Pagi hari di kediaman Keenan.
Tiga orang yang sedang sarapan pagi bersama tampak seperti keluarga kecil tapi sebenarnya bukan siapa-siapa, mereka masih ada bau-bau keluarga karena ada Rafatar.
"Om, cari sekolah barunya santai aja, ya. Aku masih mau di rumah temani, Mama."
Ucap Rafatar di sela-sela sarapannya.
Keenan menoleh dengan mulut masih mengunyah makanan. "Ok Boy," ucapnya setelah makanan itu berhasil ditelan.
"Oh ya, Om. Nanti siang sibuk tidak?" tanya Rafatar setelah menaruh gelas yang airnya habis ia minum.
"Ada apa?" tanya Keenan, kemudian menyuap lagi.
"Jika tidak sibuk, ayo kita main ke tempat Tante Miranda," ajak Rafatar dengan semangat.
Keenan tampak berpikir sebelum ahirnya berkata, "Boleh, nanti siang Om akan jemput kamu."
"Ye ..." Rafatar kegirangan.
"Tapi tumben kamu mau bertemu Tante Miranda?"
Tanya Keenan, dan Rafatar langsung bingung untuk mencari jawaban. Dalam pikirannya Om Keenan tidak boleh tahu rencananya yang ingin ke tempat Tante Miranda.
"Em ... Karena sebentar lagi Tante Miranda akan menjadi istrinya, Om. Jadi Rafatar mau dekat dengan Tante Miranda."
Keenan mengerutkan dahinya sebelum ahirnya manggut-manggut mengerti dengan alasan Rafatar itu.
"Sayang ... Habiskan dulu sarapannya, jangan malah bicara nanti tidak habis-habis," tegur Naura dengan lembut yang sedari tadi hanya diam saja.
Rafatar mengangkat ibu jarinya. "Ok, Ma. Ayam gorengnya enak, besok buatkan lagi ya, Ma?"
"Ok." Naura mengusap puncak kepala Rafatar.
Pagi ini setelah sarapan pagi bersama selesai, mereka melanjutkan aktivitas masing-masing, Keenan langsung berangkat ke kantor. Dan Naura juga Rafatar melakukan kegiatan-kegiatan di rumah.
*
*
*
Siang hari.
Di dalam sebuah bangunan mewah yang bertingkat beberapa lantai hingga dilihat dari bawah nampak menjulang tinggi.
Wanita cantik segera membuka pintu apartemennya saat mendengar suara bel tanda ada tamu.
Begitu pintu itu terbuka, bibir wanita cantik itu langsung mengukir senyum, namun itu tidak lama saat matanya melihat sosok kecil yang menyembul keluar dari belakang punggung orang itu.
"Aku tidak dipersilahkan masuk?" tanya Keenan dengan tersenyum.
Miranda mendesah kasar. "Kenapa tidak langsung masuk aja sih, kan kamu sudah tahu password pintu kamarnya."
"Kamu lupa? Kan sudah kamu ganti, kalau aku tahu password nya ngapain aku tekan bel," ucap Keenan masih tersenyum tanpa curiga sama sekali, karena berpikir mungkin Miranda bosan dengan kode password yang lama jadi menggantinya dengan yang baru.
Miranda seketika terbengong mendengar ucapan Keenan barusan, ia lupa kalau kode password nya sudah dua bulan ini ia ganti.
Dan tentu Keenan belum tahu karena ini kali pertama Keenan datang ke apartemennya setelah baru pulang dari Amerika.
"Ah maaf, Sayang. Aku lupa belum memberitahumu." Miranda bergelayut manja di lengan Keenan, supaya pria itu tidak marah atau pun curiga padanya.
"Hem." Keenan tersenyum. Mereka berjalan masuk, Rafatar mengikuti berjalan di belakang mereka.
Saat sudah di dekat kursi sofa Miranda menghentikan langkahnya dan membuat Keenan juga ikut berhenti. Namun Rafatar langsung duduk di kursi sofa itu sembari telinganya mendengarkan percakapan Miranda bersama Keenan.
"Kamu mau datang kenapa tidak kasih kabar lebih dulu?"
"Kejutan," jawab Keenan tersenyum.
Ya memang kejutan, Miranda juga merasa senang mendapati Keenan yang tiba-tiba datang, tapi cara Keenan yang seperti ini membuatnya tidak bisa bersiap-siap, seperti menyiapkan makanan pikir Miranda.
Miranda kemudian teringat Rafatar, anak kecil yang kini duduk di sofa, mata Miranda menatap tidak suka.
"Kamu kenapa datang kemari mengajak-," Miranda tidak melanjutkan ucapannya tapi menunjuk Rafatar melalui dagunya..
"Memangnya kenapa kalau aku datang kemari mengajak Rafatar keponakan aku?" tanya Keenan yang langsung membuat Miranda mengalihkan tatapannya yang semula pada Rafatar kini berganti langsung menatap Keenan.
Miranda bengong.
"Apa ada yang salah?" tanya Keenan lagi.
Miranda menggelengkan kepalanya. "Sudahlah, tidak masalah." Miranda duduk di sofa lebih dulu, Keenan kemudian menyusul duduk di sana.
"Tante, apa disini ada makanan?" tanya Rafatar, ia menatap polos ke arah Miranda.
Miranda yang semula melamun karena kesal dengan pertanyaan Keenan, ia langsung terjaga begitu mendengar pertanyaan Rafatar.
"Makanan," ulang Miranda.
"Kamu lapar?" Keenan yang bertanya.
Rafatar mengangguk dengan wajah dibuat memelas, ia ingin menunjukkan betapa laparnya saat ini.
Mereka tidak tahu bahwa saat ini Rafatar tengah melakukan aksi aktingnya demi memuluskan rencananya yang semalam sudah ia susun dengan apik.
"Tapi disini tidak ada makanan, aku belum belanja, dan kalian datang tidak memberitahuku jadi tidak ada persiapan," jelas panjang lebar Miranda.
Batin Miranda sukurin kelaparan, tapi ucapan Keenan langsung membuatnya kesal.
"Kamu mau makan apa? Biar Om belikan?" Keenan menatap wajah Rafatar yang terlihat sedang menahan lapar sembari tangan kanannya mengusap perut.
Kasihan, batin Keenan.
"Aku mau makan pizza, tapi Om yang beli sendiri, gak mau pakai online nanti pizza nya gosong, mau Om pastiin Pizza nya enak."
Keenan bangkit dari duduknya berdiri di depan Rafatar dengan tubuh membungkuk, tangan Keenan mengacak rambut Rafatar. "Ok, tunggu ya. Om segera balik."
Setelah berkata seperti itu, Keenan pergi dari sana, kini di ruangan tersebut hanya ada Miranda juga Rafatar.
Rafatar tiba-tiba tersenyum smirk, sedang memiliki rencana untuk membuat Miranda kesal.
"Ah, Tante. Aku ngantuk mau tiduran, capek." Rafatar membaringkan tubuhnya di atas sofa.
Dan alangkah terkejutnya Miranda sat pahanya dijadikan bantalan oleh Rafatar.
"Rafatar!" bentak Miranda, matanya melotot dengan nafas naik turun. "Menjaulah! Jangan gunakan pahaku sebagai bantal!"
"Ish." Rafatar mendengus kemudian kembali duduk dan menatap Miranda yang saat ini tengah menatap tajam padanya.
"Tante kenapa marah-marah sih? Tante tidak cocok dengan, Om Keenan."
Mendengar ucapan Rafatar barusan Miranda langsung meradang marah, ia menggeser tubuhnya untuk lebih dekat dengan Rafatar, kemudian tangannya mencubit tubuh Rafatar, dari pipi, lengan, pinggang juga paha Rafatar.
"Ampun Tante, sakit sakit Tante, Rafatar minta maaf, sakit Tante. Ampun ampun Tante."
Namun Miranda tidak peduli dengan rengekan sakit yang diucapkan Rafatar, baginya selama ini ia sudah kesal sama Rafatar, dan ada kesempatan hanya berdua, Miranda melampiaskan semua kekesalan dalam hatinya dengan mencubit tubuh Rafatar tanpa ampun.
"Rasakan ini! Biar kamu kapok! Karena kamu hubungan aku dengan Keenan tidak seharmonis dulu!"
"Sakit Tante ..." rengek Rafatar dengan suara melengking tinggi.
Kali ini Rafatar tidak pura-pura berkata sakit, tapi memang sakit rasanya cubitan Miranda, matanya sudah berkaca-kaca mau menangis tapi Rafatar tahan.
Sambil menahan sakit, sudut mata Rafatar melirik kemera kecil yang ia pasang secara tersembunyi.
Tahan sakitnya Rafatar, biarkan terus Tante Miranda mencubitmu, setelah ini laporkan kejahatan dia dengan Om Keenan, batin Rafatar untuk dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments