"Cih! Trik apa lagi yang ia mainkan? Apa dia pikir gue bakal peduli?! Si alan! "
"Lo ngomong apa? " Alvino langsung menggeleng saat teman kerjanya yang duduk tak jauh darinya menegurnya. Pemuda yang usianya sebaya dengannya itu sepertinya mendengar gumamannya.
"Lo yakin? Muka lo kayak orang yang lagi kesal, " ucap temannya itu.
"Emm, " balas Alvino tak acuh.
"Mau sampai kapan lo benci sama adik lo sendiri? "
Alvino segera menoleh saat pemuda yang telah lama berteman dengannya itu mengucapkan kata-kata yang paling malas ia dengar. "Itu bukan urusan lo! " Temannya itu seolah tahu bahwa Alizya lah yang tengah merusak mood-nya saat ini.
Temannya tersenyum kecut, kebencian Alvino kepada Alizya bukanlah rahasia lagi dikalangan para sahabat Alvino. Berbeda dengan teman-teman Alizya yang tak tahu apa-apa. Alvino tak peduli jika orang lain tahu bahwa ia membenci Alizya. Menurutnya itu jauh lebih baik.
"Gue berani bertaruh! Lo nggak akan bisa benci sama Alizya lebih lama lagi. Dia anak baik! Toh, kalau lo nggak mau anggap dia adik lo ... lo bisa kasih dia ke gue. Biar gue adopsi dia jadi adik angkat gue! " ujar temannya itu dengan santai. Pemuda tampan itu terkekeh kecil melihat raut wajah Alvino
"Jangan mimpi! Mau sampai kapan pun dia tetap adik gue! " sentak Alvino tanpa sadar.
Pemuda itu tertawa keras mendengarnya. Alvino yang baru tersadar dengan apa yang ia ucapkan pun mengatupkan bibir rapat-rapat dengan jari tangan mengepal.
"Ya, ya, ya! Itu lo sendiri juga tahu, jadi jangan bohongi hati sendirilah, Vin. Jangan sampai lo nyesel nantinya!" ucap pemuda berambut agak panjang yang sengaja diikat itu dengan begitu santainya. Dia kembali terkekeh geli melihat wajah merah padam Alvino.
"Si alan lo! "
Kadang Alvino juga berfikir seperti itu. Apa ia bisa membenci Alizya? Dia adalah adik perempuannya satu-satunya. Alizya adalah adik kecil yang dulu begitu ia nanti-nantikan kelahirannya.
Tapi, sisi hatinya yang lain pun jelas mengakui bahwa ia membenci Alizya. Setiap kali melihat wajah Alizya, bayangan saat ia kehilangan kedua orang tuanya terputar jelas di otaknya. Dengan alasan itulah Alvino selalu menghindari Alizya dan merasa gadis itu mengganggu ketenangannya.
Alvino menatap lurus ke depan. Sama seperti yang terjadi pada Alvano, secara tanpa sadar pun memori Alvino diajak untuk mengingat masa lalu. Setelah kelahiran Alizya, Alvino dan saudara kembarnya seperti kehilangan keceriaan. Kehilangan ayah dan ibu secara bersamaan telah memberikan pukulan telak kepada mereka.
Alvino tertawa miris dalam benaknya.
Ah, nggak ada yang tahu sesayang apa gue sama anak itu ... dulu.
Dan Alvino yakin yang tersisa sekarang hanyalah kebencian meski darah yang mengalir di tubuhnya dan Alizya adalah sama.
*
*
*
Alizya tak mau memikirkan bagaimana reaksi kedua kakaknya saat tahu ia kabur dari rumah. Bukan kabur sebenarnya. Ia telah memikirkannya matang-matang, ia rasa dengan ia memutuskan untuk pergi merupakan keputusan yang terbaik untuknya dan kedua kakaknya.
Alizya melangkah dengan ringan, di bahunya ia mencangklong tas selempangnya.
"KAK ALIZ! "
Alizya tersenyum manis, ia berhenti tepat di depan kedai mie ayam yang lumayan besar. Seorang gadis manis keluar dan menyerukan namannya dengan keras. Mereka sudah membuat janji untuk bertemu.
"Lo baik-baik aja, 'kan, Kak? " Gadis berambut sebahu itu tampak cemas. Dan Alizya hanya membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum. "Ayo, Kak, kita bicara di dalam!"
Alizya menurut saat gadis itu menariknya masuk ke dalam kedai yang nampak ramai pembeli. Mereka memutuskan untuk duduk di bangku yang ada di belakang dekat dapur, jauh dari para pelanggan. Mereka duduk saling berhadapan tanpa di batasi apapun.
Alizya segera mengulurkan tangannya tepat setelah duduk. Ia mengusap-ngusap kepala gadis yang duduk bersamanya itu.
"Gue minta maaf. "
Gadis itu menggeleng cepat. Ia menarik tangan Alizya yang ada di kepalanya. "Gue baik-baik aja, Kak. Kak Aliz, nggak perlu minta maaf, " balasnya.
"Nggak seharusnya gue bawa lo masuk ke dalam masalah gue, Ren. Bahkan lo rela gue pukuli cuma demi bantu gue, " lirih Alizya.
Reni tersenyum. Ia merasa tak mendapatkan kerugian apapun karena membantu Alizya. Reni hanya berperan sebagai korban yang tak tahu apa-apa. Justru apa yang telah mereka lakukan di sekolah kemarin membuat nama Alizya menjadi buruk. Orang-orang berbalik membenci Alizya.
"Hahaha ... padahal lo cuman pura-pura pukul gue, Kak. Bonyok di muka gue juga cuma buatan, dokternya juga udah lo bayar, " seru Reni tertawa lebar.
Alizya ikut tertawa. "Tapi kemarin gue beneran jambak rambut lo. Emang nggak sakit? "
"Sakit, sih! Tapi, it's okey! " balas Reni mengangkat tangan kanannya. Ujung ibu jari dan jari telunjuk menyatu membentuk lingkangan dengan membiarkan jari lain berdiri bebas. Ia mengisyaratkan bahwa semua baik-baik. "Tapi, Kak. Semua orang di sekolah sekarang jadi benci sama lo, Kak. Kak Aliz benaran nggak apa-apa, 'kan? "
"Lo nggak usah khawatir. Gue udah pikirin risiko ini matang-matang, " balas Alizya tersenyum tenang.
Meski hasilnya tak seperti yang ia harapkan, Alizya tak akan menyesal. Ia bisa melakukan apapun demi mendapat perhatian Alvano maupun Alvino. Prestasi yang bagus dan banyak nyatanya tak membuat mereka meliriknya. Alizya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang sebaliknya.
Demi perhatian dua kakaknya, Alizya nekat melakukan tindak bull**ying. Ia tahu bahwa menyakiti orang lain adalah tindakan yang salah. Alizya tak mungkin menyakiti orang lain sehingga ia merencanakan hal lain dan meminta bantuan Reni untuk berperan sebagai korbannya.
"Tapi, Kak ... apa itu sebanding dengan apa yang lo dapatkan? Buktinya sekarang lo ada di sini, itu artinya mereka tetap nggak peduli sama lo, 'kan? " tebak Reni. Selain Bi Darsih, Reni adalah orang kedua yang tahu masalah yang menimpa Alizya.
Alizya menipiskan bibir, ucapan Reni tepat sasaran. "Itu sebanding, Ren. Karena akhirnya gue berani untuk pergi. Gue ... mau mereka bahagia. "
Reni menatap sedih. Ketika pertama kali kenal Alizya, ia pikir kehidupan gadis itu sangat sempurna. Dia cantik, pintar, banyak teman, dan tentunya kaya. Itu semua benar-benar seperti kehidupan yang Reni idam-idamkan.
Namun, semua pemikiran itu berubah total ketika malam itu ia melihat Alizya menangis sendirian di pinggir jalan. Selama ini ia hanya berani melihat Alizya dari jauh hingga malam itu Reni nekat mendekati Alizya yang tengah menangis. Tanpa bertanya, Reni langsung memeluknya yang membuat Alizya sontak meredam tangisnya.
Setelah malam itu, Reni tak menduga banyak hal sebab berpikir bahwa Alizya mungkin saja sedang patah hati. Tapi takdir seolah menginginkan dia untuk tahu segalanya. Reni beberapa kali memergoki Alizya menangis sendirian, entah itu di jalanan yang sepi, perpustakan, UKS, atau melamun sendirian di bawah pohon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments