Adelia merasa heran dengan sikap Mentari tak biasanya Mentari memerhatikan dirinya sendari tadi.
Adelia pikir Mentari hanya menatap ia sekilas namun lama kelamaan Adelia sadar jika Mentari sendari tadi memperhatikannya.
Apa ada yang salah atau apa Adelia tak tahu yang jelas Adelia merasa tak nyaman.
"Maaf nona, apa ada sesuatu yang salah?"
"Tidak!"
"Pertemuan kita setengah jam lagi seperti nya kita harus berangkat sekarang takut telat!"
Jelas Adelia mengalihkan tatapan Mentari yang kembali seperti biasa.
Mentari merutuki kebodohannya sampai lupa jika hari ini ada pertemuan dengan M.R grup.
"Baiklah!"
Mentari menutup berkasnya lalu memberikannya pada Adelia. Mereka segera pergi karena tak mau sampai telat mengingat Mentari satu-satunya orang yang bisa membuat bos M.R grup menemui klain nya langsung.
Hal itulah yang membuat Mentari sedikit semangat karena penasaran siapa pemilik perusahaan besar itu walau masih di bawah perusahaan Mentari. Namun mengingat di bangunnya perusahaan itu masih muda tentu perusahaan M.R grup terbilang perusahaan besar.
Untung saja Mentari sudah mempelajari tentang perusahaan tersebut tadi malam.
Adelia benar-benar sedikit heran karena tak biasanya Mentari se-semangat ini melakukan pertemuan. Mungkin karena penasaran atau apa Adelia tak tahu karena sulit sekali menebak isi kepala Mentari.
Mereka sudah sampai, Mentari dan Adelia segera turun.
Pertemuan mereka masih di hotel yang sama tempat pertama mereka melakukan pertemuan.
Kedatangan mereka di sambut hangat oleh penjaga lalu mengantarkan Mentari dan Adelia menuju ruang khusus.
"Silahkan nona!"
Mentari langsung masuk di ikuti oleh Adelia. Ekspresi Mentari nampak dingin melihat hanya orang yang sama yang menunggu membuat Mentari marah merasa di permainkan.
"Silahkan duduk nona!"
Ucap sang asisten mempersilahkan Mentari dan Adelia duduk.
"Maaf tuan, bukannya bos anda akan datang apa kalian mempermainkan kami!"
Cetus Adelia angkat bicara tahu maksud dari tatapan Mentari yang tak suka orang berbohong.
Sang asisten tersenyum lembut walau merasa tak nyaman dengan tatapan Mentari.
"Tuan Anggara izin ke toilet mungkin sebentar lagi datang!"
Jelas sang asisten membuat Adelia menghela nafas lega jangan sampai Mentari marah.
.
Orang yang mereka tunggu memasuki ruangan, suara langkah kaki terdengar jelas membuat sang asisten berdiri.
"Tuan!"
"Maaf saya terlambat!"
Deg ...
Seketika tubuh Mentari menegang mendengar suara orang yang sangat ia hapal bahkan bau parfum musk menyapa indra penciuman Mentari . Tak mungkin Mentari salah mengenali.
Suara ini!
Batin Mentari mengepalkan tangannya di bawah meja.
Adelia menjabat tangan tuan Anggar, Adelia terdiam heran melihat Mentari yang diam sendari tadi ketika tuan Anggara menyodorkan lengannya untuk berjabat.
Adelia tersenyum kikuk pada orang-orang, lalu menepuk lengan Mentari pelan.
"Nona, tuan Anggara menyapa nona!"
Bisik Adelia membuat Mentari menatap lengan yang ada di hadapannya. Bahkan Mentari tak berani mengangkat lebih tinggi lagi pandangannya.
"Nona!"
Bisik Adelia sekali lagi karena merasa khawatir dengan keadaan Mentari yang tiba-tiba wajahnya berubah.
"Senang berkenalan dengan anda!"
Cetus tuan Anggara menggenggam erat tangan Mentari. Mentari ingin melepasnya namun tuan Anggara malah menahannya membuat Mentari terpaksa mengangkat pandangannya.
Mata mereka saling bertemu memancarkan aura masing-masing.
Semua orang yang berada di sana merasa heran dengan Mentari dan tuan Anggara bahkan tuan Anggara enggan melepaskan tangannya membuat Adelia semakin khawatir.
"Maaf tuan, bisa kita lanjut!"
Ucap Adelia sedikit tinggi seolah menyadarkan tuan Anggara agar tak berbuat kurang ajar pada Mentari.
"Baiklah!"
Santai tuan Anggara melepaskan lengan Mentari.
Suasana nampak canggung dan mencengkram apalagi Mentari semakin dingin dengan tatapan tajamnya.
"Ini isi kontrak kerja sama yang sudah kami ubah semoga nona suka!"
Mentari mengambil berkas tersebut dengan perasaan campur aduk, rasanya dada Mentari ingin meledak.
Richard Anggara!
Cih!
Mentari mengupat dalam hati kenapa ia harus bertemu dalam situasi seperti ini di mana Mentari sulit menghindar. Jika Mentari pergi begitu saja Mentari akan di cap tak profesional.
Sudah membaca baik-baik setiap deretan ketikan Mentari menyerahkan berkas tersebut pada Adelia dan Mentari percaya Adelia bisa di andalkan.
"Rumor yang beredar ternyata benar, nona Mentari bisu!"
"Atau anda pura-pura bisu!"
Mentari memejamkan sejenak matanya dengan tangan mengepal erat.
Suasana semakin menyeramkan membuat Adelia menjadi bingung antara interaksi keduanya seolah mereka saling mengenal.
"Kami suka dengan perubahan kontrak ini!"
"Jadi?"
"Kami menerima nya!"
Jelas Adelia sedikit ragu apa Mentari setuju atau tidak. Namun melihat lirikan Mentari, membuat Adelia merasa lega.
Walau bagaimanapun Mentari harus profesional menyingkirkan perasaan walau Mentari tahu konsekuensinya.
Karena tak ada yang di bahas lagi, Mentari langsung beranjak karena tak mau lama-lama satu ruangan dengan orang yang selalu ingin Mentari hindari.
"Nona Mentari!"
Adelia dan Mentari menghentikan langkahnya ketika Richard memanggilnya.
Richard Anggara berjalan menghampiri Mentari dengan tangan yang di masukan kedalam saku celananya.
Richard berdiri di samping Mentari mendekatkan wajahnya.
"Kau sudah menyakiti Alana!"
Deg ...
Mentari terkejut mendengar bisikan Richard yang tak masuk akal apa maksud nya.
Sungguh Mentari tak mengerti apa yang di maksud Richard. Menyakiti apa? perasaan Mentari tak pernah melakukan hal yang menyakiti adiknya.
Ingin sekali Mentari meminta penjelasan namun situasi tak memungkinkan.
Mentari memilih pergi saja bahkan Adelia nampak terkejut dengan reaksi Mentari.
Adelia sedikit berlari mengejar Mentari yang entak kemana menghilangnya.
Sungguh Adelia benar-benar tak mengerti dengan situasi ini.
Pertemuan yang tak menyenangkan, itulah yang bisa Adelia tebak jika ada sesuatu di antara Mentari dan Richard Anggara.
.
"Tuan!"
"Apa anda tak berlebihan?"
"Diam Sem!"
Tekan Richard menatap tajam asisten sekaligus sahabat nya itu.
Semi hanya menghela nafas berat melihat kelakukan sahabat nya itu yang menurutnya sedikit keterlaluan bahkan bisa Semi lihat Mentari sangat ketakutan dan marah.
Mentari memang tak mengenal Semi namun Semi mengenal dengan baik bagaimana Mentari bahkan Semi merasa kasihan sendari dulu Richard selalu saja menyakiti Mentari.
"Kau akan menyesal!"
Ketus Semi terbawa emosi, entah apa yang Richard pikirkan sungguh Semi tak bisa memahaminya.
"Dia pantas mendapatkannya!"
Semi hanya menggelengkan kepala saja tak mengerti jalan pikiran Richard kenapa terlihat sangat membenci Mentari padahal apa salah Mentari sungguh Richard mungkin sudah gila.
"Berikan satu alasan kenapa kau membencinya?"
Bukannya menjawab Richard malah pergi begitu saja membuat Semi benar-benar mengupat sikap tak ada akhlak Richard.
Semi bersumpah Richard akan menyesalinya seumur hidup dan jika itu terjadi Semi tak mau membantu sahabat nya itu.
Sungguh sendari pertama Semi sangat ingin menyapa Mentari dengan hangat walau Mentari tak mengenalinya tapi Semi tahu.
Terlalu banyak kesakitan yang Mentari derita bahkan gara-gara Richard Mentari harus di kucilkan oleh teman-temannya. Entah hasutan apa yang Richard lakukan sampai orang-orang menjauh seolah menatap jijik pada Mentari.
Mengingatnya saja membuat Semi ingin mencekik Richard bahkan Semi tak mengerti Richard mendirikan perusahaan di Indonesia apa hanya untuk sekedar membuat Mentari menderita atau ada hal lain. Bahkan sampai sekarang Semua tak tahu jalan pikiran Richard.
Bersambung ....
Jangan lupa Like, Hadiah, komen, dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments