Kembali ke sekolah
"Aris! Cepat Nak! Hari sudah hampir siang." Ibunya memanggilnya lagi.
"Tuanku, jika Anda mampu duduk di bangku Harist Fernada yang sesungguhnya, saya akan memberikan Anda imbalan ingatan Harist Fernada." Suara manis seperti Anak kecil itu kembali terdengar.
"Heh, menantangku? Aku ini Tuan 'Cermin', bahkan jika pekerjaanku Agen rahasia, aku bisa menjadi detektif untuk beberapa waktu." Aku tersenyum bangga. Jika aku tidak peka terhadap lingkungan sekitar aku akan kalah dari agent lain atau musuh kami. Jika aku tidak pintar, aku bisa saja termakan perangkap yang di berikan musuh. Ini adalah hal mudah untukku.
Hal pertama yang aku lakukan adalah berseragam menurut hari yang tertera di ponsel milik Harist, selanjutnya adalah mengemasi buku. Setelahnya adalah memastikan tugas sekolah. Yah, sudah lama aku tak kembali ke bangku sekolah, terbesit rasa rindu saat aku mengingat masa SMPku. Karna kami merupakan keluarga miskin, aku di sekolahkan di sekolah buangan. Sekolah itu berisi anak-anak nakal yang lebih jahat dari preman. Dan itu adalah sekolah khusus laki-laki.
Lebih banyak aku belajar bertahan hidup dari pada belajar pelajaran sekolah di tempat itu. Itu adalah tempat di mana aku melatih diriku menjadi pribadi yang kuat untuk melindungi diri sendiri. Itu tempat yang sangat bernostalgia.
Aku melangkah ke lantai bawah. "Kamu sarapan dulu ya? Di mobil juga tidak apa-apa."
Ibu mendatangiku dan memberikanku sebuah bekal. Aku merasa muak saat melihat wajah ramah wanita itu. Tapi karna ini adalah dunia lain, aku juga harus bisa memakluminya. Mungkin saja karakternya kebetulan memiliki wajah yang sama.
Aku mengikuti sosok Ayah ke sebuah mobil. Rumah sederhana yang tak terlalu besar atau kecil, lalu sebuah mobil standar untuk mengakomodasi kebutuhan hidup, serta lingkungan santai dengan tetangga yang tentram. Ini benar-benar kehidupan idamanku saat aku remaja. Sayangnya kehidupanku jauh dari kata damai di masa lalu.
Aku menatap tanganku. Lantas mengubahnya untuk berlatih. Di masa lalu, aku berlatih hampir setiap hari untuk menyempurnakan transformasi tiruanku. "Aris, jangan lakukan itu di tempat umum ya? Kamu harus menyembunyikan 'kemampuanmu'. Di dimensi ini, orang-orang tidak sekuat atau semenarik kamu."
Aku mendengar sosok Ayah itu memperingatkan aku. Sepertinya latar belakang dunia artificial ini tak seperti duniaku. Tampaknya tak semua orang memiliki 'bakat', namun mendengar sosok Ayah itu berbicara, sepertinya mereka menyebut 'bakat' dengan kata 'kemampuan'. Yah ini salah satu informasi bagus.
"Baik. Aku akan berhati-hati di masa depan." Aku mencoba untuk berujar sopan.
"Sepertinya suasana hatimu sedang buruk. Sudahlah, bukalah pintunya, kita sudah sampai." Ayah itu tersenyum lalu membiarkan aku keluar dari mobil.
Aku memasuki pekarangan sekolah. Aku merasa agak tak nyaman, karna orang-orang terus melihatku. Apakah aku salah seragam? Ah, tidak juga, seragam yang aku tebak sama persis dengan seragam siswa lainnya.
Ataukah... Aku bau?
Aku mencoba mencium aroma tubuhku saat aku melewati tempat sepi. Tidak juga, aroma tubuhku masih tercium segar seperti orang yang baru saja mandi. Lantas apa yang membuat mereka melihatku? Ketampanan? Jangan bercanda, tampangku ini biasa-biasa saja. Mungkin?
Dalam sampul buku pelajaran aku ingat aku berada di kelas IX 1. Dengan memasuki kelas aku agak bingung, sebenarnya kursiku yang mana? Ada Tiga kursi yang tidak memiliki barang bawaan di atasnya. Di bawah tatapan anak murid lain, aku harus cepat mengambil keputusan. Jika lingkungan hidup tubuh ini menyerupai kehidupanku, maka sifat dari tubuh ini juga menyerupai sifatku saat remaja. Melihat tempat duduk kosong itu, ku pikir aku saat remaja memang menyukai tempat duduk di belakang. Namun tempat duduk impianku adalah tempat duduk yang berada di tengah, tak terlalu depan tak terlalu belakang.
"Ahh duduk saja!" Aku berujar pelan. Lalu duduk di tempat duduk yang berada di barisan tengah itu.
Ku lihat barang-barang di laci meja. Agak gugup karna aku takut salah duduk di meja orang lain. Ternyata ini memang tempat dudukku. Ada nama Harist Fernada di buku yang ada di laci meja. Dengan menghela nafas lega aku menyandarkan tubuhku ke kursi.
"Selamat Tuan! Anda berhasil duduk di kursi Harist Fernada! Ini imbalannya. Silahkan di terima!" Suara Anak kecil itu kembali terdengar, kali ini ia sepertinya sedang senang.
Lalu saat itu juga sebuah ingatan di transmisikan ke kepalaku. Agak pusing karena itu bercampur dengan ingatanku yang lain. Seolah itu membaur dengan ingatanku dan menjadi ingatan baru. "Aris, kau baik-baik saja?"
Seseorang yang duduk di sampingku bertanya saat aku sedang memproses ingatanku. "A-aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah."
Itu adalah seorang gadis dengan rambut yang panjangnya sesiku. Rambutnya bergelombang dan berwarna gelap. Matanya berwarna keemasan yang cantik. Anehnya, penampilan gadis itu persis seperti kriteria wanita idamanku!
Ia tampaknya menghela nafas lega saat aku berkata demikian. Aku kembali memproses ingatan milik Harist. Dari ingatannya aku mengenal gadis yang tadi sebagai Mayra. Lengkapnya Mayra Zeintya, Harist dan dia sepertinya adalah salah satu teman masa kecil. Namun sering kali mereka lebih berselisih paham akan sesuatu. Tingkah gadis itu sangat menyebalkan, namun terlalu lekat dalam pikiran Harist. Artinya mungkin Harist memiliki rasa kepada gadis ini. Atau mungkin mereka hanya sekedar teman dekat saja? Aku sendiri tidak tau.
Aku merasakan getaran di saku celanaku. Aku ingat kalau aku meletakkan ponsel pintar di sana. Karna ponsel itu di kunci, aku membukanya menurut ingatan Harist. Saat terbuka yang muncul segera adalah aplikasi catatan. Di sana tertulis sendiri sebuah kalimat.
'Tuan! Ini saya! Si imut yang selalu memperhatikan Tuan!'
Terakhir ia menambahkan gambar seekor kucing bulat yang mungil. Aku menduga ini seharusnya adalah anak kecil yang mengganggu di pikiranku pagi ini.
'Mulai sekarang kita akan berkomunikasi melalui telpon. Di sini juga saya akan memberi misi kepada Anda Tuan!'
Kalimat panjang kembali tertera. Aku hanya bersenandung saja sebagai jawaban. Aku yakin si kecil itu juga mendengar dan melihatku. Lalu aku mengetik sebuah kalimat baru di sana.
'Lalu aku harus memanggilmu apa?'
