Alda diam saja ketika Bu Rida keluar kelas untuk mengambil kursi tambahan. Anak-anak murid yang ada di sana gak ada yang berani menatapnya. Itu karena, Alda malah menatap mereka lebih tajam seperti burung elang.
Yang membuat Alda heran adalah soal bangku kosong itu. Apa maksudnya bangku itu dibiarkan kosong. Aneh!
Gak lama kemudian, Bu Rida kembali dengan seorang laki-laki setengah tua.
"Ini Mang Kos! Dia adalah penjaga sekolah dan tinggal di bagian belakang gedung. Letakan bangku itu disini, mang!" ujar Bu Rida mengenalkan siapa laki-laki setengah tua itu.
"Baik, bu!" Mang Kos meletakan bangku yang dibawanya dari gudang di dekat pintu. Bangku itu sudah tua dan kusam. Setelah itu kembali mengambil mejanya.
"Rani! Kamu pindah ke depan. Biar Alda yang duduk di situ!" ungkap Bu Rida kepada murid perempuan yang duduk di depan bangku kosong itu.
"Baik, bu!" sahut Rani dengan wajah semringah. Sepertinya dia sangat senang pindah dari bangku lamanya.
"Silakan kamu duduk di sana, Alda!"
"Baik, bu!" Dengan pasti, Alda berjalan menuju bangku yang dimaksud Bu Rida.
Sebelum duduk, Alda meletakan tasnya di atas meja kemudian mengeluarkan tisu. Dia pun mengelap semua bagian bangku dan meja yang akan ditempati.
Semua murid memerhatikan apa yang dilakukan Alda. Tapi, Alda melakukannya lumayan lama.
"Baiklah, Alda. Silakan kamu duduk. Ibu rasa bangku itu sudah cukup bersih. Setiap minggu juga dibersihkan penjaga sekolah!"
"Sebentar lagi, bu. Aku harus memberikan disinsfektan agar kumannya benar-benar hilang!" Alda kembali mengeluarkan sebuah botol beriisi cairan anti kuman dan menyemprotkan ke bangku dan mejanya.
Bu Rida hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Alda. Tapi dia gak bisa bicara keras karena Alda masih sehari masuk sekolah.
Setelah puas, Alda baru duduk di bangku. Dia mengeluarkan tablet yang biasa dipakai untuk menulis ketika di sekolah lamanya. Anak-anak yang lain masih memerhatikannya. Sebagian berbisik dan sebagian lain kembali belajar.
Alda mulai membuka tabletnya. Sayang masih gak ada signal sama sekali. Dia gak bisa berkomunikasi dengan teman-temannya. Mereka pasti mengirimkan pesan untuk menanyakan padanya kenapa gak masuk sekolah lagi. Aakh! Alda jadi merindukan mereka.
Tiba-tiba, angin berembus kencang dari belakang Alda yang menyentuh lehernya. Bulu kuduknya langsung merinding. Sekali Alda masih cuek, namun ketika sampai tiga kali membuatnya penasaran.
Namun, ketika akan menoleh ke belakang terdengar suara serak.
Jangan menoleh ke belakang, kau akan mati!!!
Alda tertegun. Siapa yang sudah bicara barusan. Apa ada anak murid yang menakutinya? Alda gak takut sama sekali. Perlahan diapun memutar lehernya ke belakang.
Alangkah terkejutnya Alda ketika melihat sebuah bayangan duduk di bangku kosong itu. Wajahnya gak begitu jelas tapi matanya sangat merah dan darah segar mengalir di pipinya.
Alda gemetaran. Dia pun segera berdiri dan akan melangkah pergi. Namun kakinya seperti ada yang menarik. Akhirnya Alda pun terjatuh dan kepalanya terantuk lantai. Gak lama kemudian, Alda pun pingsan.
"Non, Non Alda ....!"
Samar Alda mendengar seseorang memanggilnya. Dia seperti mengenal suara itu. Perlahan, Alda pun membuka matanya.
Di depannya ada seorang anak laki-laki dengan tatapan penuh kecemasan. Dia adalah Sandi.
"Apa Alda sudah sadar?" tanya Bu Indah yang datang bersama Bu Rida.
"Sepertinya sudah, bu. Iya kan, non?" tanya Sandi lagi.
Alda mengangguk pelan dan berusaha untuk duduk.
"Apa tadi aku pingsan? Siapa yang tadi duduk di belakangku. Dia, dia sangat menyeramkan!" ungkap Alda yang masih ingat bayangan bermata merah itu.
Bu Indah dan Bu Rida saling berpandangan. Sandi hanya diam saja. Sepertinya ada yang mereka pikirkan.
Pertanyaan Alda gak ada jawabannya. Semua hanya diam. Gak ada satupun yang mau membuka mulut. Alda merasa semakin aneh. Apakah bayangan bermata merah itu adalah hantu gentayangan?
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments