Alice room
Tidak ada yang istimewa di kelas 'penjelmaan'. Dengan pengalaman dan kemampuanku, aku mampu menjadi murid terbaik di kelas itu. Teman di kelas itu juga banyak, beberapa mendekatiku karna aku adalah yang terpandai, beberapa mendekatiku karna Princess yang lucu.
Yang menarik di mataku hanyalah kelas tambahan yang di adakan setelah makan siang. Ardan mengingatkanku kalau nama kelas itu adalah kelas pelatihan. Kami kembali ke asrama untuk makan siang atau berganti pakaian, setelahnya kami semua di kumpulkan di sebuah ruangan besar. Perlu ku ingatkan, di Akademi ini tidak ada yang namanya Kakak kelas atau Adik kelas. Setelah satu generasi mendaftar, mereka akan bersekolah selama tiga tahun.
Dalam ruangan besar tersebut setiap murid akan di dudukkan dengan regu miliknya. Pada sebuah meja lingkaran berdiameter lima meter. Setiap regu berisi lima orang. Namun karna jumlah muridnya terbatas, anggota reguku hanya empat orang termasuk aku.
Aku tidak tau itu sebuah keberuntungan atau malah kesialan, aku satu regu dengan dua teman sekamarku serta Mayra. Kelas ini adalah kelas yang terasa mirip seperti kelas kursus. Kelas yang melatih kesehatan tubuh, kebugaran tubuh, kelincahan, kekuatan, dan kemampuan berpikir kritis sebagai agent rahasia. Ini berlangsung hingga pukul lima sore.
Karna rutinitas hari-hariku tidak terlalu menyenangkan. Princess berhenti mengikutiku dan memilih bermain bersama Ayah. Sore ini saat aku menjemput Princess, Ayah memberiku sebuah kotak kayu. Ukirannya yang halus dan cantik mengingatkanku pada harta karun rahasia.
Sekarang sudah larut, Princess juga sudah tertidur. Teman-temanku juga sudah terlelap. Aku masih terjaga sebab ingin membuka kotak itu sendirian. Dalam kotak itu ada selembar kertas foto. Di sana ada Ayah yang masih muda dan seorang wanita. Di dalam pelukan wanita itu ada seorang bayi yang di bungkus kain.
Saat aku membalik kertasnya, ada tiga kata. 'Ayah, Bunda, Harist.' Aku memandangi diriku dalam pantulan cermin yang di tempel di pintu lemari pakaianku. Sejujurnya wajah ini lebih mirip Bunda di bandingkan Ayah. Di dalam kotak juga ada sebuah belati cantik dan sebuah cincin.
Ku pandangi cincin itu dari dekat. Tapi permukaan cincin terlalu halus hingga aku tak sengaja menjatuhkannya ke bawah lemari. Karna aku terlalu malas untuk menunduk, aku berubah ke bentuk seorang rekan di kehidupan sebelumnya. Dia seorang gadis, namanya Selena. Dia memiliki bakat melayangkan benda atau kinetik.
Dengan melayangkan lemari, dan meletakkannya di ruang kosong lain, aku barulah bisa mengambil cincin Bunda. Namun ada yang lebih menarik perhatianku di banding sebuah Cincin. Itu adalah sebuah pintu masuk ruang bawah tanah. Namun itu terkunci. Tapi pintu terkunci bukanlah rintangan besar untukku.
Aku berubah bentuk lagi ke bentuk Zean. Rekanku di kehidupan sebelumnya yang memiliki bakat memanipulasi logam. Karna pintu kayu itu hanya terkunci oleh sebuah gembok tua berkarat. Aku memasukkan logam ke dalam lubang kunci lalu membentuk kunci sesuai dengan bentuk lubang kunci. Setelah di putar beberapa kali, gembok berkarat itu terbuka.
Pintunya sudah tua, jadi pasti berderit. Aku membukanya perlahan-lahan agar tidak berderit. Aku memasuki pintu itu dengan tubuh asliku. Tepat saat kakiku menginjakkan lantai, ruangan gelap itu segera menyala dengan cahaya di dinding. Aku menutup pintunya perlahan. Lalu menyusuri ribuan anak tangga untuk turun.
Aku tidak tau sudah berapa lama aku menuruni tangga, namun pada akhirnya aku menemukan sebuah pintu di anak tangga terakhir. Debu di pintu itu sudah terlalu tebal. Aku berubah ke bentuk tubuh seorang rekanku yang pandai memanipulasi angin di kehidupanku yang sebelumnya. Sebenarnya dari pada rekan, dia lebih pantas ku sebut junior karna usianya yang sangat muda.
