Bab 9

"Kumohon, Kak.... Kali ini saja, bantu aku. Tunjukkan padaku bahwa kalian masih peduli padaku.... "

_'_'_'_'_'_'_'_

"Alizya? "

Kaki Darren terpaku di ambang pintu. Matanya terbelalak menatap apa yang ada di dalam gudang. Hal yang sama terjadi pada anggota osis lainnya yang berdiri di belakang Darren. Tubuh mereka membeku.

Senyap, waktu terasa seperti berhenti berjalan. Dunia seakan membiarkan Darren untuk matanya lebar-lebar dan mengamati dengan baik apa yang ada di hadapannya kini. Darren merasa otaknya buntu, ia tak dapat mencerna apa yang tengah terjadi saat ini.

Darren dan yang lainnya tak pernah mengira apalagi berpikir hal ini akan terjadi.

"Alizya ... apa maksud semua ini? " pelan Darren.

Alizya tersenyum tipis. Mereka yang ia tunggu telah datang. Alizya melepaskan cengkeraman tangannya. Sedikit kasar menghempaskan kepala siswi berambut panjang dari tangannya.

Alizya mengangkat kedua tangannya dengan satu sudut bibir terangkat.

"AAKH! "

Mendengar rintihan keras itu, mereka kembali disadarkan dari keterpakuan. Bergegas mereka menghampiri murid perempuan dengan penampilan acak-acakan dan lebam di wajah. Gadis itu tersungkur di bawah kaki Alizya. Wajahnya penuh luka lebam.

Darren masih terpaku. Ia tak bisa berpikir dengan baik untuk saat ini. Ketika ia mendobrak pintu, ada Alizya di dalam gudang bersama satu siswi yang keadaannya sangat memprihatinkan. Ia melihatnya, Alizya mencengkeram rambut panjang siswi itu dengan sebelah tangan. Sedangkan tangan satunya terangkat, hampir mengayun mengenai wajah siswi itu andai Darren tak datang.

Alizya mundur dan membiarkan para osis mengevakuasi siswi itu. Mereka segera membawa siswi itu ke luar dan meninggalkan Darren yang masih terpaku menatap Alizya.

"Bisa jelaskan padaku, apa maksud semua ini? " tanya Darren setelah tersadar. Darren berjalan mendekati Alizya.

Alizya mengangkat bahu tak acuh, " seperti yang Lo lihat. "

"GUE NGGAK TAHU APA YANG GUE LIHAT! " bentak Darren dengan sangat keras. Nafas pemuda itu nampak memburu. " Jelaskan! Tolong jelaskan..., " lanjutnya dengan lirih.

"Lo bukan orang bodoh sehingga perlu penjelasan Gue, Ren. Sekali lihat, harusnya Lo udah tahu, " balas Alizya.

Darren bergeming. Matanya memandang lekat wajah cantik Alizya. Tak ada raut takut ataupun bohong.

Darren menggeleng. "Gue bodoh! Gue bodoh Alizya! Apa, apa yang terjadi? Gue dapat pesan kalau di gudang ada pemb**lyan. Lo yang ada di sini sama gadis itu. Wajah penuh luka, bajunya berantakan. Apa dia yang dib**ly? Mana pelakunya? Lo udah menangkap pelakunya? " tuntut Darren dengan banyak pertanyaan.

"Ya, dia yang dib**ly. " Alizya memalingkan wajahnya. Ia enggan menatap Darren. Tatapan pemuda itu tak seperti biasanya. "Dan Gue pelakunya, " lanjut Alizya tanpa tedeng aling-aling.

Mata Darren membulat. Tubuhnya tiba-tiba terasa tak ada tenaga. Ia sempoyongan membuatnya oleng dan mundur beberapa langkah.

"Nggak! Nggak! " Darren menggeleng. "LO PASTI BOHONG! LO BOHONG ALIZYA! " teriaknya.

Mata Darren memanas. Darren tak menyukainya, tapi dia juga mengenal gadis itu dengan baik. Alizya ... dia gadis baik dan lembut. Alizya tak akan tega menyakiti orang lain apalagi sampai memb**lynya dan melakukan keker*s*n fisik.

Darren tak menyukainya bukan karena gadis itu jahat. Darren membencinya karena Alizya ... terlalu baik.

"Apa yang Lo lihat saat ini bukan kebohongan, Darren. "

*

*

*

Alizya menatap datar Bu Dilla yang ada di hadapannya. Bu Dilla adalah partnernya selama ini. Wanita paruh baya itu adalah guru yang paling galak, sangat sesuai dengan tuntutan jabatannya sebagai Gquru BK. Semua murid segan padanya.

Jika di waktu sebelumnya mereka sering terlibat urusan, semua itu tak lebih dari sekedar urusan anak-anak bandel yang mereka tangani berdua. Mereka adalah partner yang kompak dalam mendisiplinkan para murid yang sering membuat masalah.

Namun kali ini, mereka berada di arah yang berseberangan. Mereka berhadapan bukan untuk membahas tentang siapa-siapa saja siswa yang terlambat datang. Bu Dilla duduk menatap Alizya dengan tajam. Kini Alizya lah yang akan ia disiplinkan andai kabar yang ia dengar adalah benar.

"Benar apa yang saya dengar, Aliz? Kamu memb**ly adik kelasmu? " tanya Bu Dilla. Wanita berkacamata itu menatap tak percaya ketika Alizya dengan mudah mengangguk sebagai jawaban akan pertanyannya.

"Kamu benar-benar memb**lynya? "

"Untuk ke sekian kalinya, Ibu, menanyakan hal yang sama. Apa jawaban saya kurang jelas? " balas Alizya dengan tatapan datar. Gadis itu terlihat mulai bosan dengan pertanyaan yang itu-itu saja.

"Kamu tahu apa yang kamu lakukan? Tindakan yang kamu lakukan ini termasuk tindak kr!m!nal! " tegas Bu Dilla. Ia merasa tak percaya, murid kesayangannya ini bisa melakukan t!ndak kej*hatan. Alizya adalah siswi cerdas dan berprestasi, dia juga seorang ketua osis.

Tapi kini, Alizya bahkan tak melakukan pembelaan diri. Gadis itu mengangguk dengan pasti pada pertanyaan yang ia ulang-ulang. Alizya mengakui bahwa ialah pelakunya.

"Saya tahu, " ucap Alizya.

Bu Dilla menghela nafas. "Baiklah. Kita tunggu walimu datang dulu. Masalah ini bukan masalah kecil! "

Alizya hanya diam. Tak ada raut takut ataupun rasa bersalah yang tergambar di wajahnya. Tak ada ekspresi apapun di wajahnya, tak ada yang tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini.

Alizya pun menyadarinya. Setelah hari ini hidupnya akan berubah, berubah tiga ratus enam puluh derajat. Orang-orang yang selalu memuja-mujinya akan beralih membencinya. Alizya sudah siap dengan itu semua.

"Saya juga sudah menghubungi kepala sekolah. Sebentar lagi beliau akan datang, beliaulah yang akan memutuskan hukuman apa yang akan kamu dapatkan, " papar Bu Dilla. Hari ini sebenarnya ia tak hadir di sekolah. Tapi sekitar dua jam setelah jam sekolah berakhir, salah satu osis menghubunginya dan memberitahukan kabar mengejutkan. Ia segera bergegas untuk datang ke sekolah.

"Ibu benar-benar nggak nyangka, Aliz. Kamu adalah murid yang paling berprestasi. Ketua osis yang paling ibu banggakan..., " lirih Bu Dilla yang rasanya masih tak percaya.

Alizya mendengar ucapan Bu Dilla yang serupa bisikan itu. Tapi tak satu pun kata keluar dari mulutnya untuk membalas ucapan Bu Dilla. Kali ini, Alizya memilih menundukkan wajahnya. Ia memejamkan matanya kuat-kuat.

Tok!

Tok!

"Permisi, Bu. "

Darren muncul di ambang pintu, sebelah tangannya memegang gagang pintu yang baru saja ia buka. "Pak Kepala Sekolah sudah datang. " Pemuda itu sama sekali tak melirik Alizya yang menatapnya bahkan hingga ia kembali menutu pintu. Darren enggan menatapnya.

Tak lama, Kepala sekolah pun masuk ke dalam ruang BK. Bu Dilla mempersilakannya untuk duduk di kursi yang sebelumnya ia duduki sedang ia sendiri beralih pada kursi lain.

"Alizya.... "

Suara besar itu membuat Alizya membuka matanya, ia mendongak. Tatapan kecewa kepala sekolah bisa ia lihat dengan jelas.

"Kamu mengakui semua tuduhan ini? "

"Ya. "

Kepala sekolah menghembuskan nafas kasar. Sebelum masuk, ia sempat menanyai beberapa anggota osis yang menjadi saksi. Dari sekian banyak osis yang menjadi saksi, mereka semua menceritakan hal yang sama.

"Untuk apa kamu melakukan hal itu? Bukankah kamu tahu bahwa pemb**lyan itu salah satu tind*k kr*m*nal?! " tanya Kepala Sekolah. Suasana terasa semakin mencekam. Apalagi untuk pertama kalinya Alizya melihat kemarahan sang kepala sekolah. Biasanya pria itu amat ramah dan mudah tersenyum.

"Kamu tahu? Kamu adalah seorang ketua osis. Semua orang yang telah memilihmu yakin bahwa kamu orang yang tepat untuk menjadi ketua osis. Sudah seharusnya kamu mencontohkan hal-hal yang baik. Selama ini pun kamu adalah siswa yang paling berprestasi. Apa kamu sadar bahwa apa yang kamu lakukan ini adalah hal yang tak patut kamu lakukan sebagai ketua osis? Jangankan ketua osis, semua orang juga tidak boleh memb**ly orang lain. "

"Saya sangat sadar dengan apa yang saya lakukan! "

Kepala sekolah maupun Bu Dilla terus mengulang pertanyaan yang sama atau ucapan-ucapan kekecewaan yang tak jauh berbeda.

Meski berulang kali dicecar dengan pertanyaan yang sama, sekalipun Alizya tak mengubah jawabannya. Gadis itu bahkan tak terlihat menyesal sama sekali. Itu membuat Bu Dilla dan Pak Kepala Sekolah merasa sangat kecewa. Murid kesayangan mereka ternyata mampu melakukan tind*k kej*hatan.

Pada akhirnya mereka kembali menghubungi wali dari Alizya sebab tak satupun keluarga Alizya yang mereka hubungi datang. Jantung Alizya berdetak sangat cepat saat kepala sekolah terlihat sedang menelepon wali darinya. Bisa jadi itu Kak Van atau Kak Vin, tebaknya. Karena mereka berdualah wali yang tertulis di raportnya. Tapi, bukankah ini sudah kedua kalinya mereka dihubungi? Alizya tak yakin mereka akan datang.

"Kumohon, Kak.... Kali ini saja, bantu aku. Tunjukkan padaku bahwa kalian masih peduli padaku.... "

Hingga satu jam berlalu, tak satu pun dari kedua kakaknya datang. Tubuh Alizya berkeringat dingin, ia menatap pintu yang tertutup dengan harap-harap cemas.

Ceklek!

Pintu terbuka, Darren kembali datang. Di belakangnya seseorang ikut berjalan masuk. Apa itu kedua kakaknya?

"Ya Allah, Non! "

Tatapan Alizya meredup saat Bi Darsih menyongsong tubuhnya. Memeluknya erat dengan tangis yang pecah. Wanita tua itu mungkin juga sangat kecewa padanya. Tapi apa ada yang tahu bahwa Alizya juga kecewa melihatnyalah yang datang.

Tatapan Alizya kosong.

Kenapa Bi Darsih yang datang?

Kenapa bukan kakak?

Kenapa? Bi Darsih hanyalah pembantu, bukan walinya.

"Kenapa, Bibi, yang datang ke sini? "

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!