Alda hanya bisa menangis setelah acara tahlilan selesai. Sekarang hanya ada Bik Tinah, nenek dan seorang perempuan yang sebaya dengan mamahnya. Rumah pun kembali sunyi.
"Sabar, neng. Ini semua memang sudah takdir tuhan," cetus Bik Tinah yang tengah membereskan pakaian Alda.
Alda mendongak. Dia gak sadar kalau sendari tadi, Bik Tinah ada di kamarnya.
"Maafkan Alda, bik. Selama ini, sikap Alda sangat tidak menyenangkan. Maafkan jika sudah sering menyakiti hati bibik!" ungkap Alda seraya menghapus air matanya. Dia pun bangkit dari tempat tidur dan duduk di lantai.
"Iya, neng. Jaga diri Neng Alda di sana. Suasananya pasti sangat berbeda dengan disini. Dengarkan perkataan nenek dan jangan berbuat macem-macem!" pesan Bik Tinah. Airmatanya juga mengalir.
"Apa bibik gak mau ikut denganku?"
"Bibik mau pulang kampung juga. Anak bibik melahirkan dan bibik mau menjaganya," jawab Bik Tinah sedikit berbohong. Padahal dia sendiri gak tahu mau kemana. Kampungnya sudah hilang sejak lama. Sanak saudaranya entah ada di mana. Anak yang tadi diceritakan juga gak pernah ada. Sebenarnya Bik Tinah gak punya anak dan suaminya sudah meninggal.
"Semua barang-barang Neng Alda sudah bibik masukan ke dalam koper. Pagi-pagi, bibik mau pergi. Jadi ..., kita gak bisa bertemu lagi!"
Bik Tinah melangkah keluar kamar. Dia merasa sedih juga harus berpisah dengan Alda.
Tiba-tiba, Alda beranjak dari duduknya dan langsung memeluk bik Tinah dari belakang. Tangisnya gak bisa dibendung lagi.
"Maafkan Alda, bik ...."
Hanya itu yang bisa dilakukan Alda sebelum berpisah dari orang yang sudah banyak membantunya. Kini, Alda hanya sendirian tanpa siapapun yang dikenalnya.
Hujan kembali turun. Alda terlelap dengan airmata yang masih mengalir. Suara guntur yang cukup kencang mengagetkan Alda. Dia pun terbangun karena mendengar suaranya yang menggelegar.
Jam menunjukkan jam satu malam. Hujan masih turun meski hanya gerimis. Alda sedikit menggigil ketika angin berembus entah dari mana.
Alda memutuskan untuk mengambil air minum di dapur ketika tenggorokannya terasa kering. Dia lupa terakhir kali membasahi tenggorokannya. Mungkin tadi ketika makan sore.
Tiba-tiba, Alda menghentikan kakinya ketika melewati kamar orang tuanya. Dia seperti melihat ada seseorang di dalamnya. Mungkin Bik Tinah masih beres-beres.
Gadis itu ingin mengagetkan Bik Tinah. Dia pun perlahan membuka pintu dan masuk ke dalam kamar orangtuanya itu. Sebuah bayangan tengah berdiri di depan jendela. Dia bercermin dan bergerak ke kanan ke kiri. Bayangan itu memakai gaun mamahnya!
Gaun itu biasa dipakai mamahnya ke undangan. Alda sangat mengenalinya karena mamahnya gak punya baju banyak.
Darah Alda mendidih. Apa Bik Tinah mencoba memakai pakaian mamahnya dan membawanya pergi? Alda gak mempermasalahkan jika bilang lebih dulu.
"Bik Tinah? Kenapa memakai baju mamah?"
Bayangan itu terdiam. Rambutnya yang panjang berkibar tertiup angin padahal jendela keadaan tertutup. Bayangan itu menyeringai dan membalikan badan menghadap Alda.
Alda sangat terkejut melihat wajah bayangan itu sangat menyeramkan dan penuh luka. Alda mundur beberapa langkah. Apakah makhluk itu adalah arwah mamahnya.
"Ma-mamah?"
Alda gemetaran ketika bayangan itu berjalan ke arahnya dengan memamerkan kukunya yang tajam. Alda pun segera berlari menaiki tangga menuju ke kamarnya. Namun tangga itu terasa sangat panjang. Kakinya hampir gak kuat lagi berlari.
Bayangan itu pun menaiki tangga dan semakin mendekat. Alda semakin panik. Rasanya ingin sekali berteriak memanggil Bik Tinah atau neneknya. Namun, lidahnya menjadi sangat kaku.
Alda ingin sekali menoleh agar dia tahu sampai di mana bayangan menyeramkan itu.
"Jangan menoleh ke belakang! Kau akan mati!!!"
Terdengar suara berat dan parau. Jadi bayangan menyeramkan itu bisa bicara!
Alda semakin penasaran. Dia pun gak menghiraukan perkataan bayangan itu. Perlahan dia pun menoleh. Namun, belum lagi bisa melihatnya, sebuah tangan dengan kuku yang panjang menarik pundaknya. Tubuhnya pun limbung dan terjatuh di atas anak tangga kemudian meluncur sampai bawah.
Mata Alda langsung buram. Dia masih bisa melihat bayangan itu berdiri di atas tangga dengan mulut menyeringai.
"Ka-kau bukan mamah!" ungkapnya sebelum semua menjadi gelap.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments