" Oke. Lo tunggu aja, Ren, sebentar lagi Gue akan mundur seperti yang Lo inginkan! "
Darren tertegun mendengar ucapan Alizya. Ia tak menyangka gadis itu akan berkata demikian. "Maksud Lo? "
Alizya menggeleng. Ia lantas berdiri dan menghampiri Darren. "Lo mending ikut duduk aja, deh. Kita periksa proposal ini sama-sama, " ucapnya hendak menarik lengan Darren.
"Apaan, sih? Gue cuman butuh tanda tangan Lo! " sentak Darren menepis tangan Alizya. Wajah pemuda itu nampak sangat kesal.
"Laiya, ayo temenin Gue dulu. Lagian Gue nggak akan tanda tangan sebelum Gue periksa dulu. Ini proposal kegiatan akhir semester, 'kan? Gue nggak boleh ceroboh, " balas Alizya santai. Ia kembali menarik tangan Darren dan membawanya untuk duduk di sampingnya. "Gini, kan kita bisa duduk berduaan. "
"Amit-amit, deh! "
Tak ayal Darren pun menurut namun dengan wajah bersungut-sungut. Pada akhirnya mereka duduk bersebelahan. Alizya mulai membuka map yang dibawa Darren. Ia mulai larut dalam keseriusannya.
Darren masih memasang tampang tak bersahabat, namun tatapannya tak beralih dari wajah Alizya. Ia akui, gadis itu cantik. Rambut panjangnya selalu dikuncir kuda, Alizya berpenampilan sederhana.
"Lo benar-benar sok sibuk banget, ya! Gue udah periksa proposal itu dan nggak ada kesalahan sama sekali. Tinggal butuh tanda tangan Lo doang sebulum di ajuin ke kepala sekolah! " Darren menggerutu.
"Halah.... Takutnya matamu sliwer tadi! " cetus Alizya santai tanpa mengalihkan pandangannya.
"Heh! Gue nggak buta, ya! "
"Gue juga nggak bilang mata Lo buta, Darren. Aneh banget, sih! "
Darren terus menggerutu kesal dan Alizya tak acuh padanya membuatnya semakin marah.
"Lo kayak anak kecil tahu, nggak?! Bisa diem nggak, sih? Kita lagi di perpustakaan, nggak boleh berisik! " seru Alizya yang masih terlihat serius memeriksa proposal itu.
"Gue marah ya, sama Lo! " ucap Darren.
Alizya mengangguk-angguk, " iya, Gue tahu! "
Kekesalan Darren bertambah dua kali lipat melihat tanggapan santai Alizya. Dari dulu, Alizya tak pernah menganggap serius dirinya. Hal itu membuat Darren merasa Alizya terlalu meremehkannya. Di tambah lagi ketika ia kalah saat pemilihan ketua osis. Darren seolah bertambah benci.
Bahkan ketika telah menjadi sepasang wakil dan ketua osis, Darren tak pernah mau bersikap baik pada Alizya. Mereka terlihat tak pernah akur atau lebih tepatnya Darren yang tak mau akur. Sedangkan Alizya selalu tenang dan santai saat berhadapan dengan kemarahan-kemarahan Darren yang datang tanpa alasan.
Alizya menutup map di tangannya dan meletakkannya kembali, " ambil, gih! Udah pas, kok! " ujarnya.
Darren mendelik sinis.
"Kan Gue udah bilang kalau Gue udah periksa itu proposal! "
"Iya, Gue cuman melakukan tugas Gue sebagai ketua osis dengan baik dan benar untuk terakhir kalinya, " balas Alizya santai. Ia tak peduli pada wajah Darren yang tiba-tiba merengut bingung.
"Apa maksud Lo ngomong gitu? "
"Nggak ada! Cuman kata-kata mutiara doang! "
"Nggak jelas Lo! "
*
*
*
Seharusnya ia telah berada di rumah saat ini. Tapi Alizya justru dengan sengaja mengulur waktu dan membiarkan dirinya terlambat pulang seperti hari kemarin. Dengan santai ia melangkah di pinggir jalan. Gelapnya malam tak membuatnya takut.
Menjadi yang terbaik telah ia lakukan untuk mendapatkan perhatian Alvano dan Alvino namun tak berhasil. Kali ini, ia akan menjadi yang terburuk untuk mendapatkan sedikit saja perhatian mereka. Kekecewaannya kemarin tak membuatnya menyerah. Ia harap malam ini Alvano dan Alvino menyadari bahwa ia belum pulang.
Alizya tak berharap mereka mencarinya, hanya kepedulian sedikit saja. Seperti saat ia pulang nanti mereka bisa memarahinya.
Kamu dari mana?
Kenapa baru pulang?
Kenapa tidak memberi kabar?
Dan yang paling Alizya harapkan adalah ketika mereka akan berkata, " Kakak khawatir. "
"Hahaha.... Kira-kira pulang jam berapa, ya? Jam sebelas atau jam dua belas? Mereka pasti lagi khawatir, kan? Hahaha.... "
Alizya tertawa membayangkan bagaimana raut wajah khawatir milik kakak-kakaknya. Semunafik itu memang, tapi Alizya hanya tak ingin menyerah. Ia yakin bahwa Alvano dan Alvino menyayanginya seperti ia menyayangi mereka, hanya saja rasa sayang itu masih tertutupi oleh kebencian.
"Kadang aku pikir, untuk apa aku dilahirkan jika itu hanya membawa kesedihan dan kebencian untuk Kak Van dan Kak Vin.... "
Alizya tak tahu kapan tepatnya kedua Kakaknya membencinya. Hanya saja, ketika ia mulai mampu mengingat hal-hal di masa lalunya, tak ada kenangan manis antara dirinya bersama Alvano maupun Alvino.
Alizya kecil tak memahami kebencian dua kakaknya. Gadis kecil itu selalu bertingkah ceria dan sedikit nakal dengan terus mengganggu Alvano dan Alvino. Alizya kecil hanya akan menangis ketika sang kakak membentak atau menepis tubuh kecilnya.
Alizya tersenyum kecut. Ia mendudukkan bobotnya di pinggir trotoar jalan. Ia menekuk lutut, mendongakkan wajah menatap langit yang bertabur bintang.
"Ayah.... "
"Bunda.... "
Perlahan, air matanya luruh jua.
"Seharusnya kalian tidak boleh membenciku.... Aku adalah adik kalian. Ayah, Bunda, Kak Van dan Kak Vin tak menyayangiku. Aku harus bagaimana...?"
Lama-lama Alizya terisak-isak dalam tangisnya. Jalanan sepi, malam kian pekat. Sendirian Alizya menumpahkan sesak di dadanya. Teringat dengan waktunya yang kian dekat. Alizya mulai merasa ragu. Ia ragu uasahanya akan berhasil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments