Mentari menikmati hari-hari ia mengelola perusahaan bahkan Mentari datang sebelum karyawan datang lima menit sebelum para karyawan datang. Sungguh benar-benar disiplin membuat Mentari tahu siapa saja orang yang serius dan tak serius bekerja.
Bahkan Stephen pun harus kembali mengatur waktu bangunnya jangan sampai seperti kemaren ia kesiangan bagi Mentari padahal itu jam pas bagi Stephen namun apalah daya Stephen tak bisa menolak ketika ia di marahi.
Bahkan para karyawan yang tadinya sangat santai kini mereka tak bisa seperti itu, jika melanggar siap-siap saja mereka harus hengkang dari perusahaan.
Kedisiplinan dan ketertiban yang Mentari lakukan banyak mengundang kegaduhan namun Mentari tak peduli siapa yang tak suka maka mereka harus keluar. Terdengar kejam namun begitulah cara Mentari bekerja. Jangan hanya meminta gajih besar jika potensi mereka saja tak di tingkatkan namun Mentari tak segan memberi bonus besar bagi siapa yang memuaskan dia dalam bekerja dan bersih dalam melakukan tugasnya.
Mentari akan menghargai sesuai kinerja mereka sendiri dan tak memandang siapa pun yang ingin ia depak walau itu karyawan lama, jika ada catatan kecurangan jangan harap Mentari berbelas kasih.
Dunia kerja memang seperti itu, sangat keras namun kita harus tetap jujur.
"Aku sangat suka dengan nona Mentari, dia sangat keren!"
"Mana ada, dia menyiksa kita tahu!"
"Ih, kamu saja yang malas bekerja!"
"Tapi nona Mentari sedikit kejam!"
"Gak lah, itu namanya keren!"
"Benar tuh, bahkan nona Mentari walau kita harus kerja pada waktunya pulang pun sama!
"Hm!"
"Walau terdengar kejam aku menyukainya,"
Beberapa karyawan terus saja membicarakan Mentari ada yang suka ada juga yang tidak tapi itulah dunia. Kita tak bisa meminta orang untuk suka, biarkan mereka yang menilai sesuka mereka sendiri toh Mentari tak akan rugi sedikitpun.
"Dengar-dengar divisi keuangan ada yang di keluarkan?"
"Masa sih!"
"Benar,"
"Siapa?"
"Katanya sih pak Dodi!"
"Apa dia melakukan kesalahan, selama aku mengenalnya pak Dodi sangat baik!"
"Aku tak tahu yang pasti, hari ini pak Dodi sudah tak bekerja lagi!"
"Seperti nya kita harus hati-hati, pak Dodi saja yang sudah lama bisa di tendang apa lagi kita!"
"Benar!"
Desak desuk lagi para karyawan di sebrang sana bicara. Mereka tak tahu jika orang yang mereka bicarakan ada di salah satu antara para karyawan yang sedang makan siang.
Mentari hanya diam saja ia menulikan telinganya.
Sedang Stephen sudah sangat pucat takut Mentari marah, Stephen belum melihat bagaimana marahnya Mentari karena selalu diam.
Mentari masa bodo saja, ia malah tenang melanjutkan makannya sudah selesai Mentari langsung pergi menuju ruangannya.
Deg ..
Kumpulan divisi Marketing terkejut melihat Mentari ada bahkan ternyata duduk di belakang mereka. Wajah mereka pucat pasih takut Mentari mendengar.
Mentari dengan santai melewati mereka membuat mereka bukannya bernafas lega namun malah semakin takut karena diamnya Mentari bisa berbahaya.
Bahkan pemecatan pak Dodi pun menggegerkan para karyawan terutama bagian divisi keuangan yang satu kubu dengan mereka.
Mereka belum tahu bagaimana sikap asli bos barunya ini karena selama tiga bulan mereka memerhatikan Mentari mereka belum menemukan celah sedikitpun.
Mentari bos yang pendiam dan jarang bicara, tak ada senyuman atau sapaan dari bibirnya.
Namun ketika meeting ucapannya terdengar singkat, dingin dan penuh ketegasan. Tak banyak bicara namun bicaranya membuahkan hasil. Itulah yang para karyawan dengar dari beberapa petinggi yang mengikuti meeting.
Mereka semua menunduk takut ketika Stephen menatap mereka tajam. Mereka tahu siapa Stephen ini. Dia bukan hanya sekedar asisten tapi lebih entahlah mereka tak biasa menjelaskannya.
Yang mereka tahu Stephen adalah anak dari pak Dom dulu yang mengelola perusahaan ini ketika tak ada yang memimpin.
Apalagi Stephen orang kepercayaan tuan Al-biru. Siapa yang tak kenal dengan keluarga satu itu. Keluar yang tertutup dari dunia Maya bahkan jika ada yang berani meliput siap-siap saja perusahaan mereka menurun seketika.
Pengaruh keluarga Al-biru memang tak di ragukan lagi. Bahkan belum ada yang berani mengusik keluarga mereka.
Tok .. Tok ...
Suara ketukan pintu membuat Mentari menghentikan kegiatan nya.
"Masuk!"
Stephen dengan ragu masuk ingin memastikan jika Mentari baik-baik saja.
"Ada apa?"
Mentari orang yang tak suka basa basi dan ia tak suka bicara banyak atau mengulang perkataan nya.
"Maaf tentang para karyawan nona, apa yang harus saya lakukan untuk membungkam mulut kotor mereka?"
"Biarkan!"
"Hah!"
Sungguh Stephen tak menyangka akan reaksi Mentari. Stephen pikir Mentari akan marah dan menghukum mereka. Tapi jawaban Mentari di luar dugaannya.
"Jika tak ada lagi keluar!"
Tegas Mentari malas membahas hal sepele bagi Mentari hal seperti itu sudah biasa dan wajar mereka protes. Bukankah setiap orang berhak mengemukakan pendapatnya atau kritikannya pada atasnya.
Walau Mentari bos tapi Mentari tak akan menggunakan kekuasaannya untuk menjatuhkan orang kecuali memang kesalahan orang itu sangatlah patal.
Bagi Mentari diam itu adalah emas, ia tak usah sakit hati karena beginilah kehidupan.
Hidup Mentari jauh lebih keras dari pada ini, bahkan di Jerman sudah tak bisa di hitung lagi bagaimana rasa sakit yang Mentari dapatkan dari Richard.
"Keluar!"
Mentari orang yang tak suka mengulang perkataan. Ia menatap tajam Stephen yang masih diam.
Stephen menelan ludahnya kasar ia langsung pamit tak tahu harus bersikap seperti apa nantinya.
Sungguh Stephen sulit mendekati Mentari apa Stephen sanggup bekerja dengan Mentari. Bahkan tak ada celah sedikitpun bagi Stephen dekat agar kerja mereka merasa santai.
Stephen bukan lancang namun ia bukan orang yang diam seperti Mentari rasanya mulut Stephen sangatlah gatal.
Seperti nya ini ujian bagi Stephen punya bos sekaku Mentari. Seperti nya Stephen harus bicara pada sang ayah agar tahu bagaimana sebenarnya sikap Mentari agar ia bisa menyesuaikan.
Huh ...
Mentari membuang nafas kasar ketika Stephen sudah keluar.
Mentari terdiam menatap jauh kedepan.
Bagaimana kabar Alana, apa dia baik-baik saja. Sudah tiga bulan tak ada pesan atau pun telepon dari Alana membuat Mentari khawatir dan juga rindu pada adiknya itu.
Mentari hanya bisa bertukar kabar dengan Fatih dan juga Shofi saja bahkan tahu kabar Alana dari Fatih karena tak mungkin bertanya pada Shofi dimana Shofi sering mencemaskan sesuatu.
"Dek!"
Gumam Mentari masih mencari tahu apa yang membuat Alana bersikap aneh seperti itu. Perasaan Mentari tak pernah melakukan kesalahan apapun tapi kenapa sikap adik nya seperti itu.
"Bagaimana sekolah kamu, apa kamu masih kesusahan belajar filosofi. Sebentar lagi kamu lulus, dimana kamu akan kuliah!"
Monolog Mentari sungguh sangat menyayangi Alana. Bagi Mentari Alana adalah kebahagiaan, sosok adik yang selalu ada untuknya. Bibirnya yang bawel membuat hidup Mentari sedikit berwarna.
Mentari rasanya rindu saat-saat mereka bersama. Momen itu tak bisa Mentari lupakan karena Alana orang pertama yang selalu ada buatnya ketika Fatih dan Shofi sibuk kerja.
Jahilnya, rengekannya, manjanya, masih teringat jelas hingga sikap itu berubah ketika Mentari kembali ke Indonesia.
"Apa kamu masih marah karena kakak memilih tinggal di Indonesia!"
Dengan bodohnya Mentari masih menyangka begitu.
Mentari benar-benar tak tahu apapun hingga harus di benci bahkan tatapan itu sangat menyakitkan.
Tak mau berlarut dalam kesedihan Mentari segera membereskan berkas-berkas nya dan pulang.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments