Dinda kaget karena siapa yang datang bersama Bayu. Irwan, dia yang dulu sempat dekat dengannya. Tapi, karena dia tidak mempunyai rasa apa-apa sama Irwan dan lagi pula saat itu Kakaknya belum punya teman dekat cowok. Jadi, Dinda tidak bisa meneruskan hubungan tersebut.
Sampai suatu ketika saat dia dan Kakaknya jalan-jalan ke Mall lalu ketemu Bayu. Saat itu Dinda sudah suka pada pertama kali bertemu, tapi ternyata Bayu justru naksir sama Dini Kakaknya. Akhirnya Dinda hanya bisa memendam perasaannya itu sampai sekarang.
Tapi, setelah Kakaknya Dini meninggal, apakah perasaan itu akan berbalas, secara Bayu begitu sangat mencintai Almarhumah Kakaknya. Dinda masih terpaku bengong tanpa kata.
"Din, Dinda,! Kamu kenapa?" seru Bayu.
"Eh, maaf, Mas. Aku nggak apa-apa, kok" jawab Donda.
"Wan, kenalin. Ini Dinda, adiknya Dini!" ucap Bayu.
Mereka berdua saling pandang tanpa bersuara. Bayu yang mendapati keduanya seperti patung, dia langsung berdehem.
"Eheem.,!" seru Bayu.
"Eh, iya Bay. Kebetulan aku sudah kenal dia sudah lama. Dia teman aku semasa di SMU dulu." ucap Irwan.
"Oh, jadi kalian sudah kenal. Pantesan dari tadi Dinda kok ngelihatin kamu terus seolah pernah melihat kamu." jawab Bayu.
"Iya, Mas. Sebenarnya nggak teman sekelas, kebetulan kita satu sekolah, saat Mas Irwan kelas tiga, aku kelas satu." jawab Dinda.
"Oh gitu, dunia memang sempit, ya. Bertahun-tahun aku menjalin hubungan dengan Dini, nggak tahu kalau kalian saling kenal. Irwan ini selain teman sekantor aku, dia juga sepupu aku, Din!" jelas Bayu.
"Oh, gitu." jawab Dinda singkat.
Tak lama kemudian datanglah Bu Heny mendekati mereka yang dari tadi hanya berdiri di teras.
"Lho, tamunya kok nggak disuruh masuk sih, Din?" sahut Bu Heny.
keduanya langsung menyalami wanita paruh baya itu. "Kami, baru saja sampai, kok Bu." jawab Bayu.
"Ayo masuk dulu. Dinda, ajak masuk Masmu sini." ucap Bu Heny sambil melangkah masuk.
Bayu dan Irwan berjalan mengikuti dinda yang sudah berjalan didepannya. Kemudian mereka menuju ryang tamu yang sudah dikasih karpet buat nanti malam tahlilan guna mendoakan Dini.
Bayu dan Irwan duduk bersebelahan, kemudian Dinda masuk kedalam untuk mengambilkan makanan kecil buat hidangan sambil menunggu acara ngajinya.
"Wan, sebentar aku kedalam dulu, ya. Kamu disini sama Dinda." ucap Bayu sambil berdiri lalu masuk kedalam.
"Din, jadi kamu ini adiknya Dini tunangan Bayu?" tanya Irwan.
"Iya, Mas. Aku adiknya Mbak Dini." jawab Dinda.
"Oh iya, kamu masih cantik seperti dulu, Din" ucap Irwan malu-malu.
"Kamu bisa saja, dari dulu aku memang seperti ini." jawab Dinda datar.
"Din, bukannya aku mengungkit yang dulu-dulu. Tapi, jujur sampai saat ini aku masih menyimpan rasa sama kamu." ucap Irwan pelan.
"Mas Irwan ini apa, sih. Kamu lho, berhak mendapatkan yang lebih dari aku. Kenapa selalu menunggu Dinda." jawab Dinda.
"Tapi hati nggak bisa dibohongin, Din. Aku cinta mati sama, kamu." ucap Irwan serius.
"Mas, kita memang sempat dekat. Tapi, kan Mas Irwan tahu sendiri, kalau aku nggak ada rasa sama sekali sama kamu. Dan aku menganggap kamu sebagai Kakak saja." jawab Dinda.
"Tapi, kenapa kamu nggak bisa. Apa hatimu sudah menjadi milik orang lain?" tanya Irwan.
Dinda tidak bisa menjawab karena sampai saat ini Dinda masih menyimpan rasa kepada Bayu. Saat ini setelah kepergian Kakaknya, dia ingin memperjuangkan cintanya kepada Bayu.
"Mas, kamu nggak perlu tahu siapa yang membuat hatiku nggak bisa menerima kamu. Tapi, maaf. Sebaiknya kita tetap menjadi teman saja." jawab Dinda pelan.
"Baiklah Din, kalau memang saat ini kamu masih belum bisa menerimaku. Tapi, suatu saat kalau kamu berubah pikiran, aku siap untuk menerima kamu." ucap Irwan.
"Asyik benar ngobrolnya, Nih." perkataan Bayu mengagetkan mereka berdua.
"Dari mana kamu, Bay?" tanya Irwan.
"Aku habis dari kamarnya Dini. Kangen aku sama dia." jawabnya lirih sambil menundukan kepalanya.
"Bay, sudahlah. Dini sudah tenang disana. Kamu harus ikhlas dan merelakannya." ucap Irwan sambil menepuk pundak Bayu.
"Iya, Wan. Aku begitu mencintainya, sampai-sampai aku masih menganggap dia masih hidup." jawab Bayu.
"Mas Bayu tidak boleh bersikap seperti itu. Kamu harus menerima kenyataan bahwa Mbak Dini sudah tiada. Kita semua juga merasa kehilangan, cuma kita berusaha merelakannya." sahut Dinda.
Akhirnya waktu tahlilan sudah tiba. Semua tamu yang ikut mengaji pun sudah berdatangan. Dan kini semua ruang tamu sudah penuh dengan orang-orang yang ikut ngaji. Kini Bayu, Irwan serta Dinda pindah kedalam.
Sekitar hampir dua jam an acara itu berlangsung. Kini sudah selesai tinggal menikmati makanan yang sudah disediakan. Bayu tidak ikut makan, karena kalau disini dia selalu teringat dengan Dini, dan bawaannya sedih melulu.
Sampai akhirnya, Bayu dan Irwan memutuskan untuk pulang. Dia memang nggak ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Tapi, bagaimana pun juga, kenangan dan bayang itu selalu menari-nari dibenak Bayu.
Dalam perjalanan pulang, Bayu pun nggak banyak bicara. Irwan menjadi kawatir kalau sikap Bayu seperti ini lagi. Karena baru beberapa jam yang lalu dia menjadi berubah seperti ini lagi.
Irwan mengemudikan mobiknya dengan kecepatan yang sedikit diatas rata-rata supaya dia cepat sampai dirumah. Bayu yang sadar kalau Irwan mengemudikan mobilnya dengan cepat, akhirnya dia berbicara dan tidak diam membisu seperti sebelumnya.
"Wan,! kamu jangan bercanda. Aku masih ingin menikah. Kurangi kecepatannya,!" teriak Bayu.
"Nah gitu, dong. Kamu dari tadi diam saja dan cemberut. Aku kan jadi kawatir kalau kamu kembali diam dan sedih lagi." jawab Irwan.
"Iya, iya,! tapi, jangan ngebut lagi dong. Trauma nih,?" sahut Bayu.
"Oke, maaf. Aku memang sengaja biar kita cepat sampai rumah." jawab Irwan.
Tak lama kemudian, akhirnya mwreka sampai rumah Bayu juga. Irwan memasukan mobilnya langsung ke garasi. Bayu melangkah masuk duluan tanpa menunggu Irwan yang lagi memasukan mobilnya ke garasi.
Kini dia menuju ruang tengah sambil menekan tombol remot Tv. Mama Papanya mungkin sudah tidur, karena jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Tak lama kemudian Irwan mengikuti dia duduk diruang tengah.
"Bay, bisa bantu aku, nggak?" ucap Irwan tiba-tiba.
"Bantu, apa?" tanya Bayu.
"Bantu aku deketin Dinda lagi." jawab Irwan.
"Apa? memangnya kalian sudah pernah dekat?" tanya Bayu.
"Iya dulu. Waktu di SMU, aku naksir dia sampai kuliah pun aku masih mengejar dia. Sampai akhirnya dia diterima kerja dikota lain dan kita lose kontak." jelas Irwan.
"Terus sekarang kamu mau deketin dia lagi?" tanya Bayu.
"Iya, tapi kayaknya susah banget deh, Bay. Karena dari dulu cuma nganggap aku kayak Kakaknya saja." jawab Irwan.
"Hahahaha., kasih kamu bro. Kalau gitu cintamu bertepuk sebelah tangan, dong?" ledek Bayu.
"Sial kamu Bay, seneng kalau ada temannya susah." jawab Irwan.
"Oke-oke, aku nggak janji. Cuma nanti kalau dia masih kekeh nggak bisa, jangan salahin aku." ucap Bayu.
"Oke, siip,!" jawab Irwan.
"Baiklah, aku makasih banget karena mau nemenin aku kerumah Dini. Kamu memang sohib plus saudaraku yang the best!" ucap Bayu.
"Okey, kalau gitu aku pamit pulang dulu, ya. Kamu istirahat aja. Besok aku harus kekantor pagi-pagi." ucap Irwan.
"Okey, tenang saja. Cuti aku tinggal besok saja. Habis ini aku masuk kerja." jawab Bayu.
Irwan menggangguk pelan lalu dia pergi meninggalkan rumah Bayu. Dia mengantarkan Irwan sampai pintu gerbang pagar, lalu dia menguncinya kemudian dia menuju kamarnya.
Setibanya dikamar dia tidak bisa langsung memejamkan matanya. Bayangan Dini hadir kembali setiap dia habis dari rumahnya. Dia kadang melihat sosok Dini dalam diri Dinda. Secara fisik mungkin saja mereka ada kemiripan. Tapi, dari segi karakter, Bayu cenderung suka akan karakter Dini yang kalem, keibuan serta humoris. Kalau Dinda kebalikannya.
"Dini, doakan aku nantinya bisa mendapatkan wanita yang seperti dirimu. Meskipun secara fisik tidak sama, tapi setidaknya aku ingin sifatnya yang nggak jauh beda sama kamu." ucap Bayu dalam hati.
Sampai akhirnya di tertidur lelap, mungkin dia bertemu Dini dalam mimpinya yang indah.
---------------------------------
Next....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments