Fadli berjalan santai menembus kegelapan malam, senyumnya masih terukir jelas di bibirnya, ia sangat bahagia saat ini karena malam ini ia bisa berduaan dengan Irma, wanita yang ia puja.
Fadli bersiul dan bersenandung ria di sepanjang perjalanan, ia hendak pulang ke rumahnya yang jaraknya sedikit jauh dari rumah Irma. Rumah di desa itu memang berjauhan sekali, masih banyaknya kebun-kebun kosong yang menghalangi satu rumah dengan rumah lainnya.
Krosak! Krosak!
Suara ranting dedaunan yang bergemerisik menghentikan siulan Fadli, ia mengedarkan pandangannya melihat ke kanan dan ke kiri, memutar tubuhnya ke belakang dan mengamati keadaan dengan waspada. "Tak ada siapa-siapa," batin Fadli, ia kemudian meraba tengkuknya yang tiba-tiba merinding.
Krosak! Krosak!
"Ngeong!"
Seekor kucing hitam keluar dari balik semak-semak, kucing hitam itu menatap ke arah Fadli sekilas, lalu melenggang pergi meninggalkan Fadli yang hampir jantungan.
Fadli membuang nafas lega saat ternyata yang muncul cuma seekor kucing. "Cuma kucing, kirain apaan," gumamnya, lalu membalikan badan dan berteriak sangat terkejut. "Aaaaa!" teriakan Fadli yang langsung sirna, saat sosok hitam besar menerkamnya tanpa ampun, tubuh Fadli terkulai tak berdaya di seret memasuki rimbunnya pepohonan.
***
Matahari begitu cerah, Irma sedang berjalan menuju ke sebuah lapak sayuran. Rencananya Irma hari ini ingin memasak tumis sayur kangkung yang di campur udang, dari kemarin Irma sudah membayangkan makanan itu, dan hari ini harus terlaksana.
Irma sudah sampai ke tempat tujuannya, seperti biasa tempat ini selalu ramai oleh ibu-ibu yang akan berbelanja bahan masakan. Irma segera memilih bahan yang ia butuhkan dan mendengar para ibu-ibu tengah mengobrol.
"Tahu tidak, Bu?" tanya dari seorang ibu yang sedang memilih sayuran, berbicara dengan ibu-ibu yang lainnya.
"Iya Bu ada apa emang?" tanya ibu-ibu di sebelahnya dan Irma juga ikut menatap ibu itu sekilas lalu mencoba mempedulikannya.
"Tadi Subuh, ada warga yang menemukan mayat di balik semak-semak, mayatnya persis seperti korban enam bulan lalu kaya si Torik anaknya bu Isma. Wajahnya tidak di kenali, karena penuh dengan luka cakaran di wajah dan tubuhnya," ucap ibu-ibu pertama yang menceritakan.
Sontak membuat ibu-ibu yang lain mulai geger, dan membuat Irma merasa ngeri saat mendengar ceritanya. Memang selama 5 tahun belakangan sering kali ditemukan korban pembunuhan yang ciri-ciri korbannya demikian, tapi belum pernah ditemukan pelakunya.
"Wah, iya bener Bu, sebelum enam bulan lalu pun pernah kan kejadian yang sama seperti ini. Bahkan ada yang dari luar desa juga, ya keadaannya sama kaya gini, mayatnya tidak dikenali," timpal ibu-ibu yang lain.
Kini tubuh Irma bergetar hebat, tangan yang sedang memegang sayur kangkung itu gemetaran.
"Menurut ciri-cirinya sih, kata orang yang mengenali dari pakaian si korban semalam, dia bernama Fadli, Bu-ibu," timpal tukang sayur yang ikut nimbrung dengan suara ibu-ibu yang langsung riuh.
Seketika membuat Irma semakin terkejut, menjatuhkan sayur yang sedang ia pegang, dan menutup mulutnya yang terbuka karena terkejut.
"Kang Fadli?" batin Irma, ia perlahan memundurkan badannya selangkah, lalu membalik tubuhnya menjauhi kerumunan ibu-ibu yang sedang membicarakan korban pembunuhan semalam. "Tidak mungkin, tidak mungkin itu kang Fadli, kami semalam baru saja berbincang, dan kejadian itu juga terjadi semalam. Tidak, tidak, tidak!" gumamnya, Irma mempercepat langkahnya dan segera masuk ke dalam rumah, menutup pintunya rapat.
Irma menyandarkan punggungnya ke pintu dan menangis membayangkan hal buruk itu karena dirinya. Kini ia merasa takut dan cemas, bahwasanya ia mulai merasa kalau kematian setiap laki-laki yang memiliki ciri-ciri itu dikarenakan dirinya yang menjadi sebabnya.
Irma menangis tak kuasa menahan kesedihan dan kengerian yang teramat sangat, pikirannya kembali mengingat kejadian 5 tahun belakangan setiap lelaki yang mencoba mendekatinya selalu mati mengenaskan.
***
"Fadli ...." Isak tangis seorang ibu yang sedang memeluk jasad putranya yang terbujur kaku. "Kenapa kau meninggalkan ibu secepat ini Fadli?Kau kenapa mati dalam keadaan yang seperti ini, Nak ..." ucapnya di sela isak tangis. Wanita paruh baya itu terus menggoyang-goyangkan tubuh putranya yang sudah tak bernyawa lagi. "Kenapa, Fadli ... baru kemarin kau katakan pada ibu, kalau kau ingin menikah, Nak. Bangun Fadli, banguuuunnn!" Tangisnya pecah, tak bisa menerima kenyataan kalau putranya secepat itu meninggalkan dunia dengan kematian yang tidak wajar.
Irma melihat jenazah itu dari kejauhan, ia sangat merasa bersalah dan bersedih. "Apa benar kematian kang Fadli karena makhluk terkutuk itu?" batinnya. "Ya Allah, apa yang harus kulakukan?" Irma masih bergelut dengan batinnya, merasa begitu sangat gelisah karenanya.
Siang itu acara pemakaman Fadli pun selesai, isak tangis masih terdengar dari sang ibu yang tidak terima atas kematian putranya. Irma yang memakai kerudung hitam hanya melihat acara pemakaman dari kejauhan saja.
Setelah pemakaman sepi, Irma melangkahkan kakinya perlahan menuju ke pusara Fadli, ia menatap batu nisan yang bertuliskan nama pria yang semalam baru berkenalan dengannya. Sekejap bayangannya mengenang saat dirinya bersama lelaki itu, sangat singkat, sangat cepat pertemuannya bersama Fadli.
Baru saja ia merasa ketertarikan kepada Fadli, namun takdir mengapa begitu kejam, tak memberi kesempatan sedikit pun bagi Irma hanya untuk sekedar merasakan belaian dari seorang laki-laki. Jangankan belaian hatinya mulai merasa tertarik saja kepada seorang lelaki, lelaki itu entah kenapa selalu mati mengenaskan seperti Fadli.
Irma merasa kalau dirinya adalah kutukan bagi setiap lelaki yang ia cinta. "Apakah aku tidak boleh merasakan cinta? Haruskah hati ini kubuang agar tidak merasakan jatuh cinta? Karena setiap lelaki yang kucintai pasti akan berakhir mati," batin Irma sakit mengingat nasibnya yang begitu buruk.
Irma menyiram dan menaburkan bunga di atas pusara Fadli, dan Irma terisak karena sedikit banyaknya ada Irma penyebab meninggalnya Fadli. Irma bingung harus bagaimana, apakah ia harus hidup sendiri seumur hidupnya tanpa pernah merasakan cinta dan dicintai?
Irma meninggalkan pusara Fadli dengan kebisuan, sekali lagi hatinya terguncang atas meninggalnya laki-laki yang selalu ia cintai.
Irma sampai di kediamannya, ia hendak masuk ke dalam rumahnya. Namun, tiba-tiba ada seseorang yang memanggil namanya.
"Dek Irma!" panggil seorang lelaki.
Irma menoleh dan membalikan tubuhnya melihat siapa yang memanggilnya. Irma tidak menyahut panggilan Tama, wanita itu hanya berdiri berdiam menatap Tama yang berjalan mendekat.
"Kau dari mana, Dek? Akang tadi ke sini mencarimu, tapi kau tidak ada di rumah," katanya saat Tama sampai di hadapan Irma.
"Oh itu, tadi Irma habis melayat ke rumah kang Fadli, Kang," jawab Irma dengan nada sedih.
"Fadli? Siapa Fadli, Dek?" tanya Tama, hatinya merasa panas karena cemburu mendengar Irma menyebut nama lelaki lain.
"Fadli teman Irma, Kang. Semalam kang Fadli yang mengantarkan Irma pulang dari acara menari, karena Kang Tama kan tidak ada," sahut Irma menjelaskan.
"Maafkan akang ya, Dek, semalam akang ada keperluan mendadak, jadi akang harus segera pergi, Dek," sesal Tama merasa bersalah.
"Tak apa, Kang," timpal Irma dengan ekspresi sangat sedih.
"Dek, apa kau baik-baik saja?" tanya Tama merasa cemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Isyeu Lismaya
Tama apa Tarma Thor?
2021-10-04
1
Puttry
Kenapa g ma kang danu aji aja sih?
2021-09-24
0
ibnu sabil
kasihan akang fadli
2021-09-21
0