Bab 11

"ALLAHU AKBAAAARRRR!" Suara Irma kian menggema memenuhi ruangan kamar itu, bagai petir menyambar telinga makhluk mengerikan itu hingga langsung terpental jauh dari atas tumbuhnya saat itu juga.

Irma merasa lega karena melihat makhluk itu akhirnya menyingkir dari atas tubuhnya, ia tak menyangka suara yang sejak tadi tertahan di kerongkongan kini akhirnya mampu ia lepaskan dan berteriak dengan lantang melafadzkan takbiratulikhram dengan dalam satu tarikan nafas.

"Aaaarrghh!" Makhluk itu meraung kesakitan, merasakan panas di gendang telinganya yang seakan mampu memecahkan kepalanya.

Makhluk itu terus berteriak sambil menutupi telinganya dengan kedua telapak tangan kekar berbulu hitam kasarnya, kedua mata merah makhluk itu melotot seakan menahan kesakitan dan marah pada Irma.

Irma melihat makhluk itu yang segera akan menerkam tubuh Irma kembali, Irma seketika mengingat sesuatu yang hampir ia lupakan. Ya, manik tasbih, ia ingat manik tasbih itu. Segera meraih sekantung manik tasbih yang diberikan oleh Danu Adji.

Irma mengambil satu butir manik tasbih itu, dan melemparkannya ke arah makhluk mengerikan itu. "Allahu Akbar!" Satu manik tasbih tepat mengenai dada makhluk buas itu, dan itu mampu membuat makhluk itu mengerang kesakitan.

Irma kembali mengambil satu butir tasbih dari dalam kantung dan kembali melemparkannya ke arah makhluk itu. "Laillahaillaullah!" Manik tasbih tepat mengenai perut makhluk itu, dan membuatnya seakan terbakar.

Suara erangan dan aumannya begitu sangat menakutkan terdengar bagi Irma, mulutnya komat kamit memanjatkan doa kepada sang maha kuasa, berharap sang kuasa mau membantunya mengusir makhluk terkutuk itu dari kamar dan dari hidupnya.

"Ya Allah, tolonglah hambaMu ini dari gangguan makhlukMu yang terkutuk ini. Bebaskan hamba dari jeratan makhluk ini," ucapnya lirih seraya memohon.

Ia melihat makhluk itu limbung, masih mengerang kesakitan dan akhirnya wujud makhluk itu berubah menjadi kepulan asap putih yang tebal, yang perlahan lenyap terbang terbawa angin melewati lubang udara.

"Arrghh! Irma, kau tidak akan mudah terlepas dariku, Irma! Kau tahu aku abadi dan aku akan membunuh siapa pun pria yang berusaha mendekatimu. Kau tidak akan bisa mencintai selain hanya mencintaiku." Suara tanpa wujud itu terdengar mengerikan seakan masih menahan kesakitan, menyampaikan ancamannya pada Irma, seketika membuat gadis itu merasa takut dan cemas.

Suara itu tak terdengar lagi, itu membuat hati Irma sedikit lega.

***

Esok harinya, Irma sudah bangun dari malam panjangnya, ia masih merasa cemas dengan ancaman makhluk itu padanya malam itu.

Seminggu telah berlalu semenjak kedua orang tua Irma meninggalkannya untuk selamanya, sekaligus ancaman mematikan dari sang makhluk mengerikan itu. Ia tak lagi merasa dirinya sedang diawasi apalagi diganggu oleh sosok makhluk mengerikan pencinta wanita itu.

Irma dibuat melupakan sebuah ancaman yang pernah ia dengar, hingga Irma mulai melakukan aktivitasnya lagi seperti biasanya, menjalankan profesinya kembali sebagai penari ronggeng, profesi yang bukan sekedar menghasilkan rupiah, tapi ini juga merupakan cita-cita seorang Irma Sukma Ayu.

Hari-hari berlalu menjadi minggu, minggu berlalu menjadi bulan, dan bulan pun menjadi tahun. Kini usianya sudah menginjak 26 tahun. Pesona Irma tidaklah luntur dimakan usia. Wanita itu malah lebih terlihat bercahaya di antara gelapnya malam, wajah cantik dengan tubuh sintal berlengak-lengok gemulai mengikuti irama musik gamelan.

"Dek Irma," panggil seorang pemuda yang cukup tampan, memiliki postur tinggi berkulit putih dan berambut ikal, ia tersenyum manis menyambut tangan Irma saat Irma hendak ingin turun dari panggung. "Dek, pulang sama akang, yuk?" ajak pemuda itu dengan senyuman tak lepas dari bibirnya.

"Terima kasih, Kang, Irma bisa pulang sendiri tak usah repot-repot," tolak Irma tersenyum, menolak halus ajakan dari pemuda itu.

"Mana mungkin repot, akang malah sangat senang kalau Dek Irma mau diantar akang pulang," ucapnya dengan nada berharap. "Lagipula juragan Tama kan tidak ada, Dek, dan ini sudah malam loh, emang Adek berani pulang sendirian? Di ujung jalan sana serem loh, Dek," bujuknya mengingatkan Irma bahwa memang malam ini ketua dari groupnya ini sedang tidak ada di tempat, Tama tadi meninggalkan pentas karena ada kepentingan lain.

Karena ditakut-takuti, membuat Irma sedikit merinding. "Hmm, baiklah, Kang," sahut Irma akhirnya setuju dengan ajakan pemuda itu.

"Yes!" pemuda itu meloncat kegirangan, merasa usahanya berhasil.

Mereka berdua berjalan beriringan menembus gelapnya malam yang dingin menusuk tulang, pemuda itu tak berhenti mengajak Irma berbincang di sepanjang jalan, dan Irma hanya menjawab pertanyaannya seperlunya saja.

"Dek, kau tahu tidak, tadi penampilanmu sangat luar biasa. Kau lihat para penonton termasuk aku, kami semua seakan hanyut menatap pesonamu di saat kau menari tadi," cerocosnya, dan Irma hanya menanggapinya dengan tersenyum saja. "Kami seakan melupakan hutang-hutang kami sejenak, Dek. Haha!" ucap pemuda itu di akhiri dengan gelak tawa, dan Irma hanya membalasnya dengan senyum.

"Dek," panggilnya lagi, seraya menoleh ke samping, memiringkan kepalanya menatap wajah Irma.

"Hmm, iya, Kang?" sahut Irma juga menatap wajah pemuda itu sekilas, lalu kembali fokus pada jalannya.

"Apa, Dek Irma berpacaran dengan juragan Tama, yah?" tanyanya merasa penasaran, karena melihat kedekatan Irma dengan Tama.

"Tidak, Kang, kami hanya berteman saja tidak lebih, memangnya kenapa?" Irma balik bertanya, dia juga penasaran dengan jawaban pemuda itu.

"Oh ... syukurlah kalau begitu," sahutnya merasa lega.

"Syukur apanya, Kang?" tanya Irma seraya tersenyum, merasa bingung atas perkataan pemuda itu.

"Ya syukur lah, Dek. Kalau Adek tidak ada hubungan apa-apa sama juragan Tama, akang dan temen-temen yang ngefans sama Adek tidak kecewa, hehe!" ungkap pemuda itu disertai dengan kekehan.

"Akang bisa saja," timpal Irma tersipu malu. "Itu rumah Irma sudah deket, Kang. Maaf yah kalau Irma tidak nawarin Akang mampir, soalnya sudah malem,".kata Irma seraya tersenyum.

"Tidak masalah, Dek. Ya sudah cepat kau masuk rumah, akang akan pulang dulu,".kata pemuda itu, saat mereka sudah sampai di depan pintu rumah Irma.

"Iya, Kang. Terima kasih, yah," sahut Irma seraya memberi senyum manis. Irma membuka kunci pintu dan hendak melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

"Dek Irma, tunggu!" cegah pemuda itu, membuat Irma menghentikan langkahnya, dan menoleh ke belakang kembali. "Ya, Kang. Ada apa?" tanyanya.

"Aku Fadli, hehe!" pemuda itu memperkenalkan dirinya seraya terkekeh.

Irma tersenyum manis. "Iya, Kang Fadli, selamat malam, hati-hati di jalan yah, Kang," ucap Irma kembali tersenyum, lalu segera masuk ke dalam rumahnya, dan menutup pintunya perlahan.

Fadli hanya tersenyum, hatinya kini berbunga-bunga, pria itu kembali melangkahkan kakinya untuk pulang ke rumah nya.

"Irma, andai kau tahu, aku sudah lama mengagumimu. Irma. Cuma aku ragu mengungkapkannya padamu, karena kukira kau kekasih juragan Tama, tapi ternyata bukan," gumam Fadli seraya menyunggingkan senyuman di bibirnya.

Terpopuler

Comments

bahasa " kmu" kadang jadi "kau".
kayak logat batak ajj ya.
Apa athor nya rang medan ya????

2022-12-20

0

Unul Little

Unul Little

apakah yang selanjutnya akan terjadi kepada fadli?? hati² celaka fadli awas lakinya irma murka😆

2021-12-17

1

🦋Elsawhy🦋

🦋Elsawhy🦋

si fadli diap2 mati...😁😁

2021-09-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!