Satu Minggu kemudian.
Setelah putus dengan Miranda, Keenan jadi banyak melamun, Keenan sangat mencintai Miranda. dan Rafatar memperhatikan kebiasaan baru Keenan itu.
Seperti saat ini, hari ini adalah hari Minggu, dimana Keenan sedang berada di rumah tidak beraktivitas di kantor.
Karena melamun di depan jendela, Keenan sampai tidak menyadari Rafatar membuka pintu kamarnya dan masuk ke dalam.
Rafatar membuang nafas berat sebelum ahirnya menyadarkan Keenan dari lamunannya.
"Om, Mama pergi, Rafatar kesepian, Om temani Rafatar main yuk?" ajak Rafatar begitu Keenan menoleh ke arahnya.
Keenan tampak sedang berpikir, padahal biasanya pasti langsung menjawab iya, berbeda dengan sekarang.
"Ayo lah, Om ..." rengek Rafatar sembari menggerakkan tangan Keenan.
Ahirnya Keenan pasrah. "Hem, baiklah."
"Hore ..." Rafatar kegirangan. "Ayo, Om?" ajaknya lagi dan langsung menarik tangan Keenan untuk diajaknya keluar.
Keenan tidak tahu aja bahwa tujuan Rafatar hanya ingin menghibur pria itu supaya tidak berlarut dalam kesedihan.
Dan disinilah mereka sekarang, di dalam sebuah ruangan yang didalamnya banyak aneka mainan.
"Om, tunggu di sini, duduklah di sini." Rafatar meminta Keenan duduk, dan kemudian bocah itu meninggalkan Keenan.
Rafatar sedang mengambil salah satu mainan yang ingin digunakan saat ini.
Tidak lama kemudian ia kembali dengan membawa tembakan air.
"Ini yang satu buat, Om." Rafatar memberikan salah satu tembakan air yang berwarna pink ke tangan Keenan.
Keenan memperhatikan tembakan yang ia terima itu, warnanya pink. "Kamu cowok kok beli mainan tembakan air warnanya pink, itu juga pink?" tanya Keenan sekaligus menunjuk tembakan yang dipegang Rafatar saat ini.
Ditanya seperti itu oleh Keenan, Rafatar langsung menghela nafas panjang. "Ini hadiah, Om. Dari teman aku."
Dari pelangi si gigi ompong depan, lanjut ucapnya namun hanya berani dalam hati.
Keenan manggut-manggut mengerti, kemudian mereka keluar dan menuju halaman.
Karena mau bermain tembakan air dan yang pastinya akan membuat pakaian mereka basah, jadi tempat halaman rumah adalah tempat yang cocok untuk bermain.
Dari jendela ruang tamu, Dila melihat keduanya yang saat ini tengah saling menembak air.
Mereka berdua saling tertawa bersama juga saling kejar mengejar.
Dila tersenyum melihat pemandangan itu, kemudian ia merekamnya di vidio ponselnya. "Akan aku kirim ke ibu Naura," gumamnya sembari matanya fokus arah vidio.
Sementara itu di halaman rumah, Rafatar terus tertawa bersama Keenan.
Hahah.
"Om, curang masa bajuku lebih basah" ucap Rafatar, saat ini Keenan masih terus menyerbu dengan tembakan air.
Hahah.
Keenan juga ikutan tertawa, tanpa sadar permainan ini mengalihkan dari rasa sedihnya.
Mendapat ada celah, Rafatar langsung mengambil selang air dan menghidupkan krannya, Rafatar arahkan selang air itu ke Keenan.
Hahaha.
"Om, basah kita sama!"
Keenan gelagapan di serang tiba-tiba oleh Rafatar. "Rafatar hentikan baju, Om. Basah."
Hahah. Tawa Rafatar.
Dila yang masih menyaksikan permainan itu hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya yang saling sama-sama jahilin.
*
*
*
Sore hari.
"Ken ..." sapa Naura, wanita itu kini berjalan mendekat, ke tempat Keenan duduk di teras rumah sembari lihatin bunga-bunga.
"Hei," balas sapa Keenan, bibirnya tersenyum.
"Boleh aku duduk?" tanya Naura begitu sampai di dekat Keenan.
"Tidak boleh," jawab Keenan cepat.
Hahah. Mereka tertawa bersama.
Kini mereka sama-sama duduk di teras rumah sembari menatap ke depan melihat bunga-bunga yang baru saja disiram air oleh tukang kebun.
"Terimakasih, ya?" ucap Naura setelah beberapa saat terdiam, dengan pandangan tidak teralihkan dari bunga-bunga.
"Untuk?" Keenan menoleh.
"Tadi pagi, kamu sudah mau bermain sama Rafatar saat aku di luar rumah."
"Oh, itu santai aja," jawab Keenan yang kemudian mengerutkan keningnya. "Kamu tahu? Rafatar yang cerita?"
Naura menggelengkan kepalanya seketika. "Dila, merekam kebersamaan kalian dalam Vidio dan dikirimkan padaku," jelas Naura.
Keenan terkekeh kecil.
"Kenapa semua orang bodoh hanya karena cinta."
Ucap Naura tiba-tiba yang sudah berganti topik pembicaraan. Keenan menatap Naura yang saat ini masih memandang bunga-bunga dengan bibir tersenyum.
"Aku tahu, kamu kecewa kamu marah dan kamu sakit hati dengan Miranda." Naura menoleh menatap Keenan, kini pandangan mereka bertemu. "Tapi kamu mau sampai kapan seperti itu?" Naura tersenyum.
Naura menghela nafas panjang dan kembali menatap bunga-bunga. "Bahkan aku juga butuh waktu yang lama untuk bisa berdamai dengan hidupku, melepas mas Abraham yang bukan milikku lagi."
Naura menjeda ucapannya, ia menarik nafas dalam-dalam kemudian ia hembusan perlahan. "Bekas rasa sakit itu memang tidak bisa hilang, sampai kapan pun akan membekas dan tetap teringat meski sekalipun ada orang lain yang menyembuhkan."
"Kamu jangan sampai seperti aku," lanjut ucapnya seraya menoleh menatap Keenan yang juga menatapnya.
Mereka saling memandang untuk beberapa saat, merasakan perasaan masing-masing hingga suasana tampak hening. Namun sesaat kemudian keheningan itu berganti tawa.
Hahaha. Naura dan Keenan tertawa bersama.
"Kayaknya sudah cocok nih jadi seorang motivator," ledek Keenan masih ada tawa di bibirnya.
Naura hanya menanggapi dengan tertawa.
"Gimana kalau nanti malam kita makan di luar sama nonton juga," usul Keenan.
Naura tampak berpikir. "Ajak Rafatar juga, kan?"
"Memang kalau berdua aja kamu mau?" ledek Keenan seraya menarik sedikit sudut bibirnya.
Naura hanya tersenyum ditanya seperti itu oleh Keenan seraya menuju pelan lengan kekar Keenan.
Tapi senyum Naura kali ini mampu mengalihkan perhatian Keenan, entah mengapa terlihat manis dan cantik di matanya.
Ternyata Rafatar mengintip mereka berdua dari jendela.
"Yes, yes, yes." Rafatar kegirangan, merasa berhasil niatnya mau mendekatkan ibunya dan om Keenan nya.
"Kamu kenapa, Den? Yes yes begitu?" tanya Dila kebingungan melihat Rafatar yang tiba-tiba seperti itu.
Dila kemudian ngikutin Rafatar yang tadi menyibak gorden dan melihat ke luar.
Dila hanya melihat Naura dan Keenan yang sedang mengobrol, ia tidak paham arti Rafatar tadi yang tampak senang.
Dan tidak akan mengerti karena Rafatar diam saja, dan malah pergi dari sana.
*
*
*
Malam hari.
Di dalam sebuah apartemen, seorang wanita tengah berdebat dengan prianya.
"Kamu mau pergi juga ninggalin aku gitu aja!" sentak wanita itu pada pria di depannya.
"Kalau iya kenapa? Memang apa lagi yang mau diharapkan, kamu tidak jadi menikah dengan Keenan dan malah diputusin oleh pria itu." Laki-laki itu tersenyum mengejek.
Laki-laki itu mengibaskan tangannya. "Sudahlah kita putus saja, semua sia-sia," ucapnya sambil mau berlalu.
"Andi! Kamu tidak bisa seperti ini padaku, kamu tidak boleh tinggalin aku, Andi!" teriak Miranda sembari menahan tangan Andi supaya tidak pergi dan masih mau bersamanya.
"Lepas, Miranda!" bentak Andi seraya menghempaskan tangan Miranda, yang kemudian langsung pergi meninggalkan Miranda yang kini menangis.
"Andi ..." Tubuh Miranda ambruk ke lantai, ia menangis tersedu-sedu, nasibnya hancur harus kehilangan dua pria.
Cukup lama Miranda menangis, setelah lebih tenang meski masih ada isakkan.
Miranda membuka ponselnya, namun begitu melihat story WhatsApp milik Keenan, air mata yang baru saja berhenti kini mengalir lagi, dan lebih pilu dan sesak di dada.
Aaaaa!
Brak!
Miranda menjerit sembari melempar hp nya hingga kaca hp itu pecah tam berbentuk lagi.
Aaaa! Miranda mengacak rambutnya frustasi, saat ini ia hanya bisa menangis menyesali perbuatannya yang sudah mengkhianati Keenan, tapi kini ia dikhianati oleh Andi.
mengingat kesalahannya ini dadanya terasa sesak sampai seolah sulit untuk bernafas.
Ditambah barusan melihat vidio kebersamaan Keenan dan Naura juga Rafatar yang sedang makan malam di restoran mewah.
"Kenapa semua jadi begini ..." teriaknya sembari mengacak rambutnya.
Apa bila Miranda sedang menangis menyesal, berbeda dengan dua orang yang seperti mirip pasangan.
"Ayo cobain ini, enak loh." Keenan mendekatkan sendok berisi puding strawberry ke mulut Naura.
"Enggak, Ken. Aku gak suka itu," tolak Naura serius sembari menggelengkan kepalanya.
"Mama harus cobain, aku aja suka, Mama pasti suka." Rafatar ikut menimpali.
Keenan tersenyum merasa dapat dukungan. "Ayo?" menawari Naura lagi
Naura menghela nafas panjang. "Ok aku makan." Naura membuka mulutnya dan menerima suapan itu sembari menatap Keenan.
"Ye ..." Rafatar tepuk tangan kegirangan. Dan suara tepuk tangan Rafatar itu langsung memutus pandangan Keenan dan Naura. Keduanya jadi salah tingkah.
Hemm om Keenan sudah cocok jadi papa baru aku, sedikit lagi mereka harus bersatu, batin Rafatar di balik senyum mengembangnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments