Bab 6

"Besok kalau Izya nggak pulang, jangan marah, ya.... Jangan nungguin Izya, Kakak, nggak usah khawatir. Izya sudah besar, bisa menjaga diri dengan baik. Berkat kalian Izya jadi orang yang kuat, Izya hebat, kan, Kak? "

Nama rekening

"Seharusnya kalian tidak boleh membenciku.... Aku adalah adik kalian. Ayah, Bunda, Kak Van dan Kak Vin tak menyayangiku. Aku harus bagaimana...?"

Lama-lama Alizya terisak-isak dalam tangisnya. Jalanan sepi, malam kian pekat. Sendirian Alizya menumpahkan sesak di dadanya. Teringat waktunya yang kian dekat, Alizya mulai merasa ragu. Ia tahu usahanya akan berhasil.

Lama sekali Alizya duduk menangis di pinggir trotoar. Beberapa orang yang lewat memandangnya kasihan atau juga tak peduli. Hingga jalanan yang sepi telah benar-benar sepi tanpa ada yang lewat. Alizya sesenggukan saat menatap layar ponselnya, waktu menunjukkan pukul setengah dua belas malam.

Alizya menyusut hidung yang basah, ia lantas beranjak dan melangkah dengan lesu. Siapa yang sangka, sang ketua osis yang selalu tersenyum tenang itu ternyata juga nampak rapuh di lain sisi.

Hampir tiga puluh menit ia berjalan, akhirnya ia sampai di rumah sederhana berlantai dua tempatnya berteduh dari panas dan hujan selama ini. Alizya menelan ludah serat saat membuka gerbang. Rumahnya nampak gelap seperti saat ia pulang kemarin.

Tak ada rasa takut akan dimarahi, Alizya justru mengharapkan itu. Andai nanti Alvano dan Alvino marah padanya, sungguh Alizya yakin itu adalah sebuah kepedulian. Namun saat ia membuka pintu, tak ada Alvano dan Alvino yang berdiri berkacak pinggang atau menatapnya dengan tajam. Hanya ada ruangan yang gelap.

Alizya mulai melangkah setelah menutup pintu. Hati kecilnya berharap lampu akan menyala tiba-tiba bersamaan dengan munculnya Alvano maupun Alvino lalu mereka memarahinya. Namun sampai ia menaiki tangga, tak ada apapun yang terjadi.

Bagus ya, pulang malam?

Mau jadi apa kamu?

Rumah ini bukan milik Lo, ngapain Lo pulang malam-malam, hah?

Padahal Alizya sudah membayangkan mereka akan memarahinya dengan gaya bicara Alvano dan Alvino yang berbeda. Namun sampai saat kakinya melangkah ke depan pintu kamar Alvano, tak ada tanda-tanda salah satu di antara mereka akan keluar.

Alizya menatap pintu kamar Alvino yang ada di sebelah kamar sang kembaran.

Tok Tok Tok!

Alizya memberanikan diri mengetuk pintu kamar Alvano. Cukup lama ia melakukan itu sampai akhirnya Alvano keluar dan berdiri di depannya dengan wajah datar.

"Maaf Kak, tadi aku pulang telat kar--- "

"Tidur sana! "

Alizya tersentak saat Alvano langsung menutup pintu setelah memotong ucapannya. Respon pria itu diluar harapannya. Dadanya berdenyut lara, Alvano seolah tak peduli ia pulang terlambat atau memang pria itu tak menyadari bahwa ia tak ada di rumah sampai jam dua belas malam.

Alizya beralih menghampiri kamar Alvino. Berdiri di depan pintu dan mengetuk kamarnya.

Tok Tok Tok!

Tapi sampai ketukan yang entah ke berapa Alvino tak kunjung membuka pintu. Alizya menelan ludah serat. "Kakak, udah tidur, ya? "

Tak ada jawaban membuat Alizya meyakini bahwa Alvino telah tidur. Alizya tertawa miris, ia menertawakan dirinya sendiri yang terlalu tinggi berharap. Dengan munafiknya ia berharap Alvano dan Alvino akan peduli padanya yang bahkan tak dianggap ada.

"Kak Vin, udah tidur? Yah ... padahal Izya baru pulang. " Alizya tersenyum kecut, " maaf ya, Kak, karena Alizya pulang terlambat. Tadi, tadi Izya main dulu ke rumah te--teman. "

Bergetar suara Alizya saat berbicara sendirian di depan pintu. Ia menunduk dengan wajah yang telah basah dengan air mata. Ah, cengeng sekali.

"Ka--Kakak pasti marah ya, sama Izya? Sampai-sampai Kak Vin maupun Kak Van nggak mau nungguin Izya pulang? Maaf udah buat, Kakak, khawatir, " ucap Alizya hampir sesenggukan.

"Izya janji, Kak, Izya janji nggak akan pulang telat lagi. Hiks.... "

'Tepatnya tak akan pulang ke rumah ini lagi, maaf Kak, maafin Izya.... '

Terisak-isak Alizya di depan pintu kamar Alvino. Penampilannya sangat kusut dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya. Bahkan pundaknya masih menggendong tas sekolah.

Alizya mengusap kasar air matanya dan berkata, " tadi Izya pulang sendirian, Kak. Jalannya sepi banget, mana agak gelap. Izya se--sebenarnya takut tapi Izya lebih takut kalau, Kakak, marah dan khawatir karena Izya nggak pulang-pulang. Maaf ya, Kak ... Izya janji nggak akan main sampai malam lagi. "

Namun tak ada yang lebih kusut dari hatinya. Hatinya seperti diremas-remas sampai hancur melihat ketidakpedulian kedua kakaknya. "Hiks.... Izya harus gimana, Kak? Tolong jangan marah sama Izya.... "

Entah ia memohon untuk alasan apa sedangkan Alvano dan Alvino tak peduli ia mau pulang atau tidak. "Jawab, Kak, tolong Izya. Kasih tahu Izya gimana caranya agar, Kakak, nggak marah lagi sama Izya...? "

Hiks.... Hiks....

Di rumah hanya ada mereka bertiga karena Bi Darsih hanya bekerja dari pagi sampai sore saja. Tapi Alizya selalu merasa sendirian di rumah ini. Tak ada yang mengajaknya bicara kecuali Bi Darsih yang hanya bisa ia temui sebelum berangkat sekolah dan setelah pulang sekolah sampai sore. Waktunya tak banyak karena Bi Darsih harus fokus bekerja.

Sedangkan keduanya kakaknya, Alizya hanya bisa sekedar bertemu tatap tanpa adanya obrolan. Mereka tak mau berbicara padanya. Alizya merasa sangat sedih mengingat ia belum pernah berbincang hangat bersama mereka.

"Kak. Besok kalau Izya nggak pulang, jangan marah, ya.... Jangan nungguin Izya, Kakak, nggak usah khawatir. Izya sudah besar, bisa menjaga diri dengan baik. Berkat kalian Izya jadi orang yang kuat, Izya hebat, kan, Kak? "

Alizya terus berbicara sendiri sambil menangis sesenggukan sampai satu jam lamanya. Namun tak ada tanda-tanda Alvino akan keluar. Pintu kamar Alvano pun tertutup rapat. Mereka mungkin benar-benar telah tidur.

Alizya mengangkat kembali wajahnya. Menatap sendu pintu kamar yang tertutup.

"Ehm.... Izya ke kamar dulu ya, Kak. Izya mau tidur, udah ngantuk, hehe.... Selamat malam, Kak Vin.... " Alizya juga beralih menatap pintu kamar Alvano. " Selamat malam, Kak Van. Tidur yang nyenyak, ya. Semoga kalian mimpi indah. Jangan lupa mimpiin Izya, adik kesayangan kalian ini, hehehe...," lanjutnya kembali diakhiri tawa kecil.

Cukup lama Alizya berdiri di depan pintu, akhirnya ia memutuskan beranjak ke kamarnya sendiri. Mungkin jika ia mau menunggu pintu terbuka maka pintu kamar Alvino maupun Alvano akan terbuka esok pagi ketika akan berangkat bekerja.

Tapi Alizya lelah.... Lelah karena menangis seharian dan banyak menaruh harapan.

Ceklek!

Alizya kembali menutup pintu kamarnya, ia bersandar di balik pintu sesaat demi meredam gemuruh dalam dadanya. Air matanya masih deras mengalir namun bibirnya bungkam tanpa suara.

Alizya melangkah pelan dan berhenti di depan cermin kaca di lemari bajunya. Ia menatap pantulan tubuhnya sendiri. Ia terkekeh, bertapa tidak beruntungnya Alvano dan Alvino memiliki adik cengeng sepertinya. Mata Alizya merah dan sembab, rambutnya berantakan.

Tangan Alizya bergerak pelan menyentuh bros kecil yang terpasang di bajunya. Bros kecil itu adalah harta sekolah yang dititipkan padanya selama menjabat sebagai ketua osis. Tulisan 'Ketua Osis' yang ada di bros kecil itu adalah identitas miliknya di sekolah.

Selama ini, semua prestasi yang ia dapatkan dengan susah payah hanyalah demi agar kedua kakaknya melirik padanya. Juara kelas, juara olimpiade, bahkan menjadi menjadi ketua osis mampu ia raih agar Alvano dan Alvino bangga padanya. Menghabiskan waktunya hanya untuk belajar demi membuat mereka bangga. Alizya melakukan itu semua dengan senang hati.

Sayangnya tak satupun yang berhasil. Mereka tak peduli dengan apapun yang ia raih. Mereka bahkan tak meliriknya ketika ia pertama kali juara kelas. Rapot berisi nilai-nilai tingginya bahkan sama sekali tak pernah dilihat Alvano maupun Alvino.

"Izya capek, Kak.... Izya harus gimana lagi? Punya banyak prestasi pun tak membuat kalian sayang sama Izya. Izya bingung..., " monolog Alizya dengan miris.

Besok adalah hari terakhir sebelum ulang tahun kedua kakak kembarnya. Ia tak punya banyak waktu. Segala cara yang ia lakukan demi membuktikan rasa peduli mereka pun tak membuahkan hasil.

"Izya udah nggak punya cara lain. Kalian nggak peduli sama Izya. Artinya Izya harus rela pergi.... " Alizya kembali menangis.

Terpopuler

Comments

N_ida

N_ida

Maaf kak author ortunya kemana ya?

2023-09-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!