Pagi ini begitu cerah sekali seolah mentari di atas sana sedang bahagia.
Di kediaman Al-biru semuanya sedang sarapan pagi sebelum berangkat kerja.
Mentari terlihat canggung dengan semua, karena sudah lama tak merasakan momen ini.
"Nanti Stephen yang akan membantu kamu, nak!"
Ucap Farhan angkat bicara ketika sudah menyelesaikan sarapannya.
"Terimakasih, om!"
"Jangan sungkan, kalau banyak yang tak mengerti tinggal tanyakan om selalu membuka ruang!"
Tegas Farhan karena memang Farhan memutuskan menyerahkan perusahaan induk pada Aksara sedang Mentari memegang perusahaan F.B grup. Kini Farhan tinggal duduk saja di rumah memantau dari kejauhan apalagi Farhan ingin menghabiskan masa tuanya bersama sang istri.
"Baik, om!"
Suasana kembali tenang tak menegangkan sebelumnya.
Farhan memang selalu tegas pada siapapun begitupun pada Mentari.
"Kalau begitu Mentari pamit om Tante!"
Pamit Mentari karena memang Stephen sudah menunggu di luar dimana Stephen di perintah oleh Farhan untuk mengantar jemput Mentari selagi hari ini penyambutan untuk Mentari.
Bukan tanpa alasan Mentari ingin cepat-cepat pergi karena merasa tak nyaman dengan tatapan yang selalu Aksara berikan entah kenapa tatapan itu membuat Mentari tak suka.
"Nona!"
Salam Stephen membukakan pintu gugup melihat gadis yang dengan anggunnya berjalan mendekat. Stephen berusaha menundukkan pandangannya karena tak mau membuat Mentari merasa tak nyaman apalagi ini pertemuan pertama mereka.
Tanpa berkata Mentari langsung masuk bahkan tak ada sedikitpun senyuman yang Mentari berikan.
Judes tapi cantik!
Batin Stephen tersenyum tipis namun tak berani. Stephen bergegas masuk karena tak mau membuat image dia rusak di hari pertama. Apalagi Stephen tak tahu bagaimana sikap Mentari terlihat dari wajahnya saja sangat datar bahkan tak berminat berkenalan.
Entahlah membuat Steph penasaran bagaimana karakteristik seorang Mentari sang pewaris Kerajaan Al-biru ke dua.
Stephen sendiri putra dari om Dominic asisten sekaligus sahabat dari Alam, ayah Mentari.
Di sepanjang jalan hanya ada keheningan membuat Stephen sesekali mencuri pandang.
Mentari sendiri hanya diam membuang mukanya keluar jendela melihat banyaknya kendaraan dan gedung-gedung mencakar langit.
Sudah lama rasanya Mentari tak menginjakan kaki di negara kelahirannya. Seperti nya Mentari harus meluangkan waktu untuk sekedar berkeliling menikmati suasana kota Jakarta.
Terlihat banyak perubahan membuat Mentari sangat menyukainya.
Mentari harus semangat ia tak boleh loyo di hari pertama.
Stephen menghentikan mobilnya tepat di sebuah perusahaan yang menjulang tinggi.
Mentari membuka pintu mobilnya sendiri tanpa menunggu Stephen. Stephen hanya diam saja melihat sikap Mentari yang seolah tak mau dia membuka pintu.
"Lain kali jangan membukakan pintu, aku masih punya kedua tangan!"
Ketus Mentari tanpa ekspresi membuat Stephen mengangguk kaku suaranya begitu lembut namun penuh ketajaman di setiap kata yang keluar.
Semua karyawan menyambut kedatangan CEO baru mereka dengan ramah namun lihatlah tak ada senyuman sedikit pun di bibir Mentari. Wajahnya terlihat datar dan dingin bahkan tatapannya sangat tajam menatap satu persatu para karyawan.
Stephen hanya diam saja mengamati setiap ekspresi yang Mentari tunjukan, bisa Stephen tebak jika Mentari gadis kutub Utara.
Stephen langsung membawa Mentari ke ruangannya.
Para karyawan membuang nafas kasar ketika mereka menahan nafas sangat merinding melihat tatapan Mentari.
Sangat cantik dan mempesona namun auranya sangat mencekik mereka semua.
"Jangan membuat kesalahan, yang aku dengar dia lebih kejam dari pada nona Aurora dulu!"
"Masa sih, tapi kelihatannya ramah!'
"Hey, kau tak lihat sikapnya tadi, bahkan tersenyum pun tidak!"
"Benar juga, tapi nona Mentari sangat cantik!"
"Ya, dia sangat mirip artis Turki!"
Desak desuk para karyawan membicarakan Mentari di hari pertama.
Mereka harus hati-hati, telinga Mentari begitu tajam melebihi pisau. Mentari selalu suka kedisiplinan dan tak akan mentoleransi siapapun yang tak disiplin.
Otak mentari begitu cerdas sama seperti Alam dan Amira. Tak di ragukan lagi ia menguasai semuanya bahkan beberapa jam ia sudah menyelesaikan apa yang harus ia selesaikan bahkan dengan sepersekian menit ia selesai membaca beberapa berkas.
Cara kerja Mentari sangatlah cepat bahkan Stephen terkejut Mentari sudah mengerti situasi dan apa saja yang di butuhkan perusahaan.
Bahkan dalam sekali gabung Mentari mengubah sistem kerja dan juga aturan-aturan siapa saja yang tak setuju Mentari tak akan pernah mempertahankan walau itu karyawan berbakat.
Dari rapat dadakan itu membuat semua karyawan ketakutan akan dan juga bagian-bagian petinggi lain. Seperti nya mereka harus hati-hati dalam melakukan hal apapun.
Ketegasan Mentari sama seperti pemegang perusahaan yang pertama. Jangan di ragukan karena Mentari cucu nya.
Hari pertama membuat Mentari lelah karena terlalu banyak yang harus di perbaiki. Karena terlalu sering mengganti CEO membuat setiap sistem sedikit berubah.
Seperti nya apa yang di lakukan Mentari akan sama dengan pemegang perusahaan yang pertama.
Kedisiplinan adalah kesuksesan yang nyata.
Itulah yang selalu Mentari pegang, dan oleh sebab itu Mentari selalu di juluki kutub buku yang selalu menghabiskan harinya dengan tumpukan buku di hadapannya.
"Step, kau bisa pulang duluan?"
"Maaf nona, tuan besar meminta saya mengantar kemanapun nona pergi!"
Sudah mentari duga jika om nya tak akan membiarkan dia berkeliaran sendiri. Mentari tak bicara lagi, ia diam sambil melangkah cepat membuat Stephen terdiam sejenak.
Mentari akan bicara jika di perlukan jika tidak ia akan diam kembali dengan ekspresi datar, itulah yang bisa Stephen lihat.
"Kunci?"
Pinta Mentari datar membuat Stephen tak mengerti.
"Om ku tak melarang aku menyetir bukan!"
Kini Stephen mengerti, ia memberikan kunci mobilnya pada Mentari merasa takut aura Mentari sungguh mengerikan.
Benar kata ayah, gadis ini sama seperti nenek nya!
Batin Stephen masuk kedalam mobil membiarkan Mentari menyetir.
Mentari berniat mengelilingi kota Jakarta, ia ingin melihat bagaimana perubahannya.
Macet, tak pernah berubah dari dulu. Jakarta selalu saja macet entah harus bagaimana memutar otak agar jalanan tidak terlalu macet.
Mentari mengelilingi Monas, suasana sore nampak sedikit tenang. Mentari sedikit menikmati suasana kota kelahirannya.
Mentari menghentikan mobilnya melihat ada pedagang kaki lima. Walau lama tinggal di luar negri tapi Mentari sangat merindukan jajanan-jajanan khas pedagang kaki lima.
Sosis bakar, roti bakar, pentol, cimol dan jajanan lain semuanya Mentari beli membuat Stephen tercengang. Apa Mentari akan menghabiskan semua jajanan itu seorang diri. Belum lagi Mentari memberi tahu bulat dan sotong sungguh Stephen sangat heran melihat Mentari menyukai makanan begini.
Stephen pikir Mentari sangat makanan-makanan Eropa atau China tapi Mentari seperti lebih menyukai makanan khas Indonesia sendiri.
Dari setiap jajanan yang Mentari beli, Mentari tak sedikitpun menawari Stephen makan. Bagi Mentari jika mau ya beli saja toh Mentari yakin Stephen tak se-miskin itu apalagi Mentari tahu siapa Stephen. Mentari bukan orang bodoh yang tak tahu siapa saja yang bekerja dengannya dan Mentari tak suka ber-basa-basi akan semuanya.
Sudah puas berjalan-jalan Mentari pulang ke kediaman Al-biru. Ia menyerahkan kunci pada Stephen tanpa mengucap apapun berlalu pergi masuk kedalam.
"Unik!
Gumam Stephen sungguh benar-benar merasa aneh baru mengenal gadis seperti Mentari.
Gadis yang tak banyak bicara sekali bicara selalu tepat sasaran. Tak suka basa-basi tak penting Mentari akan menjawab dengan sebuah catatan seolah suara Mentari bak berlian yang bisa di dengar tak sembarang orang.
Bersambung ...
Jangan lupa Like Hadiah komen dan Vote Terimakasih ..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Sabrina
baru baca 3 bab,,, TPI sumpah tulisan nya bikin jenuh,,,
2023-12-21
2