Menjelang malam, kabut tebal turun dari dalam hutan yang gelap. Membawa energi jahat yang siap membawa siapapun ke dalam neraka!
Alda gak berani keluar kamar ketika kegelapan menyelubungi tempat itu. Kesunyian membuat rumah itu semakin menyeramkan. Bahkan Alda menahan perutnya yang kelaparan.
Anehnya, Alda melihat bayangan hilir mudik dari rongga bawah pintu. Membuat rasa ingin tahunya bangkit. Apa ada acara tahlilan mamahnya, ya? Tapi, gak ada suara apapun kecuali suara jangkrik yang semakin kencang.
Perlahan Alda mendekati pintu dan mengintip dari lubang pintu. Tidak ada siapapun yang terlihat. Hanya ada ruang tamu yang temaram. Tapi, dia melihat jelas bayangan lalu lalang orang.
Tiba-tiba, dia melihat mata penuh darah dan menyeramkan dari balik lubang pintu. Alda sangat terkejut sampai terjengkang. Mata siapa itu? Apakah dia juga mengintipnya?
Alda segera kembali ke tempat tidurnya dan duduk di pojokan dengan badan gemetar. Mata itu bukan mata neneknya atau Bik Rumsih. Apa anak laki-laki bernama sandy? Tapi, Alda ingat matanya gak semerah itu. Lalu siapa pemilik bola mata menyeramkan itu?
Mamah, papah, tolong Alda ....
Alda memanggil mamah dan papahnya yang sudah tiada. Dia tahu mereka sudah tiada namun gak ada orang lain yang ada dipikirannya.
Terdengar suara decit gagang pintu seperti ada yang berusaha membukanya. Alda membuka matanya lebar-lebar. Apa makhluk menyeramkan yang dilihat di rumahnya sudah mengikuti Alda ke rumah itu?
Daun pintu itu pun terbuka lebar. Sebuah bayangan muncul.
"Apa Non Alda sudah tidur?"
Ternyata Bik Rumsih yang datang. Alda bisa bernapas lega.
"Be-belum, bik. Ada apa, ya?"
"Saya melihat makanan di meja makan masih ada. Apa Non Alda belum makan?"
"Belum, bik. Saya belum makan," sahut Alda seraya turun dari ranjang.
"Sebaiknya, Non Alda makan. Besok pagi-pagi harus berangkat sekolah!"
"Apa bibik bisa menemani saya? Saya takut sendirian," pinta Alda penuh harap. Jika harus sendirian mending alda menahan lapar semalaman.
"Ya, sudah. Nanti bibik temenin. Sebaiknya besok makannya sore aja, non!"
"I-iya, bik!"
Alda mengikuti Bik Rumsih ke ruang makan yang ada di sebelah ruang tamu yang cukup luas. Entah kenapa, bulu kuduknya merinding begitu melewati ruangan itu. Di sana ada beberapa patung perempuan dengan berpakaian adat jawa dan patung singa dengan taring yang panjang.
Tak berapa lama, mereka sampai di ruang makan yang lebih mirip dapur dengan meja untuk makan.
Alda langsung menarik salah satu bangku sementara Bik Rumsih hanya berdiri saja.
Dilihatnya ada makanan sederhana dengan ayam goreng kampung. Kalau gak kelaperan, Alda mending memesan makanan cepat saji aja.
"Duduklah, bik. Aku gak bisa makan kalau gak ditemenin!" ungkap Alda ketika melihat bik Rumsih hanya melihatnya dari belakang. Alda malah takut kalau dia melakukan hal buruk di belakangnya.
"Gak apa-apa, non. Saya berdiri, aja!"
"Duduk aja, bik. Anggap aja aku ini anakmu," ucap Alda lagi.
Kali ini, Bik Rumsih mengikuti perkataannya. Dia juga selalu menemani puteranya kalau sarapan.
"Kenapa gak ada acara tahlilan buat mamah dan papah, bik? Tadi aku kira ada keramaian. Tapi aku malah melihat sesuatu yang aneh," cerita Alda setelah makannya selesai. Dia jadi kurang nafsu makan dan sekedar menggajal perutnya aja.
"Saya gak tahu, non. Tergantung Nyonya aja. Terus, emangnya apa yang non lihat?"
Alda terdiam. Kalau cerita takut malah dikira halu.
"Eeh, gak bik. Cuman perasaan aku aja kali!"
"Kalau malam disini memang sepi, non. Jadi kesannya seram padahal sih gak ada apa-apa!" jelas Rumsih tanpa diminta Alda.
Alda terdiam. Dia tetap gak akan bisa tidur kalau sendirian lagi.
"Apa malam ini bibik mau menemani saya tidur? Satu malam aja, kok!"
Rumsih terdiam seperti sedang berpikir.
"Baiklah, non. Tapi hanya satu malam aja, kan?"
"Iya, bik!" sahut Alda sambil tersenyum. Akhirnya dia bisa lega dan berharap tidur nyenyak malam ini. Sejenak melupakan misteri mata darah yang tadi sempat dilihatnya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments