Bab 10

"Lo pikir, Lo siapa? Lo nggak sepenting itu sampai Gue harus mengalah! "

*

*

*

"Kenapa, Bibi, yang datang ke sini? "

Bi Darsih mengurai pelukan. Wajah wanita itu basah oleh air mata. "Den Vano tadi telepon Bibi. Den Vano sama Den Vino punya urusan yang tidak bisa ditinggal, mereka meminta Bibi yang datang menggantikan, " jelas Bi Darsih. Wajahnya terlihat amat sedih. Ia tak percaya gadis selembut Alizya bisa menyakiti orang lain.

Alizya tersenyum kecut mendengarnya. Harusnya ia sadar diri, Alvano maupun Alvino tak mungkin mau datang demi dirinya. Dari dulu, setiap kali sekolah mengundang kehadiran mereka sebagi wali dari Alizya, mereka tak pernah sekalipun datang. Alasannya selalu sama, mereka sibuk.

"Non.... Kenapa, Non Izya, jadi kayak gini, Non? " Bi Darsih menangis.

Alizya bergeming.

"Silakan duduk, Bu. " Kepala sekolah mempersilakan Bi Darsih untuk duduk di samping Alizya. Tak butuh waktu lama, mereka terlibat obrolan panas. Bi Darsih menyangkal tuduhan yang dilayangkan pada Alizya meski terdapat banyak saksi. Baginya, Alizya adalah gadis lembut yang tak akan tega menyakiti orang lain.

Sedangkan si tersangka utamanya tak menanggapi sama sekali. Alizya hanya diam. Tatapannya kosong, ia tak lagi mendengarkan apa yang Bi Darsih maupun kepala sekolah katakan. Pikirannya kacau. Ia duduk dengan tubuh kaku, ia terlihat selayaknya mayat hidup.

"Maaf, Pak. Ini Tuan Besar ingin berbicara sama, Bapak! " Bi Darsih menyela di tengah pembelaannya untuk Alizya. Ia menyodorkan ponsel miliknya yang telah terhubung dengan seseorang di seberang sambungan.

"Halo, " sapa kepala sekolah seramah mungkin. Orang yang akan ia ajak bicara bukanlah orang sembarangan, ia tak boleh salah bicara.

"Baik, Tuan. "

"T--tapi.... "Kepala sekolah nampak gugup mendengar nada bicara dari seberang sambungan meninggi. "Nona Alizya terbukti bersalah. A--ada banyak saksinya, Tuan, " lanjut Kepala sekolah dengan terbata. Pria itu bahkan sampai menahan nafasnya.

"Baik, akan saya lakukan, " ucap Kepala Sekolah mengakhiri sambungan. Ia beralih menatap Alizya, sorot matanya sarat akan rasa kecewa. Ia menghela nafas dalam-dalam.

"Alizya! "

Alizya menatap kepala sekolah dengan tatapan datar.

"Kamu boleh pulang. Masalah ini akan kita bahas lagi besok. Sudah sore, sebaiknya kamu pulang, " seru Kepala Sekolah. Tatapan pria itu tak terbaca.

Tapi Alizya tak peduli. Kali ini ia tak lagi peduli bagaimana tatapan orang lain padanya. Ia bangkit, tanpa basa-basi melangkah ke luar ruangan dengan Bi Darsih yang mengikuti.

Alizya berjalan pelan menyusuri lorong sekolah. Hampir gelap, malam hampir tiba. Alizya tak menyahut satupun kata yang Bi Darsih katakan. Untuk pertama kalinya ia bersikap tak sopan kepada wanita yang telah ia anggap ibu itu.

Alizya menghentikan langkahnya saat tiba di gerbang sekolah. Ia mendongak menatap langit sore yang mendung. Ah, kupikir karena sudah hampir malam tapi ternyata langit sedang bersedih. Apa seperti diriku?

"Bibi, pulang saja. Tidak perlu mengantar Izya. " Alizya menoleh pada Bi Darsih yang berdiri di sampingnya.

Wanita itu menggeleng pelan. "Bibi anterin, Non, pulang dulu, ya.... "

"Nggak usah. Izya bisa pulang sendiri. Lagipula jam kerja, Bibi, udah selesai, 'kan? Nggak seharusnya, Bibi, ada di sini sekarang, " balas Alizya.

Bi Darsih menatapnya sendu.

"Non.... Maafin, Bibi. Seharusnya bukan Bibi yang datang ke sini.... " Wanita tua itu kembali menangis. Ia justru merasa bersalah karena tak bisa membawa Alvano maupun Alvino untuk datang.

Alizya berpaling, ia kembali menatap ke depan. Jalan Raya di depan sekolah nampak lenggang saat menjelang magrib. "Bukan salah, Bibi. Justru aku berterima kasih sama, Bibi. Bibilah satu-satunya orang yang peduli padaku saat ini, " lirihnya.

Bi Darsih tak bisa menahan tangisnya. Entah bagaimana, ia merasa sakit. Ia juga kecewa atas tindakan Alizya.

"Pulanglah, Bi. Izya bisa pulang sendiri. Keluarga, Bibi, pasti udah nungguin, Bibi. Mereka pasti cemas. "

"Nggak, Non. Kita pulang bareng, Bibi nggak akan biarin, Non Izya, pulang sendiri dalam keadaan kayak gini, " bantah Bi Darsih. Ia mana tega membiarkan Alizya pulang sendiri. Gadis itu mungkin terlihat baik-baik saja, tapi matanya tak bisa berbohong.

Alizya menghela nafas. "Izya, mohon. Izya butuh waktu sendiri, " serunya pada akhirnya. Dia butuh waktu sendiri.

"Non.... "

"Izya mohon, Bi.... "

Pada akhirnya, Bi Darsih mengalah. Ia memeluk Alizya dengan erat sebelum melangkah pergi lebih dulu. Ia harap Alizya bisa merasakan kasih sayang darinya. Ia harap Alizya tak pernah merasa sendiri. Gadis malang ini telah ia anggap layaknya putri sendiri.

Beberapa menit setelah Bi Darsih berlalu, tak satu langkah pun Alizya beranjak dari tempatnya berdiri. Ia terpaku dengan wajah tertunduk menatap sepasang kakinya yang memakai sepatu hitam putih. Kakinya enggan melangkah pulang. Kalau boleh, Alizya ingin menghentikan waktu.

"Gue nggak nyangka Lo bisa setega ini! "

Alizya bergeming saat suara berat Darren menyapa dari belakang.

"Apa yang ada di otak Lo, Zya? " Darren menarik dengan kasar bahu Alizya hingga membuat gadis itu menatapnya.

Darren menatapnya dengan tajam sedang Alizya hanya mendongak dengan tatapan datar. Emosi Darren meradang saat Alizya justru tak terlihat menyesal sama sekali.

"Lo nggak punya hati, Zya! " hardik Darren.

Alizya justru tertawa kecil mendengarnya.

"Omongan Lo terlalu jahat tau. Gue juga baru sekali melakukannya, " balas Alizya dengan santai.

"Siapa yang tahu! " sarkas Darren. "Gue jadi ragu kalau kebaikan Lo selama ini, mungkin saja semua itu cuman sebuah kepura-puraan! " lanjutnya membentak.

Alizya malah kembali tersenyum, "Gue nggak pernah bilang Gue baik. "

Hening, Darren diam menatap Alizya. Ia tak tahu harus membalas bagaimana. Tatapan keduanya bertemu, Darren berusaha menyelami tatapan Alizya. Wajahnya berubah sendu saat mendapati segaris kesedihan di mata Alizya. Apa yang sebenarnya terjadi pada gadis di depannya ini?

Meski gadis itu tersenyum pongah tapi tatapan matanya mengatakan lain.

"Kenapa Lo lakuin ini? " Darren melontarkan sebuah tanya setelah keheningan yang cukup lama.

"Alasan pribadi. Itu bukan urusan Lo, Ren! " ucap Alizya dingin.

Sebenarnya apakah Alizya tak bisa melihat tatapan mata Darren yang nampak nanar?

"Lo anggap apa Gue selama ini, Zya? "

Tetes demi tetes air hujan perlahan turun membasahi tubuh dua anak adam yang tengah bersitegang ini. Gerimis turun namun sedikitpun tak bisa mencairkan suasana panas antara Alizya dan Darren.

"Lo lucu! " Alizya terkekeh. "Bukankah harusnya Gue yang nanya, Lo anggap Gue apa, Ren? " tanyanya balik.

Kembali terdiam. Mereka seolah menikmati waktu berdua di bawah rinai gerimis.

Mereka selalu berseberangan selama ini. Alizya yang berusaha mendekat tapi Darren yang selalu menjauh. Untuk apa Darren mempertanyakan hal itu?

Mereka sering menghabiskan waktu berdua, tapi sekalipun Darren tak pernah bersikap baik padanya. Alizyalah yang harusnya bertanya, Darren menganggapnya sebagai apa?

Musuh?

Saingan?

Atau ... memang tak dianggap?

Ah, Alizya rasa ia terbiasa diabaikan.

Tangan Alizya yang mulai basah kini terangkat. Ia melepas dengan pelan bros yang tersemat di seragamnya. Ia tersenyum menatap tulisan yang ada di bros itu. Ia mendongak menatap pemuda tinggi di hadapannya.

"Ambil! " Ia menyodorkan bros tersebut. Darren menatapnya dengan dahi berkerut.

Plak!

Wajah Alizya ikut berpaling saat Darren dengan kasar menepis tangannya hingga bros kecil itu jatuh. Alizya menatap bros kecil itu yang jatuh ke jalan raya. Alizya hanya menatapnya tanpa niatan untuk memungutnya kembali.

"Gue nggak butuh itu! Gue nggak butuh belas kasihan Lo! " sentak Darren. Ia berpikir, mungkinkan Alizya melakukan semua ini demi dirinya yang ingin sekali menjadi ketua osis? Apa Alizya mengalah untuknya?

Jika benar, Darren merasa tak terima!

"Apa yang Lo pikirin, Darren? Setelah kasus ini, mana mungkin Gue masih jadi ketua osis. Jadi, setelah ini Lo yang akan jadi ketua osis, " ucap Alizya dengan tenang.

"Sekali lagi Gue tanya! " Mata Darren berkilat marah. "UNTUK APA LO MELAKUKAN SEMUA INI, ALIZYA SKAYLAS?! " Darren berteriak.

"Itu bukan urusan Lo, Ren! Harusnya Lo seneng, dong. Dengan ini Lo bisa jadi ketua osis! " tandas Alizya. Ia tak tahu bahwa perkataannya melukai harga diri Darren.

"Gue nggak butuh belas kasihan dari Lo! Gue bisa jadi ketua osis, Gue bisa jadi lebih hebat dari Lo tanpa Lo harus mengalah! Gue bukan pecundang, Alizya! "

"Mengalah? " Kali ini Alizya tertawa lebih keras. Ia menyugar rambutnya yang basah. Meski telah basah tapi dua manusia itu masih belum selesai dengan masalah mereka. Berdua di bawah gerimis, harusnya mereka berpelukan layaknya kekasih dan menciptakan suasana romantis. Sayangnya mereka bukan sepasang kekasih. "Lo pikir, Lo siapa? Lo nggak sepenting itu sampai Gue harus mengalah! " sarkasnya tak tanggung-tanggung.

Alizya memangkas jarak antara mereka. Ia semakin mendongak menatap Darren yang memang sangat tinggi dibandingnya. "Lo terlalu percaya diri, Darren! "

Sudut bibir Alizya terangkat membentuk senyuman manis. Masih sama, senyuman hangat yang selalu ia berikan pada Darren.

"Gue pamit. Hati-hati di jalan, Pak Ketos! "

Alizya menepuk pundak Darren dua kali sebelum berbalik dan melangkah pergi. Senyumnya pudar setelah tak lagi bersitatap dengan Darren. Ia memejamkan mata sebentar sebelum kembali melangkah dengan lebih cepat.

Gelap.

Darren merasa gelapnya seperti hatinya yang tiba-tiba menjadi redup. Redup saat melihat sosok lain Alizya.

Darren berdiri kaku menyaksikan punggung kecil Alizya yang perlahan hilang dari pandangannya. Ingin sekali ia berlari mengejar Alizya dan memeluk gadis itu dengan erat. Mengusap punggungnya dan membisikan kalimat penenang di telinganya.

Sayangnya, Darren tak pernah berani melakukan itu. Sejak dulu ... ia tak pernah punya keberanian untuk hal itu. Ah, bukankah dia memang tak punya keberanian.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!