BAB 20.

Tiga hari kemudian.

"Ow, bahan untuk membuat kue habis," ucap Naura dengan perasaan sangat disayangkan.

"Ibu mencari apa?" tanya Dila yang saat ini juga berada di dapur, dan melihat Naura membuka lemari penyimpanan bahan-bahan kemasan.

"Rafatar minta dibuatkan kue, tapi bahanya ternyata habis," ucap Naura sembari beranjak menjauh dari almari itu.

"Iya, Bu. Belum belanja, apa Ibu mau dibelikan?" suara pelayan datang menghampiri mereka.

"Em ... Nanti dulu deh, saya tanya anakku dulu."

Pelayan itu mengangguk mengerti mendengar ucapan Naura.

Dan setelah itu Naura kembali menemui Rafatar.

"Sayang," ucapnya begitu masuk ke dalam kamar Rafatar, bocah itu sudah bangun tidur hanya saja masih berselimut di atas ranjang, karena masih pagi, ia enggan untuk beranjak.

Mendengar ibunya datang, Rafatar hanya melirik melalui ekor matanya, tanpa menjawab.

"Bahan untuk membuat kue habis, kamu mau nunggu tidak? Jika iya, Mama akan membeli bahannya lebih dulu," ucap Naura setelah duduk di pinggiran ranjang sebelah Rafatar tiduran.

"Mama mau belanja kemana?" Rafatar sepertinya tertarik.

"Minimarket atau supermarket juga bisa."

"Rafatar ikut dong," ucapnya antusias sembari langsung duduk.

Naura tersenyum. "Hem, boleh. Tapi harus mandi dulu."

"Ok, Ma."

Setelah itu Rafatar pergi mandi, dan Naura bersiap-siap di kamarnya.

*

*

*

"Ma, Rafatar mau es krim itu boleh?" tanya Rafatar, saat ini mereka sudah berada di Supermarket terbesar di kota jakarta.

"Boleh," jawab Naura, kemudian mereka menuju tempat penjual es krim yang ditunjuk Rafatar, seraya mendorong troli yang sudah berisi belanjaan banyak.

Bahkan hampir penuh karena selain bahan kue, Naura juga membeli kebutuhan makanan yang sudah habis.

"Ok, mau berapa es krim nya?"

"Mau tiga, Ma." Rafatar mengambil tiga es krim.

Setelah itu mereka berjalan menuju kasir untuk membayar tagihan.

Di sana harus mengantri untuk beberapa orang.

"Ma, nanti bikin kue nya yang enak" ucap Rafatar pelan hampir seperti berbisik, yang langsung dijawab dengan anggukan kepala Naura.

Kemudian setelah orang di depannya sudah selesai melakukan pembayaran, Naura maju ke depan.

Dan setelah transaksi tersebut selesai, Naura mengandeng tangan Rafatar untuk diajaknya keluar. Sementara barang-barangnya sudah ada karyawan supermarket yang membantu membawakan ke mobil.

"Bu, mobilnya dimana ya?" tanya karyawan itu.

"Sebentar saya hubungi sopir saya, ya?" Naura juga bingung karena mobil yang dikendarai sopirnya tidak ada di parkiran.

"Oh, Mas. Ada di seberang jalan sana katanya tadi baru beli bahan bakar minyak. Boleh minta tolong antarkan kesana?" ucap Naura setelah mendapat balasan dari sopirnya.

Karyawan itu mengangguk tanda mau membantu. kemudian mereka berjalan menuju seberang jalan.

Setelah sampai di jalanan karyawan tadi langsung menyebarang tanpa takut, sementara Naura dan Rafatar tertinggal, karena tadi Naura merasa tidak yakin mau menyebarang takut tertabrak, jadi menunggu jeda kendaraan lebih dulu.

Menunggu beberapa saat, setelah ada jeda dari kendaraan, Naura mengajak Rafatar untuk berjalan.

"Ayo, Sayang." Tangan mereka saling bergandengan dan kemudian berjalan bersama.

Namun siapa sangka tiba-tiba ada mobil yang melintas kencang.

Aaaaa!

Bruukk!

Tubuh Naura dan Rafatar terpental, kini tubuhnya bersimbah darah. Sedangkan mobil tadi pergi begitu saja tanpa mau tanggung jawab.

"Bu Naura ... Den Rafatar!" teriak sopir, ia terkejut melihat Naura dan Rafatar tertabrak mobil. Dan seketika di tempat itu jalanan jadi macet.

*

*

*

Sementara itu di Palembang, Keenan yang saat ini sedang berada di kota itu karena ada perjalanan bisnis.

Baru saja kakinya melangkah masuk kantor kliennya bersama Ares, tiba-tiba mendapati ponselnya bunyi.

Keenan mengangkat panggilan telepon tersebut, Ares juga ikut menunggu, kini berdiri di sebelah Keenan.

"Apa!"

Ares terkejut melihat Keenan yang tiba-tiba terkejut, bahkan saat ini wajah pria itu terlihat panik.

Setelah itu tidak ada ucapan lagi dari Keenan, tapi wajah pria itu makin tampak gusar.

"Tuan, ada apa?"

"Kita pulang sekarang!"

"Apa!" Ares makin terkejut mendengar ucapan tegas Keenan barusan yang milih pulang.

Pria itu kini kembali keluar dari kantor kliennya padahal belum sempat bertemu dengan kliennya.

"Tuan, bagaimana dengan meeting penting ini?" tanya Ares sembari mengikuti langkah Keenan.

"Batal, karena Naura dan Rafatar masuk rumah sakit," ucap Keenan tanpa menghentikan langkahnya.

"Apa!" Ares terkejut lagi mengetahui Naura dan Rafatar masuk rumah sakit.

Mereka langsung masuk ke dalam mobil setelah sampai.

"Jalankan mobilnya dengan cepat!" pinta Keenan tegas. Keenan memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa pusing.

Ares pun melajukan mobilnya dengan cepat seperti yang Keenan minta, mobil itu menuju bandara di Palembang yaitu Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II.

Tentu Keenan memilih jalur udara karena lebih cepat sampai dan menghemat waktu.

Dari tempatnya tadi hanya membutuhkan waktu setengah jam, kini Keenan dan Ares sudah tiba di bandara.

Padahal Keenan baru tiba di Palembang kemarin, dan hari ini harus pulang lagi meninggalkan pekerjaannya yang belum selesai.

Dan untungnya pesawat penerbangan ke Jakarta sudah siap, hingga mereka tidak perlu menunggu lama.

Keenan menatap ke luar melalui jendela kaca pesawat, yang saat ini sudah berada dalam penerbangan, meski hanya awan putih yang terlihat, tapi Keenan tidak mengalihkan tatapannya dari sana.

Hatinya merasa khawatir campur takut terhadap Naura dan juga Rafatar.

"Kalian harus kuat, kalian harus tunggu aku, sebentar lagi aku tiba di jakarta," gumam Keenan, tanpa terasa keluar cairan bening dari sudut matanya, Keenan bersedih.

Setelah penerbangan pesawat itu selesai, dan Keenan sudah tiba di jakarta, pria itu bersama Ares langsung menuju rumah sakit tempat Naura dan Rafatar dilarikan.

Keenan seolah lupa sama dirinya sendiri, ia langsung masuk ke rumah sakit itu setelah mobil l sampai, dan menuju kasir.

Di sana Keenan mendapat keterangan atas pasien bernam Naura dan Rafatar yang menjadi korban tabrak lari.

Sementara itu di ruang IGD.

Luka Rafatar cukup parah, namun bukan berarti luka Naura tidak parah. Tapi Rafatar lebih parah dari Naura.

Saat ini para tim medis sedang melakukan yang terbaik untuk menolong nyawa Rafatar.

"Dokter! Jantung pasien berhenti berdetak!" teriak suster yang ikut menangani Rafatar saat ini.

Dokter pun segera meletakkan alat di dada Rafatar untuk mengembalikan lagi fungsi jantung Rafatar.

"Bagaimana, Sus!"

"Semakin melemah, dokter!" jawab Suster sembari melihat layar monitor yang saat ini menunjukkan garis lurus.

Sementara itu keadaan Naura saat ini sudah melewati masa kritis, tim medis akan memindahkan ke ruang rawat, hanya tinggal menunggu keluarga dari pihak pasien.

Keenan langsung masuk ke ruang IGD setelah mendapat ijin dari dokter.

Tubuh Keenan langsung terasa lemas, ia ambruk ke lantai dengan lututnya menekuk, tatapannya sendu ke arah Naura yang terbaring tak berdaya dengan banyaknya alat medis yang terpasang di tubuh wanita itu.

"Ra ... Naura." Keenan suaranya tercekat di tenggorokan, tak mampu hanya sekedar menyebut nama itu, hatinya terlalu sakit melihat Naura yang seperti ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!