Nyi Inang mengambil bayi itu dari tangan Agus dan meletakannya di dipan kayu.
"Anak kalian perempuan," kata Nyi Inang tersenyum. Namun, saat ia melihat teliti lagi pada wajah bayi itu tepatnya di bagian kening bagian kiri ada garis merah yang tak begitu jelas.
"Syukurlah, Kang. Anak kita perempuan," sambung Ratna bahagia, dan Agus hanya mengangguk dan membelai puncak kepala istrinya.
"tapi ... rupanya anak kalian memiliki tanda lahir yang aneh, lagipula tanda lahir bayi kalian ada di bagian wajahnya, lihatlah bayi ini sangat cantik, tapi tanda ini akan mampu mengurangi kecantikannya. Sekarang memang tidak terlalu jelas, tapi jika anak ini tumbuh besar maka tanda ini juga akan terlihat lebih jelas nantinya," papar Nyi Inang menjelaskan membuat Agus menatap pada bayinya, penasaran dengan apa yang ada di wajah bayinya.
"Kasihan sekali bayi kita, Kang. Kenapa semua ini terjadi padanya," sesal Ratna dengan air mata yang meneteskan tak terbendung.
"Sabarlah Ratna, kita akan cari cara untuk menghilangkan tanda itu dari anak kita," ucap Agus, berusaha menenangkan hati Ratna seraya merengkuh pundaknya dan menyandarkan kepala istrinya tepat di dadanya.
"Tanda ini tidak dapat dihilangkan, kecuali dengan cara .... " Kalimat Nyi Inang yang ragu untuk mengatakan sesuatu, meski begitu tangannya masih sibuk membersihkan tubuh bayi Ratna dan Agus.
***
20 Tahun kemudian
"Dek Irma, ayolah kau terima saja penawaran manggung malam ini, malam ini akan ada para tetua adat dan petinggi desa yang akan datang ke pentas kita, apa kau mau melewatkan kesempatan ini, Dek?" bujuk Tama ketua dari group ronggeng Tama Jaya, tempat gadis cantik bernama Irma itu bekerja sebagai penari ronggeng.
"Maaf, Kang Tama. Bukannya Irma menolak, tapi malam ini Irma sedang tidak bisa, Kang. Tolonglah Akang jangan memaksa yah, kata ibu ini demi kebaikan Irma," jawab Irma dengan nada lemah lembutnya.
"Baiklah, Dek. Tapi kalau Adek berubah pikiran, segera hubungi akang, yah," timpal Tama dengan senyum penuh pengharapan pada Irma.
"Pasti, Kang. Ya sudah, sekarang Irma pulang dulu ya, Kang," pamit Irma seraya tersenyum manis, lalu ia melangkahkan kakinya menjauhi Tama.
Tama adalah pria baik dan tampan. Usianya tidak jauh beda dengan Irma, pria itu sesungguhnya menaruh hati pada Irma. Bagaimana tidak, Irma wanita yang sangat cantik, sikapnya lemah lembut dan bersopan santun. Tidak hanya itu, tubuhnya yang sintal membuat seorang Irma sangat dikagumi oleh kaum pria, apalagi jika saat dirinya tengah menari di atas panggung, semua mata pria seakan terhipnotis olehnya.
***
Di sebuah rumah sederhana ada dua orang yang sedang berbincang-bincang, mereka sepertinya sedang berbicara dengan sangat serius.
"Kang, malam ini bulan purnama, ini sudah saatnya Irma membalas budi baik dari mahluk itu. Irma sudah menginjak usia 20 tahun. Kang, aku tidak setuju, kasihan Irma, Kang. Aku tidak tega jika harus membiarkan Irma," tutur Ratna seraya menangis meratapi apa yang akan terjadi pada putri semata wayangnya itu.
"Sudahlah Ratna, sekarang nasi sudah jadi bubur, ini keputusan kita. Jadi, ini resiko yang harus kita tanggung, Rat," timpal Agus, pria itu menunduk sedih.
"Aku menyesal, Kang. Karena menuruti saran dari Nyi Inang waktu itu." Ratna kembali menangis tersedu, wanita itu sangat menyesali semua yang berlalu adalah sebuah kesalahan.
13 Tahun yang lalu
"Kang, anak kita sudah berumur 7 tahun sekarang, Nyi Inang benar. Tanda di wajah Irma semakim jelas saja, membuat Irma dijauhi oleh teman-temannya, Kang. Kasihan dia." Ratna memandang putrinya yang hanya duduk sendiri, gadis kecil itu hanya memperhatikan teman-temannya yang bermain dengan gembira.
"Ya ... mau gimana lagi, Ratna. Itu sudah takdir yang maha kuasa, kita ya harus terima saja toh, Rat," timpal Agus pasrah, pria itu menyuruput kopi hitam setelahnya kembali menaruhnya di atas meja.
Agus juga merasa iba pada nasib putrinya, karena dia cacat semua temannya menjauhinya, dan merasa takut padanya. Mereka juga mengatai gadis malang itu dengan berbagai hal, terkadang membuat gadis itu mengeluh dan menangis pada ibunya.
Hati orang tua mana yang tak sakit dan sedih, melihat putrinya menangis dan bersedih. Dosa apa yang telah mereka perbuat hingga sang pencipta memberi cela pada wajah putri yang sesungguhnya cantik.
"Kang, apa kita ikuti saja saran dari Nyi Inang waktu itu saja, Kang. Aku mau anak kita jadi wanita yang sempurna kelak, aku tak mau Irma dikucilkan oleh semua orang, Kang," bujuk Ratna seraya menyentuh punggung tangan suaminya agar suaminya mensetujui sarannya.
"Apa kau yakin? Aku khawatir ini membahayakan Irma sendiri nantinya," sergah Agus mengingatkan istrinya.
"Tapi, bagaimana? Apa kita biarkan masa depan Irma hancur, Kang? Mana ada pemuda yang mau menikahi gadis cacat seperti Irma," lirih Ratna lagi-lagi membuat hati Agus bimbang. Karena ia juga tak ingin anak semata wayangnya itu jadi menderita nantinya.
Semuanya tampak sulit bagi Agus, mengikuti saran dari dukun beranak itu atau tidak, Irma akan tetap sama-sama menderita, karena setiap keputusan pasti ada konsekwensi yang harus ditanggung nantinya.
"Ayo, Kang! Kita ke rumah Nyi Inang sekarang, kita meminta petunjuk darinya," ajak Ratna antusias.
Agus yang awalnya ragu-ragu kini ia menuruti keinginan istrinya, dia mengangguk pada akhirnya.
***
Ratna mengetuk pintu kayu rumah Nyi Inang saat sudah sampai di rumah nenek tua itu, siang itu keduanya memutuskan pergi ke rumah dukun beranak itu untuk meminta petunjuk.
Tok! Tok! Tok!
Ratna kembali mengetuk pintu rumah reot itu karena pintu tak kunjung dibuka oleh sang punya rumah. Agus dan Ratna tidak menyadari ada sepasang mata yang mengintai mereka berdua dengan senyum seringainya.
"Kalian ada apa kemari?" tanya suara mirip Nyi Inang yang tiba-tiba sudah ada di belakang Agus dan Ratna, membuat pasangan suami istri itu terjingkat kaget.
"Duh, Nyi! Bikin kaget saja!" gerutu Ratna seraya mengelus dadanya yang berdebar kuat.
"Maafkan aku," sahut Nyi Inang dengan senyum miring di wajahnya.
Melihat senyuman wanita tua itu, Agus dan Ratna sejujurnya takut, entah kenapa sikap Nyi Inang terlihat aneh. Tapi, mereka berdua menghempas pikiran buruk itu dari benaknya. "Begini, Nyi. Tujuan kami kemari untuk minta bantuan kau Nyi, ucap Ratna yang tak mau basa basi.
"Apa maksud kamu Ratna?" tanya Nyi Inang basa basi.
"Irma anak kami kini sudah semakin besar, Nyi, dan tanda di wajahnya juga semakin jelas terlihat. Kami takut Irma jadi minder, ia jadi dijauhi teman-temannya karena punya tanda itu di wajahnya," kata Ratna yang tidak langsung pada inti pembicaraannya.
"Hmmm!" geraman kecil dari mulut Nyi Inang terdengar, sesungguhnya membuat kedua orang tua itu merinding.
"Jadi, maksud kami kemari, kami ingin tahu bagaimana cara menghilangkan tanda di wajah putri kami itu, Nyi." Agus menjelaskan.
"Oh ... begitu, kalau begitu ikutlah denganku sekarang!" ajak Nyi Inang yang langsung membalikan tubuh bungkuknya meninggalkan rumah reot itu, Agus dan Ratna hanya saling pandang.
"Mau ke mana dia, Kang?" bisik Ratna penasaran.
"Kita ikuti saja, Rarna. Ayo!" Agus menarik tangan istrinya mengikuti langkah nenek tua di depannya yang berjalan begitu cepat, meski mereka berusaha berjalan cepat menyusul, tapi langkah Nyi Inang tidak pernah bisa mereka dampingi, dan lagi-lagi Agus dan Ratna mengabaikan kejanggalan itu.
***
Krreoott!
Pintu kayu lapuk rumah Nyi Inang terbuka, wanita tua itu muncul dari dalam rumahnya dengan wajah yang bingung.
"Kenapa tadi pintu ini sulit sekali dibuka?" gumam Nyi Inang seraya pandangannya melihat ke kiri dan ke kanan tak melihat siapa pun.
"Tidak ada siapa pun di sini, tapi tadi perasaan ada yang mengetuk pintu?" gumamnya lagi, Nyi Inang bingung merasakan kejanggalan ada dalam rumahnya, lalu Nyi Inang memutuskan masuk kembali ke dalam rumah reotnya.
***
"Ini di mana, Nyi?" tanya Ratna yang merasa tidak nyaman di dalam sebuah goa yang sangat menakutkan itu.
"Jangan berisik!" geram Nyi Inang yang berada di depan Agus dan Ratna saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
mustika
serem
2021-12-02
1
Safira
lanjuuuut...
2021-11-23
1
Kustri
Nyi inang ada 2
2021-11-15
1