Dengan angin di tanganku ku bersihkan debu tebal di pintu. Jika pintu tadi terlihat tua, maka pintu ini berbeda. Ia lebih terlihat kokoh dengan setiap lapisannya yang seperti masih baru. Di atas pintu tidak ada ventilasi, hanya ada sebuah tulisan yang membuatku berpikir panjang.
'Alice room'
Masalahnya aku tidak mengetahui siapa itu Alice. Namun saat aku membuka pintu, pintu itu tidak terkunci. Aku bisa dengan mudah membukanya. Begitu aku memasuki ruangan di balik pintu, dinding-dinding menyalakan obornya secara otomatis. Namun ada yang berbeda dengan tangga tadi. Cahaya pada obor di dalam ruangan yang awalnya berwarna kuning terang berubah menjadi ungu kehitaman.
Meski aku tidak tau mengapa cahaya itu berubah, aku menyukai perubahan itu. Meski ruangan cukup temaram, aku masih dapat melihat setiap sudut ruangan yang ada. Ruangannya cukup luas, selain itu ada sebuah tempat yang seperti bengkel untuk membuat senjata. Beberapa cetak biru dapat ku lihat di salah satu mejanya. Beberapa senjata bahkan di gantung di tempat ini. Berbeda dengan pintu sebelumnya, ruangan ini lebih bersih. Bahkan bisa di katakan tempat ini tidak berdebu sama sekali. Seolah menolak partikel debu.
Selain itu ada beberapa rak buku yang penuh dengan banyak buku tebal. Ah, ini benar-benar menarik minatku! Aku sedih karna Ayah tidak membawa buku-buku milikku, tapi melihat banyak buku di sini aku yakin perasaan itu akan hilang segera.
Di tengah ruangan ada sebuah meja bundar dengan lima buah kursi. Ku pikir sudah terlalu lama aku berada di tempat ini. Aku memutuskan untuk kembali. Setelah menutup pintu, aku berubah ke bentuk burung, lalu terbang cepat melewati lorong. Setelah menutup kembali pintu menuju ruang rahasia, aku menutupi pintu tersebut dengan karpet.
Setelahnya aku menghempaskan diriku di tempat tidur. Dengan segala keletihan yang ada aku menutup mataku. Aku bahkan tak sempat bermimpi saat Xinfey dan Princess membangunkanku. "Tuan! Tuan! Bangunlah!"
Kepalaku terasa pusing sebab efek dari tidur tanggung. Tapi aku ingat ini adalah hari sekolah. Aku tidak bisa tidur lebih lama bahkan jika aku ingin. Aku mempercepat semua kegiatan mandi dan bersiap. Aku melewatkan sarapan karna hari sudah terlalu siang. Aku juga berubah bentuk ke bentuk Macan agar bisa sampai lebih cepat ke kelas. Hari ini Princess memaksa ingin ikut denganku. Jadi aku harus membawanya dalam gigitanku.
Kemunculan macan tutul di lingkungan sekolah tampaknya membuat para siswa yang berjalan di sisiku kaget. Untungnya aku sampai sebelum Pak Guru yang mengajar di kelasku. Awalnya begitu aku kira.
"Harist, kamu datang terlambat. Bahkan jika kamu Putranya Guru Krish, kamu harus di hukum mengikuti aturan akademi." Papan tulis sudah di tulisi dan ternyata Pak Guru sebelumnya sedang ke toilet.
Aku menghela nafas pasrah menerima hukumanku. Pak guru memintaku berdiri dengan satu kaki di sisi mejaku. Ku lihat Princess menertawakan aku. Aku menyentil dahinya. Dia hanya mendengus kesal dan memilih tidur di meja.
Sebenarnya aku mengantuk. Agak sulit untuk menjaga kesadaranku selama kelas berlangsung. Sepasang mataku terasa berat seakan itu di ganti menjadi batu besar. Sayangnya di menit berikutnya kantuk sepenuhnya menelanku.
Aku tidak tau apa yang terjadi pada tubuhku selama aku tidur, sampai aku terbangun kembali saat kepalaku membentur meja. Pak Guru menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu tidur jam berapa sih?"
"A-aku juga tidak tau..." Jawabku.
Ku lihat Pak Guru menghela nafas pasrah. Namun sepasang matanya tiba-tiba terlihat kaget saat melihatku. Lalu Pak Guru menghampiriku segera. Aku merasakan pandanganku kabur. Selain itu aku juga merasakan sesuatu yang basah dan lembab mengalir di dahiku. Oh? Apakah dahiku terbentur terlalu keras?
Hal terakhir yang ku ingat hanya Ray yang memanggil-manggil namaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments