"Nona tak apa?"
Tanya Adelia ketika melihat Mentari memijit pelipisnya.
"Tidak!"
Jawab singkat Mentari membuat Adelia kembali bungkam tak berani.
Mentari benar-benar sulit di dekati hatinya selalu tertutup seolah tak mengizinkan siapapun masuk dalam kehidupannya.
Setiap kali melihat Mentari seperti itu membuat Adelia semakin penasaran. Tapi bukankah terlalu penasaran itu bahaya.
"Mang, tolong cari restoran terdekat!"
Perintah Mentari membuat sang supir langsung mencari.
Adelia hanya diam saja dengan kebingungannya karena baru kali ini Mentari meminta makan di restoran.
Sang supir yang memang sudah biasa hanya senyum saja.
Mentari memang akan makan di restoran jika memang sebelum nya belum makan nasi apapun karena mereka berangkat meeting pagi. Jika berangkat meeting siang berarti sebelumnya Mentari sudah makan dan dia kalau pulang ingin jajan saja.
Mang supir sedikit menjelaskan pada Adelia sambil berbisik karena mereka berdua sedang mengikuti Mentari masuk ke lestoran.
Mereka bertiga makan membuat Adelia tersenyum tipis ternyata masih banyak yang Adelia harus pelajari dari Mentari.
Bahkan Mentari makan bersama supirnya sendiri tak masalah bahkan mereka satu meja. Dalam hal ini Mentari tak pernah membeda-bedakan status.
Mentari selalu makan sedikit bahkan tak pernah habis yang Adelia perhatikan. Seperti nya Mentari sengaja tak banyak makan karbohidrat.
Dari makanan yang Mentari makan memang selalu empat sehat lima sempurna. Bahkan di tas yang selalu Mentari bawa selalu ada kotak buah.
Dari pola makan Adelia bisa menilai jika Mentari sangat menjaga kesehatannya. Namun soal jajan anehnya Mentari tak memerhatikan apa saja di makan dan anehnya Mentari suka sekali jajan di pinggir jalan bahkan tak pernah merasa risih.
Sungguh keunikan sang sangat langka dan Adelia baru bertemu dengan orang semacam ini.
"Mang, buat ibu!"
"Terimakasih nona!"
Sang supir senang akan bungkus makanan yang selalu di belikan Mentari untuk istri nya.
Sudah makan mereka langsung pulang ke kantor. Masih ada pekerjaan yang harus Mentari kerjakan.
"Adelia pastikan para karyawan mendapatkan gajinya sesuai. Jika sudah selesai berikan saya laporannya!"
"Baik nona!"
Jawab Adelia tegas karena memang hari ini hari gaji para karyawan.
Dari beberapa kejadian membuat Mentari menyuruh Adelia dan Stephen mengecek ulang setiap pemasukan dan pengeluaran uang bahkan sekecil apapun Mentari meminta Stephen untuk teliti jangan ada kesalahan apapun.
Bukan Mentari tak percaya pada setiap Manajer atau divisi hanya saja Mentari tak mau kecolongan lagi yang akan merugikan ribuan karyawan. Karena bisa saja satu dua orang yang salah bisa merugikan ribuan karyawan seperti yang sudah-sudah.
Mentari duduk di kursi kebesarannya lalu meminum teh yang sudah di siapkan.
Mentari melihat ada beberapa berkas di atas mejanya.
Mentari ingin tahu kapan ia melakukan pertemuan dengan perusahaan Damaresh Bosch. Seperti nya Mentari harus mempersiapkan diri.
Entah bagaimana pandangan Richard sekarang terhadap Mentari mengingat ini sudah hampir setengah tahun mereka tak bertemu. Apa masih sama atau sudah berubah Mentari tak tahu.
Mengingat tatapan terakhir itu membuat dada Mentari sesak.
Sampai sekarang Mentari bertanya-tanya apa masalah nya kenapa Richard seolah membencinya. Padahal Mentari tak pernah melakukan kesalahan apapun.
Tapi tatapan itu sangat menakutkan tatapan yang sendari kecil Mentari dapatkan dari Richard dan itu membuat Mentari ketakutan sampai sekarang.
Kenapa harus Richard menjadi alasan kesakitan Mentari kenapa tak orang lain.
Di buli dan di hina dari teman-teman nya dulu karena Richard. Entah apa yang Richard katakan pada teman-teman hingga membuat semuanya menjauh seolah Mentari tak pantas mendapat satu teman pun.
Seolah Mentari adalah kuman yang menjijikan bahkan Alana adik yang sangat ia sayangi menjauhinya bahkan sampai sekarang tak ada pesan satupun yang Alana balas. Semuanya gara-gara Richard dan Mentari membenci itu.
Tak bisakah Richard memberikan Mentari ketenangan bahkan ketika menjauh pun kenapa Richard datang.
Huh ...
Mentari menghela nafas berat melihat jadwal pertemuan itu yang akan di lakukan dua Minggu lagi.
Apa Mentari sanggup atau tidak, Mentari takut ia tak bisa profesional. Apalagi Mentari tahu jika ucapan Richard sangat pedas. Tapi, Mentari tak mungkin mengecewakan Farhan apalagi kerja sama ini terjalin mempererat tali keluarga mereka.
Karena tak mau terus memikirkan pertemuan itu Mentari memilih menyibukkan dirinya dengan berkas lain.
Sampai tak sadar waktu sudah menunjukan waktu pulang.
Ketukan pintu membuat fokus Mentari teralihkan.
Stephen langsung masuk ketika Mentari sudah mengizinkannya.
"Maaf nona, waktunya pulang!"
"Tunggu di loby saja, sedikit lagi saya selesai!"
"Baik nona!"
Mentari segera menyelesaikan satu berkas lagi. Sudah selesai Mentari langsung membereskannya.
Mentari berpapasan dengan Adelia ketika akan masuk lift.
"Apa kamu masih tinggal di panti?"
Tanya Mentari tiba-tiba membuat Adelia terkejut karena baru kali ini Mentari mengajak ia bicara.
"Apa kamu masih tinggal di panti?"
Ulang Mentari datar membuat Adelia salah tingkah.
"Tidak nona, semenjak bekerja di sini saya pindah ke kosan agar tak terlalu jauh!"
"Ikutlah, saya akan mengantar kamu pulang?"
Tawar Mentari membuat Adelia lagi-lagi terperangah. Adelia meremas tasnya ia bingung harus menjawab apa jika pacarnya akan menjemput.
Ting ...
Lif terbuka Mentari langsung keluar, Adelia terkejut langsung mengejar Mentari yang jalannya terlalu cepat.
"Nona?"
Mentari langsung menghentikan langkahnya menunggu jawaban Adelia.
"Emmz ,, mohon maaf nona bukan saya menolak tapi an-anu .. anu ..."
Adelia menggaruk tengkuknya yang tak gatal bingung harus menjawab apa. Adelia tak enak dan tak mungkin bilang jika pacarnya yang akan menjemput.
Puk ...
Mentari menepuk lembut lengan Adelia seolah mengerti.
Tanpa bicara Mentari langsung masuk mobil meninggalkan Adelia sendiri.
Adelia merasa tak enak apalagi ini kali pertama Mentari bicara padanya bahkan menawarkan pulang bareng.
Tapi Adelia sudah membuat janji dan pasti pacarnya sebentar lagi sampai.
Sebuah mobil berhenti tepat di depan Adelia membuat Adelia langsung masuk ke dalam.
Namun tak ada yang tahu wajah pacar Adelia seperti apa karena ketika menjemput pacar Adelia tak pernah keluar mobil bahkan wajahnya selalu di tutupi masker dan juga kaca mata.
"Kenapa mukanya di tekuk kaya gitu?"
"Aku gak enak mas, tadi Mentari mengajak aku pulang bareng. Padahal ini kali pertama Mentari bicara terlebih dahulu!"
Adu Adelia benar-benar merasa tak enak hati.
"Sudah jangan terlalu di pikirkan!"
"Tapi tak enak, mas!"
"Ya sudah lain kali mas tak akan sering-sering menjemput!"
Adelia hanya diam saja dengan wajah di tekuk.
"Aku selalu penasaran bagaimana kehidupan Mentari dulu. Seperti nya banyak kesakitan yang dia alami!"
Cetus Adelia menerawang jauh mengingat selama ia bekerja dengan Mentari.
Sulit sekali menebak isi hati Mentari karena terlalu dingin bahkan sulit di sentuh.
Setiap hari wajahnya datar tanpa ekspresi sulit menebak apa Mentari sedang sedih atau bahagia.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments