Hari di mana pertemuan dengan perusahaan Damaresh Bosch terjadi. Sendari tadi Mentari nampak gelisah membuat Stephen merasa heran karena tak biasanya Mentari bersikap seperti ini.
Pertemuan kali ini memang Mentari membawa Stephen karena Stephen yang lebih faham dari pada Adelia.
"Non, apa nona sakit?"
Tanya Stephen khawatir akan kesehatan Mentari.
"Lanjut saja!"
Jawab singkat Mentari berusaha menenangkan hatinya. Mentari berharap yang ia temui bukan Richard melainkan Richo. Tapi, seingat Mentari Richo belum bekerja di perusahaan itulah yang membuat Mentari was-was.
"Oh iya nona, perusahaan M.R grup sudah memutuskan jika bos mereka bersedia menemui nona bahkan jadwalnya sudah di tentukan!"
Deg ...
Hati Mentari bukannya lega malah semakin tak karuan. Bahkan keringat dingin mulai keluar.
Stephen tak pernah melihat Mentari bersikap seperti itu seolah ada ketakutan dan kecemasan namun entah apa.
Bahkan ketika mobil sudah sampai di tempat pertemuan Mentari tak kunjung keluar membuat Stephen harus menunggu.
Berkali-kali Mentari membuang nafas kasar mencoba mengatur nafasnya yang tak teratur bahkan dadanya berdebar tak karuan.
Melihat sikap Mentari seperti ada sesuatu yang terjadi di antara Mentari dan Richard namun apa.
Bahkan Mentari yang dingin dan kaku kini nampak berbeda.
"Nona!"
Stephen mencoba membuyarkan lamunan Mentari dengan cara mengetuk pintu kaca mobil.
Huh ...
Mentari membuang nafas berat ia keluar mencoba baik-baik saja.
"Ayo!"
Mentari berjalan duluan membuat Stephen benar-benar bingung melihat sikap Mentari namun Stephen tak berani bertanya lagi.
Stephen mengikuti Mentari masuk di mana kedatangan mereka di sambut hangat oleh penjaga.
"Silahkan nona, tuan sudah menunggu dari tadi!"
Ucap penjaga membukakan pintu membuat Mentari langsung masuk di ikuti Stephen.
Mentari menundukkan kepala semenjak masuk bahkan ia tak berani mengangkat wajahnya.
Sikap yang tak biasa Mentari lakukan bahkan Mentari tak pernah menundukkan pandangannya pada partner kerjanya.
"Selamat siang tuan!"
Sapa Stephen menjabat tangan seseorang yang berdiri tak jauh dari Mentari.
Mentari masih enggan mengangkat kepalanya hingga terdengar suara.
"Apa kamu tak mau menyapa Uncle?"
Deg ..
Tubuh Mentari menegang mendengar suara yang sangat ia hapal. Dengan pelan Mentari mengangkat kepalanya memastikan.
Seulas senyum menyambut Mentari dengan tangan yang di rentangkan.
"Uncle!"
Gagap Mentari tak menyangka jika yang datang adalah uncle Davit, Mentari pikir Richard yang akan datang sebagai perwakilan perusahaan Damaresh Bosch.
Sungguh Mentari benar-benar lega dengan semuanya bahkan kini Mentari bisa bernafas dengan normal.
Stephen hanya diam saja karena tak tahu jika Mentari dan rekan kerjanya sedekat ini. Bahkan sikap Mentari tak seperti tadi membuat Stephen benar-benar penasaran apa yang sebenarnya Mentari khawatir kan.
Lamunan Stephen buyar ketika Davit memulai rapatnya bahkan kali ini Mentari angkat bicara tak biasanya. Sungguh perubahan Mentari sangat cepat bahkan Mentari juga menanggapi semuanya.
"Saya suka, sepertinya Q.B grup akan semakin pesat di tangan anda!"
Sanjung Davit sangat suka dengan kinerja Mentari apalagi di dampingi asisten yang tak kalah cerdasnya.
Mentari sedikit menyunggingkan senyum membuat Stephen benar-benar aneh. Entah sedekat apa Stephen tak tahu tapi dari cara Mentari menatap seperti nya hubungan mereka begitu dekat.
Pembahasan tentang perusahaan sudah selesai bahkan mereka memerlukan waktu satu jam setengah karena banyak yang mereka bahas.
.
.
Sudah rapat Davit mengajak Mentari sedikit bersantai tentu Stephen juga ikut dalam perbincangan.
Walau Stephen tahu antara kerja sama ini namun dulu yang datang bulan Davit tapi orang yang jauh lebih muda seperti perusahaan Damaresh Bosch juga telah banyak berubah.
"Oh iya nak, apa kamu sudah bertemu Richard?"
Deg ...
Tubuh Mentari seketika menegang mendapat pertanyaan seperti itu.
"Anak itu sudah lama di sini satu bulan setelah kamu pindah ke sini! Uncle sulit sekali menghubunginya?!"
Jelas Davit membuat Mentari meremas ujung dress nya.
Sungguh kenyataan yang membuat Mentari sulit menjelaskannya.
Tiba-tiba Mentari teringat akan sosok yang sempat ia lihat di jalan.
"Nak?"
"I-iya uncle!"
Gugup Mentari ketika Davit memegang lengannya.
"Kamu sakit nak, jika sakit kamu istirahat saja jangan sungkan ini villa uncle dulu uncle sempat tinggal di sini bersama mommy Shofi!"
"Tidak uncle, terimakasih!"
"Ya sudah, kamu belum jawab pertanyaan uncle?"
"Maaf uncle tadi Mentari tak memerhatikan!"
Sesal Mentari merasa bersalah karena kurang fokus.
"Apa kamu sudah bertemu Richard?"
"Tidak uncle, bahkan Mentari tak tahu!"
"Anak itu benar-benar!"
Geram Davit bahkan sampai saya ini nomornya tak bisa di hubungi awas saja jika melakukan kesalahan Davit tak akan memaafkan bahkan akan menghukum putranya jika sampai hal itu terjadi.
"Maaf uncle, seperti nya Mentari harus kembali masih ada beberapa pekerjaan yang harus Mentari kerjaan?"
"Baik nak, nanti sisanya asisten uncle yang akan mengantarkan berkasnya!"
"Baik uncle!"
Mentari bukan tak mau lama-lama berbincang namun Mentari takut tiba-tiba Richard datang dan Mentari belum siap akan hal itu.
Cukup tatapan itu terakhir melihatnya Mentari tak mau melihat lagi.
Di sepanjang jalan Mentari nampak termenung bahkan wajahnya semakin dingin. Bahkan Stephen tak berani bersua sedikitpun melihat Mentari yang seperti itu.
Bukan Stephen lancang namun takut Mentari kenapa-kenapa. Jika sesuatu terjadi pada Mentari tentu Stephen sangat merasa bersalah apalagi Farhan menitipkan Mentari padanya.
"Stephen, jangan biarkan siapapun masuk ke ruangan saya?"
"Baik nona!"
Mentari langsung masuk ke ruangannya lalu menguncinya dari dalam. Mentari masih belum percaya jika Richard sudah lama berada di Indonesia. Jadi waktu itu yang Mentari lihat benar.
Ada urusan apa Richard di Indonesia bahkan sudah selama itu. Bahkan Shofi dan Fatih tak memberi tahunya. Pasti ada yang salah tak mungkin kedua orang tua angkatnya tak memberi tahu ia.
Mentari terus berpikir keras dengan semuanya namun tak satupun mendapat jawaban.
Tak mungkin Richard hanya berlibur selama ini, sialnya kenapa tadi Mentari tak bertanya pada Davit.
Nasi sudah menjadi bubur dan tak bisa di ulang lagi kini Mentari hanya bisa bertanya-tanya mencoba tetap mencari jawaban.
Jika Richard di Indonesia bagaimana dengan keadaan di Jerman sedang Mentari tahu jika Alana sangat dekat dengan Richard.
Mentari memijit pangkal hidungnya yang terasa pening. Sungguh hatinya tak bisa di katakan baik-baik saja.
Mentari memejamkan kedua matanya mengingat sesuatu.
Sosok laki-laki memakai Hoodie dengan kamera di tangannya. Tak mungkin Mentari salah mengenalinya. Mentari yakin apa yang ia lihat itu benar.
Tapi sedang apa, dan apa yang Richard lakukan apa memata-matai nya tapi itu tak mungkin. Richard sangat membenci Mentari buat apa Richard membuang waktunya me-mata-i dia yang tak penting.
Tes ...
Setetes air mata mengalir membasahi wajah Mentari. Entah kenapa Mentari dan ada apa, tak ada yang tahu apa yang terjadi pada Mentari.
Luka apa dan penderitaan apa!
Sesuatu berkaitan tentang Richard entah kenapa membuat dada Mentari sesak. Bahkan Mentari sulit mengendalikan kesesakan itu.
Bersambung ...
Jangan lupa, Like, Hadiah komen dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Sri Darmayanti
teka teki Richard
deuhhhh
2024-04-17
1
Haida Royana
apasih aku kog g ngerti ,Mentari seperti itu...Cintakah???
2024-02-08
2