Queen melarang Mentari untuk mengantarnya ke bandara apalagi Queen tahu Mentari ada pertemuan pagi ini.
Mentari menurut saja ia langsung menuju lokasi pertemuan dengan pihak PT batu bata guna memperbaiki kerja sama mereka yang sempat terputus karena insiden beberapa waktu lalu.
Adelia selalu setia menemani Mentari karena itu pekerjaan.
"Kami minta maaf atas kejadian yang tak mengenakan belakangan ini?"
Ucap Adelia memulai pembicaraan dengan laki-laki paru baya sang pemilik PT batu bata.
"Kami sudah melupakannya apalagi nona Mentari bertanggung jawab atas semuanya bahkan dia mengganti konversasi melebihi kerugian perusahaan. Tak ada alasan bagi saya untuk memutus kerja sama kita apa lagi saya suka dengan kontrak kerja sama yang sedikit berbeda!"
"Terimakasih atas kepercayaan tuan, kami senang mendengarnya."
Seperti biasa Mentari hanya diam saja mempercayakan semuanya pada Adelia walau sedikit heran bagi sang pemilik PT batu bata kenapa sendari tadi Mentari tak bicara apapun.
Mungkin kabar yang beredar Mentari bos bisu benar tapi sang pemilik PT batu bata tak masalah asalkan kerja sama mereka saling menguntungkan.
Satu jam sudah mereka membahas semuanya. Hingga sang pemilik PT batu bata pamit terlebih dahulu karena ada urusan lain.
Mentari menyeruput jus nya guna membasahi tenggorokannya yang kering.
Mentari bernafas lega setidaknya PT batu bata masih bisa di ajak kompromi. Namun permasalahan Mentari bukan hanya itu saja masih banyak hal lain.
"Adelia bagaimana dengan keputusan perusahaan M.R grup, apa bos mereka sudah merespon?"
"Belum nona, seperti nya bos perusahaan M.R grup sangat privasi bahkan mereka masih menawarkan hal yang sama!"
Jelas Adelia membuat Mentari berpikir keras siapa sebenarnya bos perusahaan itu kenapa membuat perjanjian yang sangat konyol.
"Carikan data, kapan berdirinya perusahaan itu dan bagaimana sepak terjangnya?"
"Baik nona, walau seperti nya agak sulit karena rumor yang beredar, tolong beri saya waktu!"
"Baik, seperti nya kita harus segera kembali!"
"Baik nona!"
Mentari dan Adelia kembali ke kantor sesudah makan siang. Masih ada berkas yang harus Mentari selesai.
Sendari kemaren Mentari terus memikirkan tentang perusahaan M.R grup. Walau menguntungkan perusahaan tapi Mentari tak mau ambil resiko. Mentari harus memastikan dulu jika itu bersih tak ada niat terselubung dalam hal kerja sama.
Kehati-hatian Mentari membuat orang lain memang tak mudah mempermainkan Mentari apalagi Mentari sudah terkenal bisu. Ada sebagian yang menyepelekan namun siapa sangka mereka akan mendapatkan kerugian besar atas semuanya.
Bukan hanya tentang perusahaan M.R grup yang Mentari pikirkan. Ia juga memikirkan tentang pertemuan dengan perusahaan Damaresh Bosch yang akan di selenggarakan beberapa hari lagi.
Semenjak Mentari pindah memang nomor Mentari di ganti. Hanya Fatih, Shofi dan Alana yang tahu karena memang Mentari sengaja.
Ingin menghubungi nomor Richo tapi tak mungkin juga. Apalagi hanya sekedar menanyakan siapa yang akan datang ke Indonesia.
Memikirkan itu saja sudah membuat Mentari pusing tujuh keliling.
Mentari cuma berharap hatinya baik-baik saja sampai hari itu tiba.
Karena tak mau pikirannya terus terganggu Mentari mencoba mengalihkannya dengan pekerjaan lain.
Mengetik ulang laporan yang kurang dan memeriksa laporan lainnya.
Itulah cara Mentari mengalihkan dunianya karena tak mau berlarut-larut.
Sejenak Mentari menghentikan pekerjaan karena memang sudah hampir selesai.
Mengingat sang Tante tak ada dan tak akan mengunjunginya seperti nya bagus untuk Mentari mencari udara. Mentari tak peduli jika Aksara akan datang ia malas melihatnya.
Karena pekerjaan Mentari sudah selesai seperti nya hari ini Mentari bisa pulang lebih awal.
Malam minggu mengelilingi kota seperti nya seru.
Mentari segera menelepon Stephen agar keruangannya.
Stephen yang mendapat panggilan langsung bergegas ke ruangan Mentari.
"Ada apa non?"
"Stephen saya akan pulang bersama supir saja. Kamu bisa pulang sendiri!"
"Satu lagi, jangan mengikuti saya!"
Tegas Mentari membuat Stephen hanya bisa mengangguk pasrah. Ia juga tak bisa memaksa Mentari bisa-bisa Mentari marah.
.
Mentari menatap keluar jendela menikmati suasana sore mengelilingi kota.
Hari cukup cerah dan panas padahal ini sudah sore. Cuaca di jakarta memang tak bisa di ragukan lagi.
Mentari menyuruh mang supir berhenti di depan penjual minuman Teh Nusantara. Mentari membelinya tak lupa membelikan juga untuk mang supir.
Mentari duduk di kursi trotoar jalan sambil menikmati suasana yang sedikit ramai oleh pesepeda dan juga pejalan kaki.
Tidak hanya membeli minuman Mentari juga membeli sosis bakar dan menu lainnya menemani sore nya kota Jakarta.
Mentari sudah dekat dengan mang supir bahkan ia biasa duduk berdua terlihat mereka seperti anak dan ayah.
Walau Mentari jarang sekali bicara tapi perlakukan Mentari membuat mang supir merasa nyaman. Bahkan Mentari memperlakukannya lebih dari supir.
Begitu banyak macam orang yang Mentari lihat seperti nya dari berbagai profesi juga.
Mentari benar-benar menikmati nya bahkan tanpa sadar senyuman terukir indah di bibirnya. Bahkan mang supir pun terkejut melihat Mentari yang tersenyum bukan sekedar terkejut namun juga terpana karena baru kali ini melihat wajah Mentari nampak hangat. Sambil terus menikmati jajanannya, sungguh Mentari sangat menyukai jajanan khas kaki lima.
Mentari tak melihat higenis atau tidak yang penting ia suka dan menikmatinya karena rasanya memang sama tak kalah jauh dengan yang di jual di cafe-cafe. Apalagi Mentari bisa menikmati nya sambil melihat orang lain yang tertawa dan bercanda. Suasana hangat yang selalu Mentari inginkan.
Di cafe memang tempat tenang untuk sekedar menenangkan diri. Tapi Mentari bukan untuk menenangkan diri ia hanya kehangatan melihat ramahnya penduduk yang tak Mentari dapatkan di Jerman.
Dunia Mentari terasa sendiri jadi ia ingin berada di lingkungan orang-orang yang menerimanya. Karena dengan begitu Mentari tak butuh kenal atau tidak. Jajan di pinggir jalan berbaur dengan orang-orang walau hanya sekedar mendengar dan melihat itu cukup mendatangkan kehangatan bagi Mentari. Apalagi Mentari bisa berbagi dengan anak-anak pengamen dan itu kebahagiaan yang luar biasa.
Bahkan karena seringnya sampai sebagian pengamen dan pedangan sudah hapal dengan Mentari. Karena Mentari langganan mereka setiap Mentari membeli pasti porsinya di tambah.
Sikap Mentari yang dingin pegangan memaklumi namun sikap Mentari yang ramah membuat para pedangan suka. Karena terkadang baik dan buruknya seseorang bukan di lihat dari tampang bukan.
Di atas sana langit nampak semakin berubah membuat Mentari memutuskan pulang.
Mentari melambaikan tangan pada para pengamen yang bernyanyi untuknya.
Sang supir tersenyum bahagia melihat Mentari terlihat bahagia.
"Usia mamang berapa tahun?"
Tiba-tiba Mentari bertanya membuat sang supir terkejut bahkan hampir saja menginjak pedal gasnya. Karena baru kali ini Mentari bertanya selama enam bulan bekerja dengan Mentari.
"Empat puluh tahun non!"
"Punya anak mang?"
"Alhamdulillah satu non, laki-laki baru kelas X!"
Mentari memangut-mangut tak bertanya lagi. Mentari kembali memerhatikan ke luar jendela di mana langit mulai gelap.
Membayangkan jika ia juga punya kedua orang tua pasti menyenangkan pulang di sambut dalam pelukan hangat. Namun, itu hanya angan yang tak akan pernah bertepi.
Terus berlayar di atas samudra mencari kehangatan hati namun belum juga temu.
Pah, ibu Mentari rindu ...
Bersambung ...
Jangan lupa, Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments