mendengar ucapan Arhan sambil mengangguk setuju.
Ternyata rumah sakit ini tidak seburuk yang Kiara pikirkan, padahal sejak hari pertama Kiara sudah berpikir yang tidak-tidak tentang orang-orang di rumah sakit ini, apa lagi setelah bertemu dengan Kaivan dan melihat sikap Kaivan yang sangat menyebalkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Umi Tum
lanjut kak 😍🤗👍
2023-09-07
0