Bab 13

"LALU KENAPA ANAK ITU TIDAK IKUT MATI SAJA?! "

[]

[]

"Hai, teman-teman pembaca semua. Di sini aku mau speak up dulu sama kalian terkait 'Part Spesial' yang aku buat kemarin. Dari beberapa teman-teman yang berkomentar, ternyata banyak yang bingung dan salah paham. Padahal di akhir postingan aku udah menjelaskan kalau part itu bukan kelanjutan dari cerita asli, pun nggak akan ada di alur asli #Tiga_Bersaudara. Mungkin lain kali akan ku namai 'Part_Selingan' aja, ya.

Aku juga membuat partnya benar-benar bertolak belakang dengan alur asli dan bahkan isi partnya terkesan membingungkan. Tujuanku sih, satu. Pengen lihat seberapa banyak orang yang suka rela membaca tulisan gak jelasku itu. Dan ternyata, banyak yang like dan komentar walau banyak yang bingung. Aku nggak nyangka teman pembaca cerita #Tiga_Bersaudara itu banyak.

Aku tulis ini diawal supaya kalian baca. Sebenarnya aku selalu speak up diakhir postingan supaya nggk ganggu kalian pas baca ceritanya. Tapi ternyata banyak yang suka skip-menskip. Huh, itu bukan hal yang baik ya, teman-teman. Buktinya kalian jadi pada bingung kemarin. Mari hilangkan kebiasaan skip-menskip. Okey?

Aku up lebih cepat dari biasanya karena nggk sabar mau ngomongin ini sama kalian. Kalian yang komen bawel pasti ku balas kok. Selamat membaca! "

[]

[]

Matahari mulai terbit perlahan. Keadaan di luar mulai terang benderang. Mendung pun tak ada lagi, semuanya terlihat kembali normal. Begitupula dengan ruang tamu yang telah rapi seperti semula. Semua aktribut ulang tahun yang Alizya buat telah hilang entah ke mana.

"Den.... " Bi Darsih meletakkan dua kotak hadiah dari Alizya di hadapan Alvano dan Alvino. Pasangan kembar itu tak meliriknya sama sekali dan lebih memilih melanjutkan sarapan mereka.

Bi Darsih menatap dua pria itu dengan pandangan nanar. "Kebencian kalian terhadap adik kalian itu salah. "

Alvano dan Alvino segera menghentikan suapan mereka saat mendengar ucapan Bi Darsih. Mereka manatap Bi Darsih dengan dingin. "Bibi, ikut makan aja sama kita. Nggak usah bahas-bahas apapun, " ucap Alvano.

Bi Darsih menggeleng.

"Den! Kematian kedua orang tua, Aden, itu bukan kesalahan Non Izya! Itu semua udah takdir Allah SWT! " ucap Bi Darsih sedikit keras.

Alvino menatap wanita tua yang berdiri di depannya itu dengan tajam. "Bi, aku nggak mau berlaku kurang ajar sama, Bibi. Jadi tolong ... lebih baik, Bibi, diam! "

"Mau sampai kapan kalian benci sama adik kalian sendiri? Kalian nggak sadar kalau sikap Non Izya berubah akhir-akhir ini. Tingkahnya tiba-tiba berubah menjadi tak teratur bukan seperti Non Izya yang biasanya! " terang Bi Darsih.

"Itu karena dia memang pembawa masalah! " balas Alvino.

"Bukan! " Bi Darsih menggeleng. "Bukan. Non Izya berubah untuk mencari perhatian kalian. Andai kalian sedikit saja lebih peduli sama Non Izya, dia nggak bakal sampai buat masalah seperti kemarin. Kalian bahkan tak datang sebagai wali untuknya. Tolong ... Den, sedikit saja. Pedulilah kepada adik kalian, " mohon Bi Darsih. Mata wanita itu memerah.

Alvano dan Alvino sama-sama mengepalkan tangan dengan erat.

"Sejak kecil kalian udah nggak peduli sama Non Izya. Andai dia bukan anak yang kuat, entah bagaimana kondisi mentalnya memiliki dua kakak yang tak pernah peduli padanya seperti kalian. " Air mata Bi Darsih mengalir perlahan. "Bibi ngomong kayak gini sebagai orang yang udah merawat kalian dari kecil. "

Air muka dua saudara kembar itu semakin keruh. Pagi-pagi mereka sudah disuguhi dengan kata-kata Bi Darsih yang selalu membela Alizya. Apa Bi Darsih pernah berpihak pada mereka?

"Kedua orang tua kalian meninggal karena kecelakaan. Ketika kecelakaan itu terjadi, Alizya bahkan belum seharusnya lahir. Ia terpaksa lahir lebih cepat, baru tujuh bulan. Bayi merah itu bahkan sudah kehilangan kedua orang tuanya sejak lahir, Non Izya bahkan belum sampai melihat wajah ayah dan ibunya. Apa itu kesalahannya? "

"Itu memang kesalahannya, " balas Alvino penuh penekanan.

"Orang tua yang berkorban demi kelahiran anaknya adalah sebuah keharusan, Den. Semua ibu di dunia pasti akan rela bertaruh nyawa demi melahirkan anaknya. Itu juga yang Bunda kalian lakukan saat melahirkan kalian! Hanya saja ... ketika melahirkan Non Izya, takdir berkata lain dan Bunda kalian harus kehilangan nyawanya, " bantah Bi Darsih.

"LALU KENAPA ANAK ITU TIDAK IKUT MATI SAJA?! "

"ALVINO! "

Alvano membentak Alvino yang berteriak begitu keras pada Bi Darsih. Tidak seharusnya Alvino meninggikan suaranya ketika berbicara dengan orang yang telah merawat mereka sejak kecil. Juga, ada sedikit rasa nyeri di hatinya mendengar kalimat sarkas Alvino.

"Bibi, bukan orang baru di sini. Oke, anggap saja kematian ayah dan bunda memanglah takdir. Lalu apa, Bibi, bisa menjelaskan kenapa kami yang harus menderita? Kenapa?! " tuntut Alvino dengan nafas yang memburu.

"Non Izya juga sama menderitanya, Den! " balas Bi Darsih.

"Fine. Dia menderita, kami juga menderita. Impas, 'kan? " Alvino berdiri dari duduknya. "Bibi, yang telah merawat kami dari kecil. Bedanya perlakuan kakek pada kami dan anak itu jelas, Bibi, sangat tahu, 'kan? Jangan berbicara seolah-olah kami yang paling jahat di sini! " sarkas Alvino lalu berlalu pergi. Alvino melangkah lebar dengan amarah yang memuncak.

Alvano diam menatap saudara kembarnya yang pergi membawa amarah. Alvino memang mudah sekali terpancing emosinya. Apalagi jika tentang sesuatu yang berhubungan dengan orang tua mereka. Alvino sulit mengendalikan emosinya.

"Bibi, duduklah. "Alvano meminta dengan lirih. Ia tak beranjak dan hanya menatap Bi Darsih yang perlahan duduk di depannya dengan tangis yang sesenggukan. "Maafin Alvino ya, Bi? Dia pasti nggak ada niatan berbicara kasar sama, Bibi, " lanjutnya.

"Den.... "

"Bibi, makan aja. Nggak usah dilanjutkan lagi. Vano berangkat kerja dulu, " ucap Alvano yang hendak beranjak.

"Aden, sudah menemui Non Izya? Kasihan dia, Den. Tolong, temui dulu. Kemarin dia kelihatan kacau banget, sampai sekarang juga belum keluar kamar padahal udah Bibi panggil berulang kali, " mohon Bi Darsih dengan raut cemas. "Bibi, yakin Non Izya bukan anak yang jahat. Dia pasti punya alasan yang membuatnya sampai hati memb**ly orang lain. "

Alvano urung melangkah. Ia berdiri diam memalingkan wajah seolah enggan menatap wajah tua Bi Darsih yang penuh air mata. Matanya melirik ke arah tangga yang terlihat dari rruang makan. Apa Alizya mengurung diri?

Dan tentang kasus yang Alizya buat, Alvano juga bukannya angkat tangan. Kenyataanya ia benar-benar sibuk kemarin. Lagipula semua bukti telah menunjukkan bahwa gadis itu bersalah. Alizya bahkan telah mengakuinya sendiri. Alvano bisa apa? Lalu mengapa Alizya bersikap seolah-olah dialah korbannya?

Alvano menghela nafas samar. "Nanti ... Vano temui dia sepulang kerja. Vano udah telat berangkat kerja, " ucap Alvano.

"Assalamualaikum! "

Tanpa menunggu balasan salam dari Bi Darsih, Alvano segera melangkah pergi. Ketika sampai di depan tangga, Alvano kembali melirik ke lantai atas. Sesaat terlintas dalam benaknya bayangan Alizya yang menuruni tangga dengan senyum merekah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!