Terjadi jeda cukup lama. Lalu muncul sebuah tulisan. 'Princess! Nyonya memanggilku begitu! (◍•ᴗ•◍)❤'
Aku mengangguk pelan. Lalu terdengar bunyi bel masuk. Di sertai beberapa murid yang baru saja memasuki kelas. Seorang Guru dengan kaca mata tipis di wajahnya memasuki kelas. Aku tidak fokus saat mengikuti pelajarannya. Aku masih memikirkan banyak hal di benakku.
Namun karna mataku menatap ke buku, sepertinya tingkahku tak di curigai oleh Guru itu. Aku mencoba memahami materi pelajaran yang di berikan para Guru. Ini seharusnya mudah karna ini hanya pelajaran SMP. Siapa yang mengira bahwa ini sangatlah mudah. Ini lebih mudah dari pada pelajaran SMP di duniaku.
Adalah saat istirahat ketika aku sedang menguap. Aku masih memilah-milah ingatan Harist. Yang membuatku menghela nafas lega, ternyata Ibu dan Ayah yang aku temui pagi ini adalah Paman dan Bibi Harist.
"Tuan, tubuh Harist di siapkan untuk Anda, secara harfiah dia adalah Anda. Untuk memicu perkembangan kemampuan Anda, Anda harus menerima diri Anda terlebih dahulu. Anda harus mengakui kalau Anda adalah Harist Fernada. Lagi pula Anda tak bisa lagi kembali ke kehidupan Anda di masa lalu. Baik Anda atau Nyonyaku, kalian semua telah tiada dan hidup kembali di dunia ini."
Aku menggaruk kepalaku dengan perasaan Canggung. Ternyata demikian. Artinya jika saja aku mati maka aku akan benar-benar lenyap. "Aris, apakah kau ingin makan? Aku membuatkan ini untukmu."
Seorang gadis membawa sebuah bekal tambahan yang di hias seperti bekal anak TK. Kelihatan lezat, tapi aku juga membawa makanan yang di buat Bibiku. Saat aku akan menolak, gadis lain mendekatiku dan berkata. "Tidak perlu, kamu pasti lebih suka punyaku! Aku membuatkanmu yang ekstra pedas!"
Aku memang suka pedas, tapi melihat betapa banyaknya biji cabai dalam makanan itu, membuat liurku mencair. Itu jelas makanan yang Sangat pedas! Lalu seorang gadis lain datang menawarkan makanan manis, dia bilang kalau dia membuatnya sendiri. Itu sejenis kue kering atau cemilan manis rumahan.
"Maaf semuanya, Bibiku sudah membuatkanku sarapan, aku harus memakannya atau Bibiku akan sedih." Aku berujar dengan nada bicara seolah mau tapi tak bisa. Membuat mereka mundur secara perlahan.
Aku baru mengingat satu hal lagi. Harist Fernada, adalah pria populer di kelasnya. Apakah itu dalam hal akademik maupun non akademik. Selain itu sifatnya yang gentleman membuatnya di sukai banyak orang. Satu hal lagi, Aku, Harist Fernada, termasuk kedalam jajaran orang tampan menurut perhitungan manusia di dunia ini. Aku lahir sebagai karakter sempurna yang penuh keberuntungan, hanya satu hal yang sangat di sayangkan. Aku tak punya teman dekat atau sahabat, itu saja.
Ini cukup membuatku agak bingung. Ku pikir wajahku masih di batas standar. Atau mungkin diriku memang tampan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
ɑׁׅꪱׁׁׁׅׅit𖤐~น่ารัก
ciee langsung jatuh hati dia nih/Chuckle/🤭 cuaksss 🤣🤭
2023-10-15
3
ɑׁׅꪱׁׁׁׅׅit𖤐~น่ารัก
dh pede luan dia dikirain ganteng /Facepalm/emang sih banyakan kan tokoh utamanya selalu ganteng and cantik /Slight/
2023-10-15
3
ɑׁׅꪱׁׁׁׅׅit𖤐~น่ารัก
enakan di dunia ini ibunya baik, gk kek di dunia sebelum nya ibunya nenek lampir sih jahat bener ama anak sendiri 😐😥🤧😭🤣
2023-10-15
3