"Iya Irma, akang mengerti, kau cuma anggap akang tak lebih dari seorang teman saja, kan?" sela Tama memotong perkataan Irma. Dia tak sanggup mendengar penolakan yang keluar dari mulut gadis itu langsung, pandangannya menatap kembali ke depan menerawang jauh menembus derasnya hujan malam itu.
"Maaf ya, Kang Tama, bukan maksud Irma mengecewakan Akang, tapi Irma hanya belum siap menjalin sebuah hubungan asmara dengan seseorang," sahut Irma dengan nada lembut, gadis itu menatap pria di sampingnya yang ia tahu tengah kecewa atas jawabannya.
"Iya, Dek Irma. Akang mengerti, maafkan akang yah yang tiba-tiba bilang sepeti ini padamu, akang harap kita tetap menjadi teman. Akang akan tetap bahagia asal akang selalu bisa di sampingmu, Dek." Tama menoleh pada Irma, menatap mata indah Irma dengan sendu.
Irma pun tersenyum manis pada pria tampan itu. "Terima kasih, Kang. Akang mau memahami Irma, kita akan terus berteman, Kang." Irma tetap berkata lembut lalu tersenyum manis pada Tama.
"Duh, Gusti ... Irma jangan kau tersenyum manis begitu, akang tidak sanggup melihatnya, Dek," batin Tama seraya tersenyum manis menatap wajah cantik Irma.
Irma pun menoleh kembali pada rintik hujan yang mulai reda. "Kang, ayo kita lanjutkan jalan lagi, hujannya sudah reda, Kang," kata Irma yang langsung membuyarkan lamunan Tama.
"Ah iya, Dek. Ayo kita pergi," ajak Tama saat tersadar dari lamunannya. Mereka langsung menaiki motor dan malam itu adalah hari di mana Tama menerima jawaban dari ungkapan perasaannya pada Irma.
***
Itulah pertama kali Tama mengungkapkan perasaannya pada Irma yang langsung ditolak Irma dengan cara halus, hingga saat ini dirinya belum berani mengungkapkannya lagi. Meski rasa sayangnya kian hari kian berkembang di hatinya.
Namun, ia tetap bungkam mengenai perasaannya ia takut Irma akan menolaknya lagi untuk kedua kalinya, dan takut kalau Irma akan menjauhinya. Mungkin berteman dulu lebih baik menurut Tama yang penting masih bisa bersama Irma, melihat senyum Irma dan menemani Irma di masa-masa tersulit Irma, seperti saat ini.
"Sshh, sudah Dek, kau harus sabar. Kamu harus tegar, doakan saja kedua orang tuamu agar mereka tenang di akhirat sana," ucap Tama menenangkan hati Irma yang masih ada dalam dekapannya.
Irma menganggukan kepalanya menanggapi perkataan Tama. "Dek," Suara Tama kembali terdengar, lelaki itu melepaskan pelukannya pada gadis itu, membuat gadis itu terkejut saat menyadari wajah kebingungan yang terpancar jelas dari raut wajah lelaki di sampingnya itu.
"Ada apa, Kang?" tanya Irma parau, menatap ke arah wajah Tama.
"Ti-tidak, Dek, cuma saja akang tadi seperti merasa ada yang memperhatikan kita di sana," tunjuk Tama ke arah pohon besar agak jauh dari posisi pusara kedua orang tua Irma.
Irma menoleh ke arah Tama menunjuk, pandangannya memutar melihat keadaan, tapi Irma tak melihat ada seseorang pun, hanya saja hatinya memang saat ini mulai merasakan ketakutan.
Tama yang sadar akan ketakutan dari Irma, ia pun segera mengajak Irma untuk pergi dari pemakaman saat itu juga.
"Geuurrr!" Sesosok makhluk besar hitam dengan dua bola mata merah menyala mengeram, ia seakan kesal melihat dua orang yang sejak tadi ia perhatikan dari balik pohon besar, makhluk itu sanagat geram melihat Irma berdekatan denga pria itu.
***
Hari sudah menjelang sore, Tama pulang setelah mengantarkan Irma kembali ke rumahnya tadi siang. Irma masih duduk di ranjang kamarnya, termenung sendiri dalam sepi.
Tanpa ia sadari ada dua pasang mata yang terus memperhatikannya dari balik jendela kamarnya. Irma beranjak dari atas ranjangnya, melangkahkan kakinya keluar kamar menuju belakang rumah. Irma berniat ingin mandi membersihkan kotoran dari tubuhnya yang sangat lelah.
Irma menoleh kembali ke belakang saat ia di ambang pintu kamar mandi, ia memutar pandangannya dengan tatapan takut, jujur saja ia merasa kalau dirinya dari tadi seperti ada yang memperhatikannya dari kejauhan, membuat Irma benar-benar sangat merinding.
Karena pandangannya tak juga menemukan apa yang membuatnya curiga, Irma melanjutkan niatnya memasuki kamar mandi, dia mulai menanggalkan seluruh pakaiannya tanpa sehelai benang pun menempel pada tubuh indahnya.
Irma menyirami tubuhnya dengan air dingin yang terdapat di kolam batu, hingga setiap lekukan tubuhnya yang indah itu terbasahi oleh air yang sejuk. Kedua matanya terpejam merasakan dinginnya air yang mengguyur tubuhnya.
Irma kembali menoleh ke belakang, mengelilingi pandangannya, memperhatikan sudut ruangan mandi itu. Merasa tak ada apa-apa ia kembali melanjutkan ritual mandinya, tanpa Irma sadari sesosok tangan besar hitam kekar berbulu kasar lengkap dengan kuku panjang hitam runcingnya merengkuh pinggang langsingnya, membuat gadis itu terkejut saat merasakan ada sepasang tangan kekar berbulu panjang memeluk pinggangnya.
Makhluk itu semakin erat memeluk tubuh Irma, irma merasakan bulu-bulu kasar menusuk mengores tubuh mulusnya yang masih telanjang bulat. Irma sangat takut dan terkejut, ia menoleh ke belakang. "Aaah!" Irma menjerit dan langsung tak sadarkan diri.
"Gheuurr!" Makhluk itu mengerang, seringai di wajahnya jelas menunjukan wajahnya yang mengerikan, memeluk tubuh Irma yang terkulai tak berdaya.
***
Irma terbangun dari tidurnya, ia menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang, tangannya memijat kening yang terasa pusing, ia terkejut melihat keadaan tubuhnya yang masih telanjang bulat dengan hanya diselimuti kain tipis.
Ia kembali mengingat kejadian tadi sore, seketika membuatnya panik dan takut, bayangan wajah seram makhluk itu seakan memenuhi ingatannya.
Suara pintu kayu kamar Irma terbuka, membuat Irma terjengkit kaget sekaligus takut, takut jika itu adalah makhkuk mengerikan itu.
"Dek, kau sudah sadar?" Suara pria mengagetkan Irma.
"Kang Danu Adji?!" lirih Irma, ada rasa lega di hatinya, meski pun ia merasa panik karena lagi-lagi keadaan tubuhnya seperti ini saat ditemui Danu Adji.
"Kau tak sadarkan diri di depan ruangan mandi," ungkap Danu Adji, tidak menceritakan hal yang sesungguhnya.
***
Sore ini Danu Adji baru saja selesai menunaikan sholat Magrib, perasaannya sungguh tidak enak, pikirannya tertuju selalu pada Irma.
Ia bergegas keluar dari rumahnya dan menaiki sepeda motor menuju ke rumah Irma yang memang tetangga desa. Ia berhenti di halaman rumah Irma, berlari menuju pintu dan langsung mendengar suara teriakan keras dari dalam.
Danu Adji sadar kalau Irma sedang ada dalam bahaya, sehingga dirinya langsung mendobrak pintu rumah Irma dan langsung disuguhi pemandangan yang mengerikan.
Tubuh polos Irma digendong layaknya karung beras tersampir di bahu makhluk yang mengerikan. Makhluk itu menggeram ia sangat murka saat ini karena lagi-lagi kesenangannya diganggu oleh manusia yang bernama Danu Adji.
"Hai, Makhluk Terkutuk. Lepaskan tubuh gadis itu!" perintah Danu Adji dengan suara lantang gagah berani.
"Kuuuurraaaannnggg ajar kau, Manusia Bodoh. Gheeuurrr!" Suara makhluk itu geram.
Dia menurunkan tubuh Irma, menyandarkan tubuh polos itu di dinding. Danu Adji sangat marah, pandangannya semakin berapi-api menatap pada makhluk itu, begitu pun tatapan makhluk itu begitu tajam menatap Danu Adji di hadapannya.
Danu Adji langsung merapalkan doa-doa, mulutnya bergerak mengucap lafadz ayat suci, sedangkan makhluk itu langsung menyerang dengan ganasnya, menghambur ke arah Danu Adji berusaha mengoyak tubuh Danu Adji menggunakan cakarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Hamsiy E Mischa
😍
2021-12-07
0
Jeje
semoga kang Tama mengerti Irma
2021-10-26
1
Maulana Malik Ibrahim
aku suia sm karakteenya Tama
sosok idaman banget
bisa rasa jaga ego demi org yg di cinta
2021-10-24
0