"Ah ... bodohnya. Bisa-bisanya aku berharap mereka akan memarahiku. Padahal sudah sangat jelas mereka tak menganggapku. "
*
*
*
"Lo nggak takut? "
Alizya langsung tersenyum. Ia mundur selangkah lantas mengangkat kedua tangannya setinggi bahu. "Lakukanlah! "
Setenang telaga ia menatap pemuda berandal di hadapannya itu.
"Di dunia ini nggak ada orang yang benar-benar bisa lolos dari hukum timbal balik. So, kalian bisa lakukan apapun yang kalian mau. Gue akan dengan sabar menunggu, timbal balik apa yang akan terjadi setelahnya, " ucap Alizya dengan begitu santai.
Empat pemuda itu bergeming menatapnya.
"Oke. Mau mulai pekerjaan sekarang atau nanti? " Alizya masih tersenyum. Ia berjalan mendekat ke sebuah ayunan kuno yang menggantung pada pohon mangga. Ada juga kursi panjang di bawah pohon itu. Tempat itu tak sesepi saat ini saat jam istirahat tiba.
Mereka tak ada yang berkutik menghadapi sikap Alizya yang tenang tanpa sedikitpun terlihat sorot takut. Bukan mereka tak bisa melakukan 'apapun' padanya, hanya saja sikap Alizya membuat mereka segan. Ucapan Alizya pun tak terdengar menakutkan bagi mereka, tapi entah mengapa seolah menyirap kesadaran mereka.
Mau tak mau, pada akhirnya mereka bergegas untuk mencabuti rumput liar yang ada. Sebenarnya tak terlalu banyak rumput liar yang tumbuh, hampir setiap minggu belakang sekolah dibersihkan. Kebetulan saja empat pemuda itu menjadi sasaran empuk minggu ini.
Alizya menatap sebentar. Gadis itu meraih gawai di saku bajunya saat terdengar denting notifikasi. Satu pesan WA dari Bu Dilla masuk. Alizya dengan cepat membalas.
Setelahnya gadis itu menilik dengan cermat apa yang dikirim guru BK-nya itu. Ada info data diri dari empat pemuda yang tengah ia awasi. Alizya mengamati foto profil mereka satu persatu.
Alizya kembali menatap empat pemuda itu memastikan bahwa mereka melakukan pekerjaan dengan benar. Sedikit banyak, ia tahu sepak terjang mereka.
"Kalian abis tawuran, ya? "
Mereka menoleh serempak mendengar celetukkan Alziya. Ditatapnya Alizya yang duduk mengayun di ayunan dengan kedua tangan memegang tali ayunan.
Gadis baik! Dia benar-benar tak menganggap mereka sama sekali! Mereka baru saja saling mengancam. Apa perlu bertingkah sok peduli seperti itu? Empat siswa berandal itu membatin sinis.
"Nanti setelah selesai cabutin rumput, ke UKS, gih! Kalian obatin lebam-lebam di wajah kalian itu. Serem lihatnya, " lanjut Alizya.
Empat pemuda itu terlihat bengong mendengarnya.
"Bukan urusan Lo! " balas Ozi, pemuda yang tadi mengancam Alizya.
Alizya mengangguk, " oh, oke! "
*
*
*
Kali ini Alizya pulang terlambat. Bahkan waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam. Alizya berjalan pelan memasuki rumah. Melihat motor dan mobil yang ada di garasi, ia rasa kedua kakaknya sudah ada di rumah. Ia pasti akan dimarahi.
Rumah dalam keadaan gelap. Kedua kakaknya memang terbiasa pulang sore. Lalu jika memang ada keperluan mereka akan pergi lagi saat malam. Tapi melihat lampu yang telah padam, kemungkinan mereka ada di rumah dan sudah tidur.
Sebelum ke kamar, gadis itu menuju dapur terlebih dahulu. Ia membuka lemari es dan mengambil sebotol minuman. Tepat saat ia tengah meneguk minumannya, Alvano juga datang ke dapur.
Alizya hampir tersedak dan buru-buru menyudahi. Ia menunduk di samping kulkas saat sang kakak juga mengambil minuman di dalamnya. Ia bersiap untuk dimarahi.
Tapi, Alvano bahkan tak meliriknya.
Alvano menutup kulkas dan berlalu kembali ke kamar. Tak sepatah kata pun keluar hingga membuat Alizya mendongak menatap punggung lebar Alvano yang perlahan hilang di kegelapan.
Alizya mengerjabkan matanya, ia menarik nafas panjang.
Ternyata ... ia tidak di marahi. Alvano bahkan tak menatapnya sama sekali seolah kehadirannya tak ada. Benar-benar seperti tak pernah ada sosok adik bernama Alizya dalam hidupnya.
"Ah ... bodohnya. Bisa-bisanya aku berharap mereka akan memarahiku. "Alizya terkekeh kecil. " Padahal sudah sangat jelas mereka tak menganggapku, " lirihnya kemudian.
Ia melangkah lesu pergi dari dapur.
'Kak, sekali saja. Tolong lihat aku, katakan seberapa penting aku dihidup kalian. Apa kalian benar-benar menginginkanku pergi? Sungguh, aku tak mau. Aku tak rela meninggalkan kalian. '
Andai Alvano dan Alvino mendengar rintihannya, akankah mereka luluh? Alizya adalah adik perempuan mereka satu-satunya, namun kenyataan jelas berbeda dengan itu. Alvano dan Alvino adalah saudara, sedangkan dengan Alizya terlihat seperti orang asing.
'Aku benar-benar tak ingin pergi.... '
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments